Bantul, Gatra com - Sekretaris Jenderal Gerakan Masyarakat Yogyakarta Melawan Intoleransi (Gemayomi) Lili Krismantoro Putra menilai banyak warga tak tahu ajaran agama Utiek Suprapti. Akibatnya, saat ia dan paguyubannya menggelar acara doa pada Selasa (12/11) di Mangir Lor, Sendang Sari, Pajangan, Bantul, kegiatan itu ditolak warga.
“Utiek adalah pemeluk Hindu aliran Siwa-Budha. Jika di Jawa lebih dekat dengan agama Budha. Di Bali sendiri Hindu-Siwa diakui keberadannya,” jelas Lili usai menghadiri rapat koordinasi penyelesaian kasus penolakan acara doa tersebut, di kantor Bupati Bantul, Senin (18/11).
Menurutnya, pendeta Hindu Ida Begawan Manuaba dan Pandita Padma Wiradarma dari Budha yang hadir di acara itu tidak salah. Selama ini masyarakat belum banyak tahu tentang ajaran aliran tersebut.
Lili juga menyatakan penolakan kegiatan doa itu tidak terkait perebutan situs peninggalan leluhur warga Mangir. Ia membenarkan pada 2012, Utiek sempat memindahkan yoni di dekat rumahnya untuk dirawat.
“Dukuh lama mengizinkan, tapi karena tidak dibicarakan dengan warga sempat terjadi gejolak dan bisa diselesaikan kekeluargaan dengan mengembalikan yoni ke tempat semula. Dari situ kemudian Utiek mendirikan sanggar pemujaan keluarga dan diberi nama Maha Lingga Padma Buana,” katanya.
Lili bersyukur atas sejumlah kesepakatan yang dicapai dari rapat ini. Antara lain Utiek mengkoordinasikan kegiatan agamanya dengan lembaga Parisada Hindu Dharma Indonesia dan membubarkan Paguyuban Padma Buana. Pasalnya sampai sekarang pendaftaran paguyuban itu sebagai sebuah kepercayaan belum disetujui Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI).
Dengan begitu, segala kegiatan ibadah di sanggar pemujaan milik keluarga Utiek akan dikoordinasikan dan dibicarakan dengan PHDI.
“Yang perlu diketahui, Utiek sebenarnya sejak 2012 lalu telah berada di bawah bimbingan Ida Begawan Manuaba untuk menjalani proses menjadi pendeta perempuan Hindu,” ujarnya.
Gemayomi berharap kesepakatan tersebut bisa meluruskan kabar soal penolakan kegiatan doa sebagai tindakan intoleransi. Menurut dia, rapat menyepakati penyebab utamanya tindakan itu adalah miskomunikasi atau salah paham.
Ketua I PHDI DIY Made Astra Tanaya menyambut baik kesepakatan dari rapat itu. Ia yakin kesepakatan ini akan menyelesaikan persoalan dan mengembalikan kerukunan umat beragama.
“Memang benar kegiatan pada minggu lalu adalah piodalan. Tapi ada penolakan dari masyarakat karena dilakukan atas dasar pemberitahuan saja bukan perizinan. Di situlah letak miskomunikasinya,” ucapnya.
PHDI akan membantu Utiek dan keluarga untuk mengurus semua izin ke semua pihak jika akan melaksanakan acara keagamaan Hindu, terutama jika mendatangkan banyak orang.
“Tadi Bupati juga berjanji akan membantu sepenuhnya. Terlebih pengurusan izin di Bantul gratis dan tidak ribet,” katanya.