Batam, Gatra.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (RI) menetapkan empat pejabat aktif Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai (BC) Batam, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan importasi tekstil pada Direktorat Jenderal Bea Cukai periode 2018 sampai dengan 2020.
Korp Adiyaksa tersebut, terus menggali informasi dan bukti dari para tersangka, selain itu beberapa saksi juga diperiksa untuk dimintai keterangan terkait pelanggaran kewenangan ekspor-impor ratusan kontainer tekstil tersebut. Kepala KPU Bea dan Cukai Tipe B Batam, Susila Brata juga turut diperiksa sebagai saksi, Ia diperiksa terkait kewenangan beberapa pejabat utama Bea dan Cukai mengeluarkan izin aktifitas ekspor impor yang merugikan negara.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Kepatuhan dan Layanan Informasi (BKLI) Bea Cukai Batam, Sumarna menegaskan, kalau pihaknya sangat mendukung penuh seluruh proses dimulainya tahap penyelidikan hingga keluarnya surat perintah penyidikan kasus ini.
Menurutnya, masih terlalu dini untuk membicarakan kasus ini maupun soal keterlibatan para pejabat tinggi di jajarannya yang merupakan, satu orang Kepala Bidang (Kabid) berinisial Mm, dan tiga orang Kepala Seksi (Kasi) berinisial Da, Haw dan Ka. "Terkait penetapan tersangka, kita ikuti saja proses yang berlangsung yang tengah dilakukan oleh instansi yang berwenang," kata Sumarna.
Dirinya enggan berspekulasi, terkait dugaan apakah ada pejabat lain yang selevel atau di atas ikut terlibat ataupun sekadar mengetahui kongkalikong antara pemegang kewenangan dan pengusaha dalam tindak kejahatan yang sudah merugikan negara dan berlangsung selama 2 tahun ini.
Melainkan dia hanya menyebut kalau koordinasi antara pejabat tertinggi ke bawah selama ini berjalan otomatis sebatas formalitas, mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang telah mencakup aktifitas masing-masing para pejabat.
"Kalau namanya pelayanan dokumen kepabeanan sudah ada SOP, dan tentu telah mencakup aktifitas yang dilakukan dan kewenangannya kepada jabatan siapa. Nah soal koordinasi juga sesuai SOP itu," ucapnya, Rabu (1/7) di Batam.
Ketika ditanyakan perihal apakah memang ada celah yang dapat dimanfaatkan dalam penyalahgunaan wewenang ini, sehingga lolos selama 2 tahun dari sepengetahuan pimpinan. Sumarna mengaku untuk sementara pihaknya belum dapat menjawab hal ini.
Sebaliknya dia menjelaskan, kalau rule penekenan dokumen pabean ini dasarnya bersifat transaksional, dengan level pemutus teratas cukup di Kepala Seksi (Kasi) saja. Bahkan ungkapnya, bisa dilakukan pejabat selevel tanpa perlu ada laporan kepada pimpinan.
Kendati demikian Sumarna memastikan, bahwa mekanisme pengawasan dari pimpinan teratas ke bawah tentunya pasti ada. Hanya saja dia tidak langsung mengintruksi keputusan yang dibuat oleh pejabat fungsional. "Pengawasan di sini sifatnya manajerial. Jadi juga tidak langsung terkait dengan pemutusan pertransaksi dokumen," jelasnya.
Selanjutnya mengenai perkiraan kerugiaan negara akibat modus pengurangan bea masuk ini seperti diketahui masih dalam perhitungan. Sedikitnya negara rugi atas masuknya 556 kontainer bermuatan tekstil tanpa membayar nilai pabean dengan total yang wajib dibayarkan.
"Penghitungan bea masuk tidak bisa dihitung per-kontainer, cara hitungnya perjenis barang dan dia punya tarif sendiri. Hal ini juga telah tertuang dalan PMK nomor 160 tahun 2010," tutupnya.