Jakarta, Gatra.com - Analis Politik Exposit Strategic, Arif Susanto mengatakan bahwa arah koalisi partai menuju pemilihan umum (pemilu) 2024 akan dipengaruhi oleh berbagai hal. Namun, Arif menyebut bahwa paling banyak akan ada tiga koalisi yang terbentuk.
"Tentang arah koalisi, sulit lebih dari tiga. Alasan koalisi terjadi disebabkan tiga hal yaitu kedekatan kepentingan, pesona utama bakal calon presiden (bacapres), serta komplementaritas," ujarnya dalam diskusi yang digelar PARA Syndicate, Kamis (27/10).
Arif menerangkan bahwa sejak pemilu 2004, peta koalisi ditentukan tidak oleh kedekatan ideologis melainkan melalui kedekatan kepentingan. Hal ini berkaitan dengan tujuan utama untuk meraih kemenangan dan memegang kekuasaan.
Selain itu, pesona utama bacapres menjadi faktor pendukung terjadinya koalisi. Hal ini pernah terjadi pada Partai Nasdem yang mendulang suara lebih optimal saat mendukung Jokowi sebagai capres di pemilu 2019 lalu.
"Nasdem adalah salah satu partai yang memperoleh faktor cukup optimum dalam kemenangan Jokowi sebagai presiden. Kalau hari ini, Nasdem ambil langkah lebih awal tapi jadi lebih complicated karena Nasdem ada di pemerintahan dan Nasdem mengambil sosok dipersonifikasi sebagai antitesisnya Jokowi," paparnya.
Mengenai kompelementaritas, Arif menilai bahwa ini nantinya akan sangat berpengaruh dalam penentuan calon wakil presiden (cawapres). Berdasarkan pengamatannya sejak pemilu tahun 1995, kategorisasi partai politik (parpol) terbagi menjadi nasionalis dan religius. Hal ini masih terus terjadi sampai saat ini, karena turut berkaitan dengan komunitas muslim sebagai tokoh maupun pemilih nantinya. Dalam hal ini, nama yang sudah ada sebagai capres membutuhkan sosok yang bisa menutup kekurangannya dalam mengisi peran-peran tertentu.
Arif menyebutkan bahwa saat ini, tiga nama terkuat sebagai capres adalah Prabowo, Anies Baswedan, serta Ganjar Pranowo. Ketiganya dinilai Arif cenderung memiliki sisi nasionalis yang tidak terlalu jauh berbeda. Maka, nama cawapres yang nantinya akan dipasangankan dengan salah satu capres akan sangat menentukan elektabilitas.
"Yang bisa mengubah peta elektabilitas bacapres, adalah kemungkinan bacawapres. Ketiga nama itu kuat sebagai capres, tidak terbantahkan. Personifikasi tiga tokoh utama nasionalis, butuh wakil yang religius. Bisa saja kejadian 2019 lalu terulang saat penentuan bacawapres di detik terakhir," paparnya.
Saat ini, Arif mengatakan bahwa bagaimana pemerintahan Jokowi berakhir juga akan menentukan penentu capres maupun cawapres. Bila tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah terus terjaga dan stabil, maka kecenderungan publik akan mencari sosok yang mirip atau tidak terlalu jauh dari Jokowi. Namun, bila masyarakat merasa tidak puas, maka kemunculan sosok antitesis Jokowi bisa menjadi sosok yang lebih dicari oleh masyarakat.