Jakarta, Gatra.com - Kongres Pemuda Indonesia (KPI) meminta sejumlah lembaga negara untuk melakukan pengusutan atas dikabulkannya gugatan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang berujung pada putusan penundaan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Adapun, pengabulan itu termaktub dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara perdata dengan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Pst., pada Kamis (2/3) silam.
"Saya minta, sekali lagi, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), serta Jaksa Agung, ataupun Bareskrim (Badan Reserse Kriminal Polri) untuk mengusut tuntas kasus ini," ujar pelapor dari KPI Sapto Wibowo Sutanto saat ditemui awak media di kantor Komisi Yudisial (KY), Jakarta, Senin (6/3).
Untuk diketahui, Sapto Wibowo dan pihaknya telah melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutus perkara tersebut. Pasalnya, KPI menilai putusan tersebut memiliki sejumlah kejanggalan.
Menurut KPI, perkara terkait proses penyelenggaraan Pemilu seharusnya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, melainkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) ataupun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI.
Tak hanya itu, KPI juga menyoroti adanya perbedaan subjek penggugat yang tertera dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan subjek penggugat yang tercantum dalam amar putusan Majelis Hakim.
Adapun, pihak penggugat dalam SIPP PN Jakarta Pusat tercantum atas nama perorangan. Di mana, ada dua nama yang tertulis di sana, yakni Agus Priyono dan Dominggus Oktavianus Tobu Kiik. Sementara itu, dalam putusan Majelis Hakim, pihak penggugat dalam perkara tersebut disebut sebagai organisasi partai politik.
Sapto Wibowo pun mengatakan, pelaporan tersebut pihaknya lakukan dengan berkaca pada proses pelaksanaan Pemilu sejak era kepemimpinan terdahulu hingga era kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo. Di mana, menurut Sapto, pelaksanaan Pemilu selalu diadakan tepat waktu, yakni dalam periode 5 tahun sekali.
"Apakah dari zamannya Bung Karno, Pemilu pertama hingga zaman Jokowi sekarang, apakah ada pemilu yang ditunda seperti saat ini?" ujar Sapto Wibowo.
Oleh karena itulah, menurut Sapto, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah bersinggungan dengan ketentuan sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945, yang mana menjadi salah satu landasan Pemilu.
"Berarti di sini ada pelanggaran, jelas terhadap Pasal 22 E Undang-undang Dasar (UUD) 1945 telah ditabrak. Jadi saya mohon, KPK, PPATK, Jaksa Agung, Bareskrim, untuk mengusut perkara ini," pungkas Sapto Wibowo dalam kesempatan tersebut.
Untuk diketahui, pada Kamis (2/3) lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutuskan untuk mengabulkan gugatan perdata yang diajukan oleh Partai Prima terhadap KPU. Perkara ini diregister dengan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Pst. Dengan demikian, Majelis Hakim memutuskan untuk menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.