Home Ekonomi Laris Manis Rumah Subsidi BTN, Diburu hingga Pinggiran Yogyakarta

Laris Manis Rumah Subsidi BTN, Diburu hingga Pinggiran Yogyakarta

Yogyakarta, Gatra.com – Tidak terjangkaunya harga tanah untuk rumah subsidi, khususnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, menjadikan pengembang di Daerah Istimewa Yogyakarta membidik tiga kabupaten lainnya sebagai lokasi perumahan bersubsidi.

Meski di kawasan yang terpinggirkan, peminat rumah subsidi tiada pernah mati. Di Kabupaten Bantul, pengembang masih menjadikan wilayah Kecamatan Pajangan dan Sedayu sebagai lokasi baru perumahan bersubsidi.

Di Kulonprogo, Kecamatan Sentolo dan Pengasih jadi pilihan. Adapun di Kabupaten Gunungkidul, pengembang masih memprioritaskan tanah-tanah dalam radius 3-5 kilometer dari Kota Wonosari.

“Pemilihan lokasi yang berjarak dari Kota Yogyakarta menjadi pilihan paling rasional untuk pengembangan rumah subsidi. Harga tanah yang semakin tinggi menjadi faktor utama,” kata Manager Marketing PT Biva Karya Jaya, Indah Wahyuni, kepada Gatra.com, Rabu (2/2) lalu.

PT Biva adalah pengembang rumah subsidi di Bantul dan Kulonprogo. Tahun ini PT Biva membangun Griya Asri Sendangsari yang berada di timur Puskesmas Pajangan, Bantul. Perumahan ini berjarak tujuh kilometer dari Kota Bantul dan 20 kilometer dari Kota Yogyakarta.

Dengan harga tanah yang masih terjangkau, Indah mengatakan, wajar bila lokasi pembangunan rumah subsidi di Bantul terletak di atas perbukitan atau di lokasi terpencil. Kompleks Griya Sendangsari misalnya, masuk lebih dari 500 meter dari jalan utama.

Namun kondisi itu belum seberapa jika dibandingkan dengan kompleks Ndalem Pulosari, juga Desa Sendangsari, yang lebih jauh dari pusat keramaian. Lokasinya satu kawasan dengan objek wisata air terjun Pulosari yang masih hijau.

Saat Gatra.com menelusurinya, perumahan Ndalem Pulosari berada sejauh dua kilometer di sebelah barat dari pusat kerajinan batik kayu Desa Krebet ke arah barat. Menyusuri jalan menuju perumahan tersebut serasa berada di jalur yang tepat untuk jogging dan bersepeda. Suasana sepi, rimbun oleh pepohonan, dan masih berhawa segar.

“Dikembangkan 2017 lalu, awalnya saya pesimis, apakah rumah yang kami bangun di sini laku. Jalannya saat itu masih tanah dan lokasinya nyempil. Nyatanya dalam empat bulan, 67 unit rumah seharga Rp135 juta dengan tipe 30/60 ludes,” jelas Indah.

Tingginya peminat rumah subsidi menurut Indah karena banyak orang DIY yang ingin memiliki rumah namun terbatas pendapatannya. Pembeli didominasi oleh keluarga muda yang ingin mandiri dan bekerja di Kota Yogyakarta.

“Selama pandemi, bukan soal penurunan peminat yang kami alami. Tapi lambatnya proses perizinan dari pemerintah daerah. Ini berdampak pembangunan tertunda. Kalau peminat, ramai terus,” jelasnya.

Sebagai gambaran lain tingginya peminat rumah bersubsidi di Bantul, Indah mengatakan, dari 196 unit rumah tipe 30/60 yang ditawarkan di Griya Asri Sendangsari seharga Rp155 juta, 80 unit terjual dalam lima bulan ini.

Sebelumnya, 300 rumah subsidi yang disediakan pengembang tersebut di Ndalem Guwosari, masih di Kecamatan Pajangan, juga laris dalam enam bulan.

Indah mengatakan saat ini pihaknya masih menjadikan Kecamatan Pajangan, Bantul, sebagai wilayah pengembangan untuk pembangunan perumahan subsidi. Perusahaannya belum berpikir untuk menggarap Bantul bagian selatan atau kawasan pantai.

“Kami masih menargetkan yang dekat dengan (pusat) kota Bantul. Selama margin keuntungan ada, harga (tanah) sedikit mahal tidak masalah, karena bisa dipangkas dari progres penjualan. Buat apa kejar tanah murah, namun lambat penjualannya. Itu memperlambat neraca keuangan perusahaan,” lanjutnya.

Dari Bantul, Gatra.com melihat perkembangan perumahan subsidi di kawasan yang kerap disebut ‘lantai dua Yogyakarta’ alias Kabupaten Gunungkidul. Ternyata lima tahun terakhir, perkembangan perumahan di Bumi Handayani bertambah pesat dan didominasi rumah bersubsidi.

Gatra.com bertemu Komisaris PT Sudibyo Timbul Sukses (STS), Debby Laura Sari. PT STS merupakan pemain pertama perumahan bersubsidi di Gunungkidul sejak 2017. Tercatat ada tiga perumahaan bersubsidi yang sedang dikerjakan saat ini.

“Rata-rata lokasinya tidak jauh dari Wonosari. Kami memprioritaskan lahan dalam radius tiga kilometer. Ini daya tawar kami ke konsumen,” kata Debby, Jumat (4/2).

Menurutnya, rumah subsidi di Gunungkidul tidak pernah sepi peminat. Konsumennya terutama dari warga Gunungkidul yang setiap hari 'nglaju' ke Kota Yogyakarta untuk bekerja dan pulang sore harinya. Mereka tidak mampu membeli rumah di Kota Yogyakarta. Tingginya pasar perumahan di Gunungkidul, bahkan membuat persaingan antar-pengembang semakin ketat dalam tiga tahun terakhir.

“Kenapa peminatnya tinggi, karena banyak masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang butuh rumah tapi tidak punya dana. Rumah subsidi kan apa-apanya dibantu pemerintah. Mulai dari uang muka rendah, angsuran tetap, dan jaminan hanya sertifikat saja,” jelasnya.

Tidak hanya menawarkan kedekatan lokasi dengan pusat keramaian di Gunungkidul, Debby menjamin pembeli juga memperoleh tipe dan kualitas bangunan yang berbeda dari rumah bersubsidi di Bantul dan Kulonprogo. Ini merupakan bentuk kompensasi dari harga tanah yang masih murah.

“Kami mengandalkan (rumah) dekat dengan pusat kota. Sama bangunannya juga (lebih baik), karena rumah untuk seumur hidup. Dekat dengan jantung kota, tapi kalau bangunan ecek-ecek ya percuma,” katanya.

Ia mengatakan, rumah yang ditawarkan bertipe 36/60 dengan harga saat ini Rp155 juta. Pembeli di awal cukup membayar biaya pesan tempat Rp1 juta. Meski rumah bersubsidi, Debby menjamin kualitas rumah setara dengan rumah cluster platinum.

Sebagai gambaran tingginya peminat dan kualitas rumah bersubsidi yang dibangun PT STS, Debby mempersilakan Gatra.com melihat sendiri Perumahan Amalia Regency di Desa Karangrejek, Kecamatan Wonosari. Lokasi ini berjarak 500 meter dari jalan raya Baron Km 2. Mulai dibangun Juni tahun lalu, dari 100 unit yang ditawarkan, saat ini hanya tersisa kurang dari 13 unit rumah yang belum terjual.

“Di Gunungkidul, soal pengurusan administrasi kami tidak menemui kendala. Tapi dari pusat itu yang kami keluhkan, terutama soal kuota rumah bersubsidi yang sering kali kami kehabisan,” ujarnya.

Ditemui di teras rumahnya di Perumahan Amalia Regency, Rustam Effendi bersyukur bisa mendapatkan rumah subsidi dengan kualitas yang layak dibandingkan dengan rumah subsidi lainnya di Gunungkidul.

“Saya setahun terakhir ini berburu rumah. Apa yang saya dapatkan di sini kualitasnya layak, beda dengan beberapa rumah yang saya kunjungi. Beberapa tidak layak huni,” kata pria yang bekerja di Kota Yogyakarta ini.

Dengan angsuran Rp1,2 juta sebulan dan tenor pinjaman 15 tahun, menurut Rustam, BTN telah membantu dirinya untuk mendapatkan rumah. Berbekal uang Rp6 juta untuk uang muka dan pengurusan administrasi pertanahan, Rustam memiliki rumah idaman dengan kekuatan hukum untuk keluarganya.

Tingginya peminat rumah di Daerah Istimewa Yogyakarta ini juga disampaikan Direktur Utama PT Jayaland Sejahtera, Rony Wijaya Indra Gunawan. Meski tidak menawarkan rumah subsidi, Rony mengakui peminat rumah dengan harga Rp300-600 juta di DIY masih tinggi di masa pandemi.

“Berbeda dengan membeli apartemen atau rumah susun. Selama masih ada lahan yang diperuntukkan untuk rumah tapak, saya kira masih akan ada peminat karena merupakan investasi yang tidak akan pernah turun. Ibarat orang tidak ada matinya,” katanya.

Branch Manager PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Kantor Cabang Yogyakarta, Dyah Respati Woro Haniswari, membenarkan tingginya minat rumah bersubsidi di DIY. Hal ini karena rumah merupakan kebutuhan utama dari semua kebutuhan lainnya. Kepemilikan rumah pun bisa didapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

“Rumah subsidi sendiri saat ini tersedia dengan lokasi yang jaraknya lebih jauh dari rumah non-subsidi. Hal ini karena harga lahan yang ada, yang menjangkau terhadap kriteria aturan maksimal harga rumah subsidi, bisa dijangkau pada daerah-daerah tertentu dengan harga lahan yang masih murah,” kata dia dalam keterangan tertulis kepada Gatra.com.

BTN, menurut Dyah, juga mengedukasi dan memberikan masukan kepada calon konsumen yang akan membeli rumah. BTN akan memberi pertimbangan lokasi rumah dengan jarak dari tempat kerja, harga yang sesuai kemampuan konsumen, kondisi lingkungan di sekitar perumahan, termasuk legalitas proyek dan perizinan dari rumah tersebut.

“Ada dua hal yang dapat meyakinkan pembeli untuk membeli rumah subsidi, yaitu kepastian mendapatkan rumah dengan kemampuan konsumen yang ada, dan juga angsuran yang murah di bandingkan dengan KPR Non-subsidi,” paparnya.

Apalagi dalam penjualan rumah bersubsidi, BTN telah memberi dukungan dalam hal kepastian hukum. Sejak 2017, untuk akad kredit rumah subsidi, BTN mewajibkan rumah konsumen sudah siap huni dan tidak kekurangan syarat administrasi apapun dari pengembang.

Tak heran dalam empat tahun terakhir pembiayaan rumah oleh BTN, termasuk untuk rumah bersubdisi, untuk wilayah DIY terbilang tetap tinggi kendati masuk masa pandemi. Jumlahnya mencapai kurang lebih 814 unit rumah dengan total kredit yang disalurkan Rp336,4 miliar.

1558