Malang, Gatra.com– CEO Greenfields Indonesia, Andre Rompis menjelaskan, rata-rata produksi susu sapi segar Greenfields Indonesia tiap tahun mencapai hingga 97 ribu ton atau kurang lebih 10% dari total produksi jumlah Produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) 2022.
"Kami menjalankan ‘Greenfields Farming Philosophy’, best practice dairy farming management yang menjamin baiknya kuantitas dan kualitas produk mulai dari peternakan, proses produksi hingga tiba di tangan konsumen. Seluruh rangkaian proses produksinya dikawal oleh para ahli dan tenaga profesional terpercaya," katanya dalam acara peringatan “Hari Susu Sedunia 2023” yang diselenggarakan PT Greenfields Dairy Indonesia (Greenfields Indonesia) di peternakan pertamanya yang terletak di dataran tinggi Malang, Jawa Timur, Selasa (30/5).
Andre melanjutkan bahwa konsistensi dari komitmen tersebut melahirkan happy cows yang memiliki produktivitas tinggi, mencapai hingga 34 liter per sapi, atau hampir tiga kali lipat dari rata-rata produktivitas sapi dari peternakan lain. Pada akhirnya,
Prestasi lainnya adalah dengan penerapan biosecurity yang ketat, sapi-sapi di kedua peternakan Greenfields Indonesia dapat terhindar dari wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
“Greenfields Indonesia bermula dari bisnis peternakan yang didirikan oleh para profesional di bidang agrobisnis pada 1997 lalu, sehingga kami sangat memahami pentingnya mengelola dan menjaga kenyamanan seluruh sapi kami yang saat ini berjumlah lebih dari 19.000 ekor, dari jenis Holstein dan Jersey," kata Andre.
Setiap rangkaian proses produksi yang dijalankan oleh Greenfields Indonesia juga dilakukan penuh dengan tanggung jawab, berpihak pada lingkungan maupun kesejahteraan masyarakat dan komunitas lokal.
Head of Dairy Farm Development & Sustainability, Government, Environment and Safety Farm Greenfields Indonesia, Heru Setyo Prabowo menyebut beberapa langkah dalam melestarikan lingkungan itu, di antaranya adalah dengan memanfaatkan solar panel sebagai tambahan pasokan energi, menggunakan konsep kandang terbuka dengan sirkulasi udara yang baik agar tidak menciptakan gas rumah kaca.
"Juga pengolahan air bekas pembersihan kandang agar bisa digunakan untuk pembersihan selanjutnya. Hingga melakukan pengolahan kotoran sapi menjadi listrik biogas dan juga pupuk," jelas Heru.
Untuk pemberdayaan masyarakat dan mewujudkan ekonomi sirkular, Heru menjelaskan bahwa pihaknya telah melaksanakan berbagai program. Salah satu yang banyak diminati adalah Kemitraan Sapi Perah Greenfields (KSG) yang telah berjalan hampir 16 tahun.
Dari 220 mitra peternaknya, rata-rata KSG menghasilkan 15 ton susu per hari atau sejumlah Rp108 juta per hari. "Selain itu, kami juga membuka kesempatan kepada masyarakat untuk menyediakan pakan bagi seluruh sapi kami. Setiap tahunnya transaksi untuk kebutuhan rumput odot mencapai Rp7,5 miliar sedangkan tebon jagung mencapai lebih dari Rp100 miliar,” jelas Heru.
Kepala Divisi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB University, Epi Taufik memaparkan, sebagai komoditas pangan penting, susu tidak hanya memberikan dampak positif bagi kesehatan. Tetapi juga ke sektor lainnya seperti sosial, maupun ekonomi dengan keberadaan peternakan dan pabriknya.
“Oleh karenanya, agar dapat memainkan peranan secara optimal, industri susu juga harus mampu menyokong keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat," papar Epi.
Kedua hal tersebut, lanjut dia, umumnya tercantum pada tata laksana pengelolaan ternak sapi perah atau good dairy farming practice (GDFP) yang wajib dipenuhi dan dipastikan kelayakannya oleh para peternak maupun produsen, antara lain meliputi kesehatan hewan, proses pemerahan, pakan, hingga kesejahteraan hewan dan lingkungan.
"Sepanjang pengamatan saya, GDFP ini masih belum sepenuhnya diterapkan dengan baik oleh sebagian peternak maupun produsen di Indonesia, padahal langkah ini sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan, dan juga kelestarian lingkungan,” jelas Epi.