Jakarta, Gatra.com - Johnson & Johnson dengan Kementerian Kesehatan dan National TB Program hari ini mengadakan Training of Trainer (ToT) yang dihadiri oleh lebih dari 30 orang konselor yang berasal dari berbagai rumah sakit dari 34 provinsi di Indonesia.
Adapun tujuan dari ToT ini adalah untuk mengedukasi dan memberikan pemahaman yang mendalam kepada para konselor mengenai pengobatan Multi-Drug Resistant TB (MDR-TB) dan tantangan didalamnya sehingga diharapkan dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan pasien MDR-TB dalam pengobatan, sekaligus mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan dengan memberikan edukasi kepada para konselor.
Hingga saat ini, penyakit Tuberkulosis–seringkali disebut dengan TBC--masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, dengan Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia dalam jumlah kasus TB. World Healthy Organization (WHO) Global TB Report 2018 memperkirakan kasus TB di Indonesia sebesar 842.000 kasus, dimana kasus MDR-TB diperkirakan sebanyak 23.000 kasus.
Mengakhiri epidemi TB pada tahun 2030 merupakan salah satu target kesehatan baik dari Sustainable Development Goals (SDGs), maupun WHO. Dan berdasarkan pada fakta bahwa TB/MDR-TB masih menjadi salah satu beban kesehatan di Indonesia, maka Indonesia juga memiliki tujuan yang sejalan dengan WHO dan SDGs.
Devy Yheanne, Country Leader of Communications & Public Affairs, PT Johnson & Johnson Indonesia mengatakan, sebagai salah satu perusahaan kesehatan global, Johnson & Johnson menaruh perhatiannya pada masalah kesehatan masyarakat dan khususnya TB/MDR-TB sebagai salah satu fokus utama perusahaan.
"Dalam mengakhiri epidemi TB pada tahun 2030 kami sadar bahwa sangat dibutuhkan kolaborasi dari berbagai sektor, termasuk pemerintah, swasta, dan NGO. Dan dengan tingginya kasus TB dan MDR-TB di Indonesia, kami semakin sadar bahwa sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai TB dan MDR-TB melalui beberapa inisiatif," ujar Devy.
MDR-TB merupakan TB yang resisten terhadap minimal dua obat anti TB lini pertama, yaitu isoniazid dan Rifampisin atau obat anti TB lini pertama lainnya seperti etambutol, streptomisin, dan pirazinamid. Pada umumnya, terjadi akibat pemberian obat yang tidak tepat, ketidakpatuhan pasien TB dalam pengobatan yang dapat memperburuk kondisi pasien tersebut hingga berkembang menjadi MDR, dimana mereka akan membutuhkan pengobatan dengan dosis yang lebih tinggi. Pasien MDR berpotensi menularkan kuman penyakit TB di level MDR.
Dewasa ini, di Indonesia masih banyak kelompok masyarakat yang belum memahami mengenai MDR-TB, terutama di berbagai daerah terpencil. Selain itu, pada umumnya beberapa pasien menolak untuk melakukan pengobatan karena kurangnya pemahaman akan pengobatan MDR-TB, baik tahapan, periode, maupun efek samping perawatan tersebut. Dengan kondisi seperti ini maka masih banyak temuan kasus MDR-TB yang tidak menjalani perawatan.
“Melihat kondisi tersebut, kami sadar bahwa penting untuk memberi pelatihan kepada para peserta dan mempersiapkan mereka untuk menjadi konselor MDR TB di tempat mereka bekerja dan mengajar di provinsinya. Sehingga mereka nantinya diharapkan dapat berkarya dan mendukung upaya pemerintah di tempat mereka berasal dengan membentuk dan mengedukasi konselor-konselor baru mengenai MDR-TB,” tambah Devy.
Sejak tahun 2015, PT Johnson & Johnson Indonesia telah terlibat dalam program pemberantasan TB. Selain itu, untuk meningkatkan dan mengembangkan kapasitas para tenaga kesehatan Indonesia mengenai MDR-TB, Johnson & Johnson juga telah melakukan lokakarya MDR-TB, Training of Trainer MDR-TB, symposium MDR-TB tingkat lokal dan regional.
Dalam hal pengobatan MDR-TB, pada tahun 2015-2019, Johnson & Johnson telah mendonasikan obat Bedaquiline untuk lebih dari 4.000 pasien di Indonesia. Sedangkan untuk monitoring pengobatan, Johnson & Johnson mendonasikan alat Elektrokardiogram (EKG) dan Audiometri di lima belas area di Indonesia dengan beban MDR-TB tertinggi, guna mendukung pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk pasien MDR-TB.
Devy menambahkan, melalui sejumlah inisiatif yang telah kami lakukan di masa lalu dan sekarang, kami berharap masyarakat Indonesia menjadi lebih paham mengenai gejala, pencegahan, pengobatan dan perawatan pasien TB, terutama MDR-TB.
"Dengan adanya ToT ini, kami berharap para konselor MDR-TB ini dapat membantu untuk mengedukasi masyarakat/pasien secara luas dan merata, sehingga diharapkan kasus MDR-TB dapat lebih awal ditemukan dan pasien terdorong untuk melakukan pengobatan serta patuh menjalani pengobatan sampai tuntas," jelas Devy.