Jakarta, Gatra.com - DPR kembali melakukan rapat gabungan (Rakergab) yang dihadiri oleh Komisi II, VIII, IX dengan Menko PMK, Kemendagri, Menkes, Menkeu, Mensos, Kepala BPKP, Kepala DJSN, Kepala BPS dan Dirut BPJS.
Dalam rapat tersebut, Komisi IX masih menolak iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk tidak dinaikan. Sebab, kenaikan iuran dinilai dapat memberatkan peserta non-Penerima Bantuan Iuran (PBI) yakni kelas III Peserta Bukan Penerima Upah atau Bukan Pekerja (PBPU/BP) yang sebagian besar adalah masyarakat tidak mampu.
Meski, pemerintah tetap memberlakukan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 dengan menaikan besaran iuran hingga 100 persen. Sembari mengikuti Perpres yang sudah ditetapkan, pemerintah juga akan melakukan pembersihan data (cleansing data).
"Pembersihan data (cleansing data) akan kita selesaikan secepatnya. Kalau memang nanti solusinya memasukan peserta kelas III ke dalam PBI, akan segera kita lakukan jika itu sudah menjadi keputusan bersama," kata Menko PMK, Muhadjir Effendy usai Rakergab di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (18/2).
Adapun Mensos, Juliari Batubara mengatakan, sebanyak 19 juta orang yang termasuk dalam kelas III mandiri berpotensi untuk pindah menjadi PBI, apabila mereka masuk dalam standar sebagai warga yang tidak mampu.
"Dari yang 19 juta ini semuanya tidak ada di dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Tadi kan usulannya bagaimana yang 19 juta itu bisa masuk ke DTKS kan gitu. Kalau masuk DTKS berarti dibayar oleh negara, tapi harus dilihat belum tentu seluruhnya, 19 juta ini adalah orang miskin," ujarnya.
Iuran JKN telah resmi mengalami kenaikan sejak 1 Januari 2020, yakni dengan ditekennya Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 dengan tarif PBI naik dari Rp23.000 menjadi Rp42.000 per jiwa per bulan.
Sedangkan, untuk kelas III mandiri naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000 per jiwa per bulan. Kemudian, kelas II naik dari Rp51.000 menjadi Rp110.000 per jiwa per bulan dan kelas I naik dari Rp80.000 menjadi Rp160.000 per jiwa per bulan.