Home Hiburan Sepilihan Koleksi Museum MACAN, dari Raden Saleh hingga Walter Spies

Sepilihan Koleksi Museum MACAN, dari Raden Saleh hingga Walter Spies

Jakarta, Gatra.com - Museum MACAN membuka pameran ‘di sini, d.l.l.’ pada tanggal 3 Juni 2023. Pameran ini menampilkan karya yang mengeksplorasi sejumlah kompleksitas sejarah Indonesia serta narasi mengenai lokasi, yang diambil dari koleksi milik museum. Judul pameran merujuk pada kalimat dalam teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Sukarno (presiden pertama Republik Indonesia) di pagi hari tanggal 17 Agustus 1945.

Direktur Museum MACAN, Aaron Seeto, mengatakan bahwa istilah ‘dan lain-lain’ secara puitis mengizinkan kita untuk memposisikan berbagai gagasan lokalitas yang beragam dan terkadang saling bertentangan ke dalam diskusi yang ada saat ini. Istilah ini muncul dengan kesadaran bahwa ada banyak pembicaraan penting yang perlu dikemukakan.

“Antara lain peran perempuan dan ketidakhadiran mereka dalam narasi utama sejarah seni rupa; realitas kerusakan lingkungan yang digerus pembangunan; kekerasan dalam politik, dan penyalahgunaan kekuasaan; sekaligus keberagaman agama dan suku yang membingkai erat identitas keindonesiaan,” ucap Aaron, Rabu (7/6).

Raden Saleh Sjarif Boestaman - Javanese Mail Station - 1876 (Dok. Museum MACAN)
Raden Saleh Sjarif Boestaman - Javanese Mail Station - 1876 (Dok. Museum MACAN)

Pameran ‘di sini, d.l.l.’ menampilkan lukisan-lukisan utama dari koleksi Museum yang menggambarkan lanskap. Dii antaranya dua lukisan oleh Raden Saleh (l. Hindia Belanda, sekitar 1811–1880), di mana karya Indies Landscape (1853) dan Javanese Mail Station (1879) adalah lukisan yang terhubung dengan pengalaman kolonial.

Hal ini terlihat kontras dengan lukisan View across the Sawahs to Gunung Agung (1939) oleh Walter Spies (l. Russia, 1895–1942) yang menggambarkan imajinasi Eropa mengenai Bali yang mistis, sensual, dan sinematik.

Ada juga Karya-karya S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Affandi, Itji Tarmizi, Sudjana Kerton, dan perupa Indonesia lainnya yang hadir pada masa Kemerdekaan Indonesia dari zaman penjajahan. Karya mereka menandai sejumlah cara yang dilakukan oleh para perupa untuk merepresentasikan rakyat jelata dalam bentuk seni lukis, dan menjadi upaya untuk mendefinisikan identitas nasional yang merefleksikan pengalaman sosial dan budaya setempat.

Baca Juga: Museum Macan Buka Pameran Ghost Nets: Awakening the Drifting Giants

Pameran ini juga menampilkan karya dari: Adrien-Jean Le, Affandi, Ahmad Sadali, Alexander Sebastianus, Arahmaiani, Ashley Bickerton, Ay Tjoe Christine, Djoko Pekik, Dullah, F.X. Harsono, Hendra Gunawan, Handiwirman Saputra, Hendra Gunawan, I GAK Murniasih, I Gusti Nyoman Lempad, Irfan Hendrian, Itji Tarmizi, Jeihan Sukmantoro, Lee Man Fong, Maryanto, Miguel Covarrubias, Nadiah Bamadhaj, Raden Saleh, Rudi Mantofani, Rudolf Bonnet, Rusli, Sudjana Kerton, S. Sudjojono, Sunaryo, Theo Meier, Trubus Soedarsono, Walter Spies, dan Widayat.

Pada pameran ini, istilah ‘d.l.l’ menjadi titik awal untuk terlibat dalam beberapa percakapan kompleks yang muncul ketika kita berpikir tentang manifestasi kekuasaan di ranah publik dan hubungannya dengan bentang alam dan kedaerahan Indonesia. “ ‘Di sini, d.l.l.’ mengingatkan kita pada betapa isu terkait identitas, kepemilikan, dan keterikatan pada suatu wilayah merupakan proses yang berkesinambungan,” kata Aaron.

137