Tegal, Gatra.com - Wayang suket (suket : rumput) selama ini belum banyak dikenal oleh masyarakat. Sebagai warisan budaya, eksistensi wayang suket kalah dengan wayang kulit.
Hal ini mendorong pembuat wayang suket dan pendiri Wayang Suket Indonesia, Gaga Rizki (30) bersama rekannya, Raka Munggar (25) berkeliling Pulau Jawa menggunakan sepeda motor untuk mengenalkan wayang suket.
Salah satu kota yang disinggahi yakni Kota Tegal, Jawa Tengah. Bertempat di Spasi Creative Space, Jalan Sawo Barat, Kelurahan Kraton, Kecamatan Tegal Barat, Gaga dan Raka mengisi workshop pengenalan dan pembuatan wayang suket, Selasa (3/11) sore.
Workshop tersebut diikuti peserta dari berbagai kalangan, seperti anak-anak, mahasiswa, seniman, hingga guru. Mereka antusias belajar pembuatan wayang suket.
Gaga Rizki mengatakan, misi yang dibawanya dalam berkeliling Pulau Jawa menggunakan sepeda motor adalah melestarikan wayang suket sebagai warisan budaya bangsa.
"Tujuannya kita membawakan kembali dan memperkenalkan wayang suket. Target kita lebih ke anak sekolah, cuma karena pandemi corona, sekolah libur, maka dibelokkan sedikit ke sanggar, public space. Tapi kita inginnya tetap ke generasi muda dan tidak menutup kemungkinan juga ke semua umur." katanya.
Touring tersebut digelar mulai 26 Oktober hingga 26 Desember. Dimulai dari Solo, Gaga dan Raka akan menyambangi 20 kota di Pulau Jawa, di antaranya Semarang, Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta dan Malang.
Di kota-kota yang disinggahi, selain menggelar workshop pengenalan dan pembuatan wayang suket, Gaga dan Raka juga menggelar pertunjukan dan pameran wayang suket.
"Kami memilih wayang suket karena wayang suket itu tidak begitu terekspose dibanding wayang kulit. Padahal wayang suket adalah warisan bangsa kita. Wayang suket sudah ada dari jaman dulu sekali. Sayang kan kalau wayang suket ini hilang begitu saja," ujar Gaga.
Menurut pria yang juga dalang wayang suket itu, perbedaan wayang suket dengan wayang lainnya terletak pada pakem. Wayang suket lebih fleksibel ketika dipentaskan.
"Kalau wayang suket benar-benar tidak ada pakemnya. Ceritanya, dia biasanya membawakan, cerita lokal, cerita rakyat setempat. Dan bentuknya pun hanya terdiri dari empat. Laki laki halus, laki laki gagah, wanita sama anak anak. Itu bentuk basic-nya," jelasnya.
Salah satu peserta workshop, Nur Hamidah (40) mengaku tertarik mengikuti workshop karena sudah menyukai wayang sejak kecil.
"Ketika kecil selalu didengarkan cerita wayang-wayang oleh mbah saya. Wayang itu punya filosofi tersendiri, khususnya untuk masyarakat Jawa," ujar dia.
Nur Hamidah yang merupakan seorang guru turut mengajak serta anaknya saat workshop. Dia berharap sang anak bisa mengenal wayang sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia sejak dini.
"Wayang itu sekarang sudah mulai luntur khususnya di masyarakat Jawa sendiri. Jadi saya sengaja mengajak anak saya ke sini untuk memperkenalkan budaya ini. Bahwasanya wayang itu adalah budaya yang adiluhung, menanamkan nilai-nilai kebaikan," ucapnya.