Jakarta, Gatra.com – Kuasa hukum Lianawati Nurmawan, Rully Simorangkir, menilai putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) perkara No. 606/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Ut, absurd.
Rully menyampaikan, putusan tersebut absurd karena majelis hakim salah memahami Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah.
Karena gagal memahami, lanjut advokat dari Kantor Hukum RullySimo & Partners ini dalam keterangan pers, Jumat (9/9), majelis hakim mengesampingkan bukti-bukti otentik yang diajukan ke persidangan.
“Putusan hakim tidak sesuai dengan diktum gugatan yang dilayangkan oleh Lianawati Nurmawan [Penggugat]. Hakim mempersoalkan hal lain yang justru tidak menjadi substansi gugatan,“ ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam gugatan sangat jelas bahwa pihaknya meminta pengosongan sebuah rumah di bilangan Sunter yang telah dibeli Lianawati dari Hanapi Nurmawan.
Baca Juga: Hukuman Edhy Prabowo Disunat MA Karena Bekerja Baik, ICW: Benar-benar Absurd
Sementara majelis hakim, dalam amar putusannya, menyatakan bahwa surat kuasa yang diberikan Hanapi kepada Lianawati untuk menjual, mengalihkan, dan atau menghibahkan sebidang tanah berikut bangunan seluas 2.000 meter persegi yang terletak di bilangan Sunter, Jakarta Utara, kepada anaknya, tidak sah.
“Hakim memutuskan berdasarkan analisanya sendiri, di mana menyebut surat kuasa yang dibuat di Singapura itu adalah surat kuasa mutlak dan itu tidak sah, sesuai Inmendagri 14/1982,” ujarnya.
Menurut Rully, Inmendagri Nomor 14 Tahun 1982 bukan ditujukan untuk individu, melainkan kepada gubernur, wali kota, sampai camat sebagai instruksi untuk tidak menerima surat kuasa mutlak.
“Hakim hanya mempertimbangkan segala sesuatu yang diajukan oleh para pihak. Dalam perkara ini, para pihak tidak ada bicara tentang sah atau tidaknya jual-beli tersebut, melainkan pengosongan rumah,” tandasnya.
Selain itu, kata Rully, pembuktian dalam perkara perdata bersifat formal. Dalam hal ini, Penggugat membuktikan bahwa seluruh surat asli, baik Surat Kuasa, AJB, dan Sertifikat yang sudah balik nama. Juga telah terjadi pembayaran, termasuk bayar PPH dan BPHTB.
Sedangkan pihak Tergugat, kata dia, hanya membuktikan bahwa mereka membuat laporan polisi di Polda. "Semua bukti otentik yang diajukan tersebut sama sekali tidak dipertimbangkan. Hakim hanya berasumsi sendiri saja,” ujarnya.
Parahnya lagi, ujar Rully, pihaknya belum menerima salinan putusan yang dibacakan majelis hakim pada 9 Agustus lalu meski sudah dua kali melayangkan surat kepada PN Jakut untuk meminta salinan putusan tersebut.
“Mereka beralasan masih ada perbaikan. Mudah-mudahan hakim tidak merubah isi putusan sebagaimana yang sudah dibacakan dalam sidang,” katanya.
Baca Juga: Dewan Pakar Golkar : Isu Airlangga-Pandora Papers Itu Absurd
Rully menjelaskan, gugatan tersebut berawal dari wanprestasi atau ingkarji yang dilakukan Hanapi. Ini bermula dia dan istrinya menjalani pengobatan di Singapura. Hanapi dan istrinya, Meilisa Nurmawan, pada 5 Mei 2011, sepakat memberikan kuasa kepada Lianawati (putrinya) untuk menjual, mengalihkan, dan atau menghibahkan sebidang tanah berikut bangunan seluas 2.000 meter persegi yang terletak di bilangan Sunter, Jakut.
Lianawati beritikad baik membeli tanah dan rumah milik orangtuanya itu. Bermodalkan surat kuasa yang ditandatangani di hadapan Konsul di KBRI di Singapura, sebagaimana disyaratkan oleh perundangan, maka proses jual beli terjadi dan diaktakan oleh Notaris/PPAT Sindian Osaputra di Jakarta. Setelah selesai, sertifikat tanah pun dibalik nama, menjadi milik Lianawati.
Sekembalinya ke Jakarta, Hanapi justru ingkar janji dan tidak mau menyerahkan tanah dan bangunan tersebut kepada Lianawati. Bahkan Hanafi melaporkan Lianawati ke Polda Metro Jaya atas tuduhan pemalsuan dokumen. Saat ini, laporan polisi tersebut masih berproses.
Dalam persidangan, Hanapi tidak mengatakan bahwa proses jual beli tidak sah. “Pihak Tergugat hanya mengatakan bahwa gugatan yang dilayangkan Lianawati prematur karena saat ini masih ada proses laporan di kepolisian,” kata Rully.
Menurutnya, kalau dikatakan surat kuasa dan jual beli tidak sah, kenapa Badan Pertanahan Nasional (BPN) mau melakukan balik nama sertifikat menjadi atas nama Lianawati. Kalau demikian, BPN juga sudah melakukan tindakan melanggar hukum. "Putusan hakim PN Jakut telah merugikan klien kami dan mengingkari fakta yang ada,” ujarnya.