Karanganyar, Gatra.com - Pemerintah Kabupaten Karanganyar membebaskan penarikan retribusi masuk obyek wisata religi Candi Ceto dan Candi Sukuh bagi pemeluk agama Hindu yang berniat beribadah.
Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karanganyar, Titis Sri Jawoto mengatakan pembebasan tiket bagi pemeluk agama Hindu yang beribadah di dua candi tersebut mulai diberlakukan awal 2020.
Sebelumnya, Pemkab Karanganyar yang mengelola retribusi tiket masuk candi dikomplain salah satu pengunjung karena menarik ongkos saat ia hendak beribadah di Candi Sukuh. Padahal sesuai pemahaman pengunjung tersebut, pemerintah seharusnya mengecualitan hal itu bagi jemaah yang ingin beribadah ke tempat suci.
Karena komplain itu viral di media sosial, langsung kita sikapi. Memang dalam perjanjian pengelolaan Candi Ceto dan Sukuh tidak ada klausul yang berisi pengecualian penarikan retribusi untuk umat. Jadi, semua diperlakukan sama. Yakni ditarik retribusi, katanya kepada Gatra.com, Jumat (17/1/2020).
Titis mengatakan pembebasan tiket masuk bagi umat Hindu telah dikomunikasikan ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah selaku mitra pengelolaan. BPCB pun tengah berkonsultasi untuk mencari solusi. Sebab, di candi lain pun diterapkan penarikan retribusi bagi pengunjung tanpa pengecualian. Di Candi Ceto, wisatawan domestik ditarik Rp10 ribu per orang sedangkan mancanegara Rp30 ribu.
Usai ketentuan itu diberlakukan, umat Hindu diminta menunjukkan identitasnya berupa KTP kepada petugas loket. Diharapkan, petugas dapat memilah pengunjung yang sekadar wisata atau keperluan keagamaan. Jika datangnya lebih dari 10 orang, ketua rombongan diminta membuat surat pernyataan bahwa sedang dalam misi keagamaan sehingga perlu pembebasan tiket masuk candi.
Pembebasan tiket ini tidak berdampak signifikan bagi pemasukan kas daerah sektor itu. Nantinya, klausul baru akan diterbitkan sekitar pertengahan tahun atau akhir tahun 2020 dengan memasukkan semua perkembangan di lapangan, katanya.
Pada bagian lain, ia meyakini peribadatan di candi ditoleransi semua pihak. Sehingga, tidak perlu sterilisasi saat perayaan atau upacara keagamaan.
Pengunjung bisa masuk saat ada upacara keagamaan. Pemangkunya dan pengungjung saling memahami agar tidak saling bersinggungan, katanya.