Kupang, Gatra.com - Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) NTT kembali mengajukan kain tenun ikat Sumba ke UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia. Ini adalah yang kedua kalinya setelah pada tahun 2013 lalu pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengajukan kain tenun Sumba ini ke UNESCO namun tidak membuahkan hasil.
“Tahun ini kami ajukan lagi kain tenun ikat Sumba ke UNESCO untuk dijadikan sebagai warisan dunia. Semoga pengajuan yang kedua kali ini berhasil, Untuk itu kami minta dukungan masyarakat NTT,” kata Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) NTT, Julie Sutrisno Laiskodat ( 25/2)
Ide kembali mengusulkan kain tenun Sumba khususnya Sumba Timur ke UNESCO ini jelas Julie pada tahun 2021 lalu. Saat itu ada kegiatan Dekranasda nasional dan Dekranasda NTT sebagai tuan rumah. Kegiatan tersebut dibuka Ibu Wapres, Wury Ma’ruf Amin.
“Saat itu bersama Ibu Wury menyepakati untuk mengajukan kembali kain tenun ikat Sumba ke UNESCO sebagai warisan budaya. Karena itu tahun kami mengajukan lagi. Kali saya optimis bisa berhasil,” jelas Julie yang juga politisi, anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem ini.
Lebih lanjut dia menjelaskan, karena tenun ikat banyak sekali di NTT sehingga tenun ikat Sumba yang menjadi perwakilan dari NTT. Dan tenun ikat Sumba dalam pengajuannya ke UNESCO digabungkan bersama dengan kain tenun dan budaya lainnya se Indonesia.
"Tempe, Reog Ponorogo dan Budaya sehat jamu sebagai nomasi tunggal, Tenun Ikat Sumba dan Ulos diusulkan sebagai Tenun Indonesia dan Kolintang diusulkan sebagai nominasi multinasional,” kata Julie.
Proses pengajuan untuk Tenun ikat Sumba kata Julie sudah selesai berproses di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pada Jumad tanggal 18 Februari 2022 sudah diumukan hasil seleksi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (Intangible Cultural Heritage of Indonesia).
"Jadi secara nasional kita sudah lolos dan nominasi inilah yang akan dimasukan ke UNESCO. Jika ada pertanyaan kenapa tenun ikat Sumba itu yang kami usulkan, karena variannya banyak dan sudah dikenal secara Internasional ,” tegas Julie.
Pengajuan tenun ikat Sumba ke UNESCO kata Julie memiliki banyak dampak yang luar biasa. Yakni melindungi kekayaan intelektual kain tenun yang dimiliki oleh daerah penghasil dari pemalsuan dan penggunaan tanpa ijin dari pihak-pihak yang tidak bertanggung.
Dampak lainnya, sebut istri Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat ini, akan mendorong pelestarian kebudayaan dan industri kreatif wilayah penghasil yang bermuara pada peningkatan perekonomian masyarakat.
"Juga memperkuat diplomasi perlindungan kekayaan intelektual di dunia internasional melalui world intellectual property organization dan trade intellectual property rights aggremet di WTO. Serta meningkatkan kebanggaan masyarakat penghasil tenun akan warisan kebudayaan. Hal itu akan meningkatkan apresiasi dari pemangku kepentingan, masyarakat umum dan konsumen akan tenun ikat," katanya.
"Saya minta dukungan seluruh masyarakat NTT untuk mendukung kain tenun ikat Sumba sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO. Ini link https://twb.nz/tenunikatsumbagoestounesco. Mohon dukungan dengan buka link diatas dan disebarkan," kata Julie
Untuk diketahui tenun Ikat Sumba merupakan jenis kain yang berasal dari Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Jenis dan corak kain itu sudah lama terkenal karena unik berdasarkan bahan yang digunakan, motif dan proses pembuatan yang memerlukan waktu relatif lama, yakni 4 sampai 6 bulan untuk sehelai kain tenun berukuran lebar.
Daya pikat tenun ikat tradisional terkenal sejak berabad-abad yang lalu, dan terus dijaga oleh para wanita Sumba. Mereka menangani seluruh proses tenun ikat mulai dari memilih motif, mempersiapkan bahan-bahan (benang, pewarna), proses penenunan sampai menghasilkan selembar kain.
Satu lembar kain lebar memerlukan 42 langkah. Persiapan dan proses pembuatan yang sekian lama membuat harga kain tenun menjadi relatif mahal. Mahalnya harga kain tenun ikat Sumba dipengaruhi juga oleh jumlah orang yang bekerja, yaitu satu helai tenun ikat Sumba biasa dikerjakan oleh 3 sampai 10 orang.
Ada orang yang mencari bahan, memintal benang, mewarnai benang, menenun, dan juga membuat motif. Sehingga 42 proses penyelesaian satu helai kain tenun bukanlah angka mengada-ada. Pekerjaan dimulai dari proses lamihi, yaitu proses memisahkan biji dari kapas hingga proses wari rumata atau proses penyelesaian.