Jakarta, Gatra.com - Ujaran bernuansa rasisme dikhawatirkan berdampak pada meruncingnya perbedaan di masyarakat. Keberanian aparat penegak hukum memproses pelaku secara imparsial, tanpa memandang siapa dan berafiliasi pada kekuatan politik manapun, dinantikan publik. Ini juga menjadi tantangan yang harus dijawab Kapolri baru.
Kasus ujaran bernuansa rasisme teranyar menimpa mantan Komisioner Komnas HAM RI asal Tanah Papua, Natalius Pigai. Perlakuan rasis di media sosial terhadap Pigai bahkan bukan kali pertama. Para pelakunya juga secara terbuka menyatakan diri berafiliasi pada politik tertentu.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Maneger Nasution, menegaskan, LPSK siap melindungi saksi dan korban pada kasus ujaran rasisme sesuai peraturan perundang-undangan. Dengan adanya perlindungan, diharapkan saksi maupun korban ujaran rasisme akan berani "bersuara' dan memperjuangkan keadilan.
"Tindakan dan ujaran rasisme terhadap siapapun dan dengan dalih apapun, di samping penistaan terhadap kehormatan kemanusiaan, juga ahistoris dan pengingkaran terhadap sejarah bangsa Indonesia sendiri sebagai bangsa yang majemuk, multikultur," kata Nasution melalui siaran pers yang diterima Gatra.com, Kamis (28/1).
Menurut Nasution, para pelaku ujaran rasisme tidak boleh diberi ruang. Perbuatan itu dapat memecah persatuan bangsa. "Pelaku harus segera meminta maaf secara terbuka kepada Pigai dan publik Indonesia, khususnya rakyat Papua, serta berjanji tidak akan mengulangi hal yang sama di masa mendatang," pinta Nasution.
Nasution juga mendorong kepolisian responsif dan progresif untuk menuntaskan kasus tersebut. Dia mengingatkan, keterlambatan penanganan aksi rasis seperti pada tahun 2019 lalu, yang akhirnya memicu protes besar warga Papua selama berbulan-bulan. "Pada tahun itu, korban rasisme adalah orang Papua di asrama mahasiswa Surabaya. Kita tentu tidak berharap situasi demikian," imbuh Nasution.
Selain itu, Nasution mendorong Komnas HAM menggunakan mandatnya melakukan pemantauan terhadap kasus bernuansa rasisme sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
"Khusus kepada penegak hukum agar dapat memberikan sanksi tegas bagi para pelaku rasisme oleh siapapun, terhadap siapapun, dan dengan dalih apapun," ujarnya.