Jakarta, Gatra.com – Kenyataan bahwa Hepatitis B masih menjadi penyakit serius di Indonesia, mendorong Institut Teknologi Bandung (ITB) mengembangkan Kit Diagnostik Pendeteksi Hepatitis B. Pengembagan ini sekaligus mendukung kemandirian alat kesehatan tanah air yang saat ini 94 persennya masih didominasi impor.
Peneliti Utama Pengembagnan Kit Diagnostik Hepatitis B, Ernawati Arifin Giri Rachman menyebut pengembangan kit dilakukan berbasis Enzyme-Linked Immunosorbent Assay atau ELISA. Kelebihan ELISA ini salah satunya memiliki tingkat spesifisitas dan sensivitas yang tinggi yakni mencapai angka 95 persen dan 96,7 persen
“Kit ini bekerja berdasarkan interaksi antara protein yang terdapat dalam agen penyebab penyakit dengan antibodi yang spesifik terhadap protein tersebut. Sehingga kalau dilihat yang bekerja adalah interaksi spesifik antara protein terhadap antibodi yang spesifik terhadap protien tersebut,” jelas Ernawati webinar Inovasi Alat Kesehatan STEI-ITB, Sabtu (21/8).
Dia menjelaskan keunggulan ELISA lainnya adalah bisa digunakannya kit untuk melakukan deteksi dini. Dia menyebut, deteksi bisa dilakukan dalam 2 macam, yakni bisa deteksi terhadap antibodi yang bisa diunakan untuk mendeteksi keberhasilan vaksinasi dan mendeteksi antigen dalam protein agen pengindeksi.
“Kalau orang sudah divaksin maka ada antobidi yang terbentuk itu bisa terdeteaksi. Atau bisa mendeteksi agen penyebab infeksinya, yakni dengan menggunakan deteksi antigen berupa protein agen penginfeksi tersebut,” kata Ernawati.
Rencana lanjutan dari pengembangan Kit berbasis ELISA ini pun, dapat juga dikembangkan untuk penyakit infeksi maupun non infeksi. Misalnya, pengembangannya juga bisa dilakukan untuk mendeteksi penyakit lainnya seperti HIV, Dengue, dan Covid-19.
“Jadi berdasarkan teknologi Elisa, ini kita juga mengembangkan pada teknologi penyakit lainnya. Saat ini pun validasi produk kit ini masih dalam proses dan kami akan kerja sama dengan RS Hasan Sadikin lab patologi klinik, disitu akan dilakukan pengujian validasi,” ujarnya.