Jakarta, Gatra.com - Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Teten Masduki mengadakan pertemuan dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Bareskrim dan Bea Cukai membahas penanganan penjualan pakaian bekas impor ilegal melalui e-commerce.
Teten mengakui penjualan pakaian bekas impor di e-commerce telah melonjak signifikan dalam dua tahun terakhir. Menurut Teten penjualan pakaian bekas lewat e-commerce dan social-commerce seperti TikTok dan Instagram justru sangat merugikan para UMKM produk pakaian lokal.
"Karena sebelumnya penjualan pakaian bekas ini kan masih offline, sembunyi-sembunyi. Saat ini sudah masuk ke e-commerce menjadi lifestyle," ujar Teten dalam konferensi pers di Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Kamis (6/4).
Baca juga: Malu! Lebaran Pakai Gombalan Impor, Menteri Teten: Harga dan Kualitas Produk Lokal Tak Kalah
Teten membeberkan, dalam pertemuan tersebut para pelaku e-commerce yang tergabung dalam asosiasi telah sepakat untuk lebih mengencangkan pengawasan tautan dan iklan penjualan pakaian bekas impor di marketplace. Adapun e-commerce yan dimaksud termasuk Shopee, Tokopedia, Lazada, Blibli, Meta dan TikTok.
Teten menyebut para pihak e-commerce mengakui adanya kesulitan untuk menurunkan (takedown) tenant atau merchant yang menjual pakaian bekas ilegal lantaran para penjual kerap mengubah-ubah kata kuncinya (keyword).
"Meski ternyata tidak mudah, tapi sudah banyak yang dilakukan takedown iklan maupun tenant yang menjual produk pakaian bekas. Ada juga e-commerce yang sudah punya internal control yang cukup baik sehingga memang tidak ada lagi yang menjual pakaian bekas," jelasnya.
Baca juga: Bertandang Ke Pasar Senen, Menteri Teten Disoraki Para Pedagang Pakaian Bekas
Plt Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan, Moga Simatupang menyebut hingga kini sudah ada lebih dari 40.000 link atau tautan penjualan pakaian bekas impor yang sudah diturunkan oleh pihak e-commerce dan social-commerce. Menurutnya, modus yang dilakukan para pedagang untuk mengakali agar tidak di-takedown bermacam-macam, termasuk mengubah kata kunci (keyword), nama produk hingga foto produk.
"Jadi memang perlu percepatan dari teman-teman semua (e-commerce) sehingga penjualan pakaian bekas melalui e-commerce bisa selesai," ucap Moga dalam kesempatan yang sama.