Jakarta, Gatra.com - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo enggan berkomentar soal impor beras yang akan dilakukan Perum Bulog di akhir tahun ini. Ia justru bersikukuh mendorong penyesuaian harga pembelian pemerintah (HPP) beras oleh Bulog dinaikkan.
"Aku enggak bicara impor," ujar Mentan saat ditemui di Gedung Parlemen usai Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IV, Bulog, dan Badan Pangan Nasional, Rabu (7/12).
Ia mengatakan, kenaikkan HPP gabah atau beras petani perlu dilakukan lantaran banyak faktor biaya produksi yang meningkat. Misalnya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga input pertanian seperti pupuk dan pestisida.
"HPP agar sesuai dengan cost yang ada," ucapnya.
Penyesuaian HPP beras dan gabah petani, kata Syahrul dapat mengoptimalkan penyerapan beras oleh Bulog. Negara perlu turun tangan ikut membuat kesepakatan bersama petani dan penggilingan.
Adapun berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah atau Beras, HPP beras untuk pengadaan Bulog ditetapkan sebesar Rp8.300 per kilogram yang kemudian dalam Rakortas disetujui naik menjadi Rp8.800 per kilogram. Sementara untuk HPP gabah kering giling (GKG) dari Rp5.250 per kilogram naik menjadi Rp5.550 per kilogram.
Namun menurutnya, HPP tersebut juga belum memadai di tengah kenaikan biaya produksi dan dinamika ekonomi di masyarakat. "Kita singgung terus melakukan kalibrasi untuk Bulog menyesuaikan harga yang ada," imbuhnya.
Ihwal data ketersediaan beras yang dihimpun Kementan tidak sesuai kenyataannya, Syahrul menegaskan data yang diajukan kepada Bulog sesuai dengan data Badan Pusat Statistik. Bahkan, menurutnya data itu valid karena memasukan pantauan digital terkait standing crop dan disinkronisasi dengan laporan kepala daerah.
"Data BPS sebagai acuan negara, ya kan?," tuturnya.
Adapun Mentan tak menampik bahwa soal keterjangkauan harga beras di masyarakat menjadi hal prioritas. Stabilitas harga perlu dijaga selain meningkatkan produktivitas dan ketersediaan. Di sisi lain, ia juga mengakui bahwa produksi beras di periode November-Desember cenderung menurun karena merupakan awal masa tanam padi di kalangan petani.
Kendati, Ia pun memprediksi puncak panen raya beras akan terjadi pada Maret-April tahun depan. Syahrul mendesak Bulog untuk menyerap semaksimal mungkin saat periode tersebut.
"Jadi kalo mau nyerap, serap di situ," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau akrab disapa Zulhas, mengaku sudah memberikan surat izin impor beras sebanyak 500 ribu ton. Adapun izin impor tersebut diberikan kepada Bulog berdasarkan hasil keputusan Rapat Terbatas (Ratas) bersama Menko Perekonomian dan Presiden.
"Saya sudah beri izin impor beras sebanyak 500 ribu ton," ungkap Zulhas kepada awak media di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (7/12).
Kendati, Zulhas mengaku sempat menolak opsi impor lantaran data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian menunjukkan stok beras nasional surplus. Namun menurutnya dari waktu yang diberikan tak kunjung terealisasi. Sementara, stok beras pemerintah harus segera ditambah hingga 1,2 juta ton untuk kebutuhan stabilitas harga. Ia diminta mendampingi Kementan mendapatkan beras untuk Bulog dalam waktu enam hari kerja. Hasilnya, kata dia, tetap nihil.
"Stok kita lama-lama menipis, waktu itu maka diputuskan kita harus menambah cadangan beras Bulog, tapi dibeli di luar negeri," jelas Zulhas.