Tigray, Gatra.com - Sekitar 350.000 orang di wilayah Tigray yang diperangi di Ethiopia tengah menghadapi "bencana" kekurangan pangan, menurut sebuah analisis oleh badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kelompok bantuan lainnya.
"Sekarang ada kelaparan di Tigray," kata Kepala Bantuan PBB, Mark Lowcock, seusai merilis laporan terkait hal itu pada hari Kamis, (10/6) seperti dilansir dari stasiun berita Al Jazeera pada Kamis, (10/6).
"Jumlah orang dalam kondisi kelaparan lebih tinggi daripada di mana pun di dunia. Setiap saat, sejak seperempat juta orang Somalia kehilangan nyawa pada 2011," tambahnya.
Mark mengatakan, lebih dari dua juta orang hanya tinggal selangkah lagi masuk ke kondisi ekstrem itu. Dan menyesali, bahwa faktanya beberapa badan utama PBB yang berusaha mengatasi krisis pada dasarnya tidak memiliki uang.
Peringatan itu datang ketika Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) mengeluarkan permohonan yang berapi-api untuk upaya internasional yang lebih besar, guna mengatasi krisis di wilayah tersebut. Di mana, lebih dari 90 persen penduduknya membutuhkan bantuan pangan darurat.
"Kelaparan mungkin sudah terjadi di daerah-daerah tertentu, mengancam kehidupan ratusan ribu orang. Itu tidak masuk akal," ujar Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield.
Ia menuturkan pada acara diskusi, bahwa ia mengecam kegagalan Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan pertemuan publik guna mengakhiri krisis tersebut.
Sementara itu, kata para diplomat, Dewan Keamanan akan membahas konflik pada hari Selasa, (15/6) tetapi sesi itu akan diadakan secara informal karena Ethiopia menolak bila DK campur tangan menangani masalah itu. Linda juga menyebut taruhannya tinggi, karena PBB butuh lebih dari 200 juta dolar Amerika Serikat (setara dengan 2,8 triliun rupiah) untuk meningkatkan responsnya.
"Kami menyaksikan mimpi buruk kemanusiaan. Kita tidak bisa membiarkan Ethiopia kelaparan. Kita harus bertindak sekarang untuk menyelesaikan kondisi darurat buatan manusia," imbuhnya.
Adapun Amerika Serikat telah mengumumkan dana tambahannya sebesar 181 juta dolar AS (setara dengan 2,5 triliun rupiah) untuk memberikan makanan yang dapat menyelamatkan jiwa, persediaan di bidang pertanian, air minum yang aman, tempat tinggal, perawatan kesehatan serta layanan penting kepada mereka yang membutuhkan di Tigray.
Akan tetapi di samping itu, organisasi bantuan internasional telah berulang kali mengeluh bahwa mereka ditolak aksesnya ke wilayah tersebut oleh pasukan Ethiopia dan pasukan dari negara tetangga Eritrea.
Untuk menghindari bencana kemanusiaan, seluruh komunitas internasional harus bertindak secara langsung dan tidak langsung, cepat dan kuat, ucap Komisaris Manajemen Krisis Uni Eropa, Janez Lenarcic.
Untuk diketahui, pertempuran di Tigray pecahnya pada November 2020 lalu antara pasukan pemerintah dan mantan partai yang memerintah di kawasan itu, the Tigray Peoples Liberation Front atau Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF). Kekerasan ini telah menewaskan ribuan warga sipil dan memaksa sekitar dua juta orang meninggalkan rumah mereka di wilayah pegunungan.