Jakarta, Gatra.com - Keluarga dari Mary Jane Veloso (MJV), terpidana mati kasus penyelundupan narkoba jenis heroin sebanyak 2,6 kg pada tahun 2010, datang ke Indonesia untuk meminta pemerintah agar dapat kembali mempertimbangkan pemberian grasi kepada MJV.
Komnas HAM juga diminta agar bisa memberikan rekomendasi mengingat adanya dugaan kuat kalau MJV justru merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menunda eksekusi MJV pada tahun 2015 lalu dikarenakan ada informasi dari Filipina yang mengungkap bahwa MJV hanya korban TPPO. Saat itu, perekrut Mary Jane yang bernama Maria Christina Sergio ditangkap dan proses hukumnya masih berjalan hingga saat ini.
Baca Juga: Terpidana Mati Mary Jane Dipindah ke Lapas Gunungkidul
"Sejak itu memang kemudian ada dijadwalkan untuk MJV dimintai keterangan terkait kasusnya oleh Supreme Court di Filipina," ucap Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM, Anis Hidayah dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (22/6).
Anis mempertegas posisi Komnas HAM yang tidak setuju dan menolak keras diberlakukannya hukuman mati. Mengingat keputusan yang ditunda hanyalah jadwal eksekusi dari MJV, Komnas HAM akan kembali merekomendasikan agar Presiden Jokowi bisa memberikan grasi kepada Mary Jane, yang diduga kuat merupakan korban.
"Kami juga sedang menjadwalkan dengan kedutaan Filipina di Indonesia, termasuk nanti kuasa hukum akan mengajukan grasi kepada presiden terkait kasus MJV," kata Anis lagi.
Meski sempat grasi untuk MJV sempat ditolak oleh pemerintah Indonesia, pihak keluarga masih menaruh harapannya. Alasannya, saat ini perekrut MJV sedang menjalani proses hukum di Filipina dan menunggu keputusan vonis.