Jambi, Gatra.com – Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memang tak main-main dalam memberi efek jera terhadap perusahaan perusak lingkungan. Kali ini Kementerian LHK menggugat PT Kaswari Unggul di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lewat perkara Nomor 676/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Sel.
“Sebenarnya perkara ini sudah lama kita ajukan. Persisnya Oktober 2018. Namun ada tahapan mediasi yang harus lewati meskipun kemudian mediasi tersebut gagal. Nah, ini merupakan sidang lanjutan,” kata salah satu kuasa hukum penggugat, Muji Kartika Rahayu, S.H, M.Fil kepada Gatra.com, Sabtu (18/5).
Menurut Muji Kartika, dalam sidang lanjutan kali ini tahapannya kedua pihak sama-sama menyerahkan bukti dokumen, baik pihak Kementerian LHK maupun PT Kaswari Unggul. “Sebab untuk sidang pekan depan, jadwalnya adalah pembuktian dokumen,” ujarnya.
PT Kaswari Unggul digugat karena dinilai terlibat melakukan atau membiarkan kebakaran di lokasi perkebunannya sendiri seluas 129,18 hektar, yang berlokasi di Desa Catur Rahayu, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.
Gugatan ini, menurut Muji Kartika merupakan gugatan perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur di dalam pasal 1365 KUHPerdata, dengan azas pertanggungjawaban mutlak (strict liability), sebagaimana diatur di dalam pasal 88 UU Nomor 32 tahun 2009, yang intinya tergugat bertanggungjawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan. Adapun kerugian akibat kebakaran yang dibiarkan tersebut, yang dihitung berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2014.
Dugaan karhutla oleh PT Kaswari Unggul tersebut didasarkan pada (1) Pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat PPSA Kementerian LHK, yang dituangkan dalam Berita Acara Pengawasan Penataan Lingkungan Hidup tanggal 5 Oktober 2015 dan Berita Acara Penataan Sanksi Adminsitratif tanggal 23 Maret 2016.
Saat itu diketahui telah terjadi indikasi kebakaran di lahan tergugat; (2) Pengamatan data-data hotspot sejak tanggal 5 Juli hingga 14 September 2015 yang didapatkan dari satelit Modis Terra-Aqua, VIIRS; (3) Pemeriksaan citra satelit dengan menggunakan aplikasi Google earth; (4) Verifikasi atau ground checking di lokasi lahan milik tergugat oleh Tim Verifikasi yang didampingi oleh Sugeng Rahayu (Head of Agronomy and Regional PT KU) pada tanggal 2 September 2016; (5) Pengambilan sampel oleh Tim Verifikasi pada tanggal 2 September 2016; (6) Penyandingan (overlay) data hotspot dan peta lokasi kerja tergugat; dan (7) Pengakuan pihak tergugat sendiri.
Adapun kerugian akibat kebakaran yang dibiarkan tersebut, yang dihitung berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2014, adalah: (1) Kerugian materiil sebesar Rp15.758.610.630; (2) Kerugian untuk penggantian biaya pelaksanaan penyelesaian sengketa lingkungan hidup, sebesar Rp83.092.000 dan (3) biaya penggantian pemulihan lingkungan hidup atas lahan seluas 129,18 hektar, sebesar Rp9.768.914.550.
Menurut Muji Kartika, total kerugian yang harus dibayarkan PT Kaswari Unggul adalah Rp25.610.617.180. “Ini sebenarnya untuk memberi efek jera sehingga jika terjadi kebakaran di lokasi perkebunannya, perusahaan tersebut wajib memulihkan ekosistemnya akibat kerusakan tersebut,” ucapnya.