Jakarta, Gatra.com – Galeri ROH menampilkan pameran tunggal Maria Taniguchi bertajuk “Soft doubles” yang merupakan show pertama perupa kelahiran 1981 di Dumaguete, Filipina itu di Indonesia. Pameran ini meninjau kekaryaan Maria dari sudut pandang lukisan, patung, gambar, dan video yang tersebar di dalam ruang Galeri Apple dan Galeri Orange di ROH Galeri, Jakarta.
Percakapan, tampaknya menjadi benang merah yang dituju oleh pameran ini. Pada selebaran yang dibagikan di pintu masuk galeri, kurator Joselina Cruz dari Museum of Contemporary Art and Design (MCAD), De La Salle-College of Saint Benilde, Manila, mengupas pameran tersebut dalam bentuk tulisan berisi percakapannya dengan Maria. Begitupun dengan karya-karya Taniguchi yang membangun suatu percakapan dengan ruang galeri untuk memberikan jalan masuk ke dalam pemaknaan dan relasi antar satu karya dengan yang lain.
Baca Juga: Karya Eksperimen Evi Pangestu: Pengalaman Spasial dalam Bingkai
Founder dan Director ROH, Jun Tirtadji, mengatakan bahwa Maria Taniguchi adalah salah satu seniman yang sudah sejak lama, lebih dari 10 tahun, ingin diajak oleh ROH untuk bekerja sama. “Pada awalnya karya Maria seakan-akan terlihat sangat sederhana, mungkin monokrom, seperti hanya satu warna saja. Namun ketika kita melihat lebih dekat ternyata lebih rumit dari itu. Ada variasi-variasi yang kita hanya bisa menyadarinya ketika mengobservasi karyanya lebih dekat,” ucap Jun di ROH, Sabtu (2/9).
Maria Taniguchi merupakan seniman yang memenangkan Hugo Boss Asia Art Award pada 2015 dan merupakan LUX Associate Artist pada 2009. Pameran teranyar Taniguchi meliputi Gwangju Biennale ke-12: Imagined Borders, Gwangju Biennale Exhibition Centre, Gwangju, Korea Selatan (2018); Sydney Biennale ke-21, SUPERPOSITION: Equilibrium & Engagement, Museum of Contemporary Art, Sydney, Australia (2018); History of a vanishing present: A prologue, the Mistake Room, Los Angeles, Amerika Serikat (2016).
Karyanya telah menjadi bagian dari berbagai koleksi, termasuk M+ Museum, Hong Kong; the Burger Collection, Hong Kong; Kadist Art Foundation, San Francisco; QAGOMA, Brisbane; dan K11 Art Foundation, Shanghai. Maria Taniguchi bekerja dengan menyelidiki ruang dan waktu dalam kaitannya dengan konteks sosial dan sejarah. Di pameran ini pengunjung dapat melihat seri karya lukisan batu-batanya yang tak berjudul (Untitled). Seri karya ini telah dimulai sejak 2008 dan merupakan seri yang terus berlanjut.
Pada pameran “Soft Doubles” di ROH galeri kali ini, ada sekitar 10 karya “Untitled” dalam berbagai ukuran dan variasinya. Sel-sel persegi panjang menyusun lukisan-lukisan ini dalam jumlah yang terkesan tak terhingga, masing-masing dengan garis luar yang digambar dengan tangan menggunakan grafit dan diisi dengan corak abu-abu dan hitam. “Saya banyak mengerjakan karya ini (untitled) di rumah. Ukuran maksimumnya bisa sebesar lantai apartemen. Lukisan ini mengambil alih kehidupan saya,” kata Maria Taniguchi di ROH Galeri.
Baca Juga: Idealisme dan Realisme di Pameran Eko Nugroho
Proses ini menghasilkan pola yang terlihat halus namun kompleks pada permukaan kanvas. Lukisan-lukisan ini berkembang ke dalam berbagai kemungkinan yang sebagian besar dapat mencapai ukuran bermeter-meter. Struktur konstruktif ini menubuhkan elemen-elemen arsitektur yang memungkinkan lukisan-lukisan ini menempati ruang dengan kehadiran yang monumental.
Maria Taniguchi kerap melihat karya lukisan batu-batanya sebagai dasar keseluruhan praktik berkeseniannya. Karya-karya lain seperti patung dan instalasi merupakan refleksi, atau refraksi dari itu semua. “Menurut saya, mudah untuk terjebak dengan istilah minimalisme dalam karya saya. Ketika membicarakan lukisan, jika kamu hanya memikirkan istilah itu saja kamu akan terjebak. Seperti pasir hisap, kamu dapat terserap ke dalam moda interpretasi yang tak begitu bermanfaat, atau generatif,” kata Maria Taniguchi dalam percakapannya dengan Joselina Cruz.
Di bagian ruangan pamer ROH yang disebut Galeri Orange, Maria memajang karya terbarunya bertajuk “Runaways”. Karya “Runaways” awalnya tercipta untuk merespons ruangan pamer berkonsep open space di ROH galeri. Pada karya tersebut, yang memenuhi ruang Galeri Orange itu, ada bermacam kayu rotan tergantung yang dibentuk seperti angka 1 dan 0. Pola pemasangannya menciptakan sensasi pengalaman ruang yang berbeda pada setiap sisinya.
“Saya ingin mengingatkan tentang konflik antara yang biologis dan komputasi,” jelas Maria tentang karyanya ini. Maka dari itu terciptalah bentukan angka 0 dan 1 yang diibaratkan bilangan biner dalam mesin komputasi di mana polanya terbentuk dari kayu rotan yang mewakili bahan biologis.
Selain “Untitled” dan “Runaways”, Maria Taniguchi juga memajang video “Figure Study”, sebuah video HD dalam hitam putih tanpa suara. Lalu ada juga seri 4 lukisan pensil di atas kertas (deep indigo, deep red, indanthrene blue, magenta) berjudul “Lattices” yang terpasang di lantai 2 ROH galeri.
Peletakan karya, yang dengan hati-hati mencermati ruang pamer, menciptakan suatu pengalaman estetika yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Pengunjung diajak untuk mengalami pameran dan menelaah karya-karya yang ada sebagai suatu kesatuan dengan ruang negatif di sekitarnya.