Home Kalimantan Miris, Bangunan SMPN 1 Mataraman Dikepung Tambang Batubara Ilegal

Miris, Bangunan SMPN 1 Mataraman Dikepung Tambang Batubara Ilegal

Martapura, Gatra.com - Aktivitas tambang batubara yang diduga ilegal mengepung bangunan SMPN 1 Mataraman, Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan (Kalsel).

Jarak galian tambang dengan sekolah hanya kurang lebih 10 meter. Para guru, orang tua dan siswa pun jadi resah dan khawatir kalau sekolah akan tergusur akibat pertambangan.

Pantauan Gatra.com, Rabu (23/5), gundukan tanah merah membantuk bukit kecil terlihat di depan, belakang dan samping sekolah. Kupasan tanah yang dikeruk alat berat terlihat awut - awutan tak beraturan. 

Beberapa buah alat berat menderu nyaring merobek perut bumi mengeruk emas hitam dekat sekolah.

Meskipun dalam sebulan terakhir tidak ada lagi aktivitas pertambangan, namun keresahan siswa, orang tua dan guru belum sirna sebelum ada kepastian dari pemerintah Kabupaten Banjar bahwa sekolah tersebut tidak akan tergusur.

Kepala SMPN 1 Mataraman, Abdul Basit mengungkapkan, sekolah berdiri sejak tahun 1985 di lahan milik PTPN 13 Danau Salak. Semula aktivitas belajar mengajar berjalan normal, namun sejak adanya aktivitas pertambangan dua tahun lalu, jadi terganggu.

"Suara bising dan debu terbawa angin masuk ke lingkungan sekolah. Sangat menggangu karena mereka menambang saat jam belajar. Mereka bekerja siang malam. Di belakang sekolah mereka jadikan tempat meletakkan alat. Bising karena dekat jendela sekolah, saat anak - anak belajar, mereka kerap beraktivitas," kata Basit kepada Gatra.com, Rabu (23/5).

Basit bercerita, para penambang tidak pernah sama sekali sowan ke sekolah. "Padahal kalau memberi tahu, kami bisa mengusulkan menambang habis zuhur setalah siswa sudah pulang," ucapnya lirih.

Mewakili harapan orangtua siswa dan para guru, Basit minta kepastian agar sekolah tidak digusur dan direlokasi. "Kashian siswa sekolahnya akan makin jauh kalau direlokasi. Kami minta kepastian dari Disdik Kabupaten Banjar bahwa sekolah tidak akan dipindah," ujarnya.

Basit berkeluh, mestinya penambang memperhatikan situasi dilapangkan dan jangan asal tambang saja karena sangat menggangu. "Mestinya dunia pendidikan harus didukung karena akan menentukan nasib bangsa kedepannya," harapnya.

Jumlah siswa yang bersekolah di SMPN 1 Mataraman ada sekitar 150-an. Dahulu siswa didominasi anak karyawan yang bekerja di PTPN 13. "Kami sedapat mungkin mempertahankan agar sekolah tidak tergusur oleh aktivitas pertambangan," tegas Abdul Basit.

3374