Jakarta, Gatra.com - Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 relatif baik dibandingkan dengan negara-negara G20 lainnya.
Ia membandingkan, negara Cina misalnya, yang diprediksi di awal tahun 2019 akan tumbuh 6,9 persen, nyatanya hanya mampu tumbuh 6,1 persen.
Sementara itu, India juga mengalami tekanan yakni 7,23 persen, dari prediksi 8,25 persen. "Turkey juga memasuki keadaan yang sulit. Secara keseluruhan perekonomian 5,02 relatif baik," kata Arif kepada awak media di Wisma Negara, Jakarta, Selasa (10/2).
Selain itu, kata Arif, pertumbuhan 5,02 persen tidak tumbuh begitu saja secara natural, melainkan tumbuh berkualitas berkat ada bauran kebijakan yang menggerakan sektor riil.
Di sisi lain, lanjutnya, meski ekspor secara volume naik 9,82 akan tetapi secara nilai mengalami kontraksi, karena memang harga komoditas turun. "Hal ini yang kemudian turun. Jadi, ini penurunan dikarena situasi menurun harganya. Jadi ini akibatkan tekanan ekonomi kita. Walau volume meningkat, tapi secara nilai ada kontraksi karena harga komoditas," ujarnya.
Selanjutnya, Arif mengatakan, pada tahun 2019 Pemerintah juga berhasil mengendalikan impor dengan baik, terutama impor migas. Sebab, impor migas kontribusinya mencapai 12 sampai 13 persen dalam struktur impor.
"Impor kita didominasi bahan baku dan bahan penolong di atas 70 persen. Bahan baku contohnya, peresmian extended operation PT Chemical di Banten, adalah bagian untuk menekan bahan baku," ungkapnya.
"Ini nanti akan membantu untuk memberikan TKDN di industri otomotif. Karena Presiden mengarahkan pengembangan sektor berusaha, penanam modal baik yang sifatnya direct langsung dari luar ngeri. Mengarah menghasil devisa, subsitusi impor," tambahnya.