Home Kesehatan Kemenkes Harapkan Nakes Swasta Bisa Lebih Maksimal Tangani Tuberkulosis

Kemenkes Harapkan Nakes Swasta Bisa Lebih Maksimal Tangani Tuberkulosis

Jakarta, Gatra.com - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Maxi Rein Rondonuwu berharap dengan adanya pemberian materi kepada tenaga kesehatan swasta bisa lebih memaksimalkan penanganan tuberkulosis nasional.

Pasalnya, selama ini rumah sakit swasta masih jarang melakukan pelaporan penanganan tuberkulosis pada Kemenkes. Padahal, tenaga-tenaga kesehatan yang berasal dari instansi pemerintah seperti dinas kesehatan dan Puskesmas sudah rutin melakukan pelaporan penanganan.

"Bukan tidak ada laporan, tapi belum semua. Rumah sakit, terutama swasta memang belum banyak yang melaporkan, belum ada kewajiban untuk melaporkan," katanya dalam acara Peluncuran Pelatihan Jarak Jauh Daring (e-Learning) Penanggulangan Tuberkulosis bagi Tenaga Kesehatan di Pelayanan Kesehatan Swasta di Jakarta, Jumat (17/3).

Dalam materi e-Learning nanti, peserta pelatihan akan mendapat materi mulai dari penemuan kasus tuberkulosis, cara pemahaman, pengetahuan soal laboratorium yang diperlukan, hingga cara menangani penyakit ini. Pelaporan kasus kepada Kemenkes juga akan menjadi salah satu materi yang dibahas.

"Mudah-mudahan dengan pelatihan semua, mereka semua paham cara mengobatinya standar, tata laksana standar, jangan nanti pengobatannya itu beda-beda," ucap Maxi.

Saat ini, Kemenkes disebutkan sedang memprioritaskan penanganan angka prakiraan kasus tuberkulosis di Indonesia yang mencapai 969 ribu kasus. Maxi menyebut, sebisa mungkin angka ini sepenuhnya terdiagnosa.

"Harus kita dapatkan sebisa mungkin 100% supaya begitu dapat orang itu kita diagnosa, kita obati sehingga dia tidak menular ke orang lain. Kan itu kuncinya, kalau kita tidak dapat 969 ribu atau mendekati itu, berarti kan ada orang yang belum dideteksi dan berpotensi menularkan ke orang lain. Itu dulu prioritasnya," jelasnya.

Selain itu, keberhasilan pengobatan juga dinilai penting. Maxi berharap, dengan adanya penyamarataan pelayanan dan pemahaman, tidak ada lagi kasus putus obat atau obat tidak standar yang berujung pada adanya resistensi.

35