Home Nasional Perspektif Andika Perkasa tentang Diplomasi Pertahanan RI, Kiat Menghindari Konflik

Perspektif Andika Perkasa tentang Diplomasi Pertahanan RI, Kiat Menghindari Konflik

Jakarta, Gatra.com – Perkembangan geopolitik dunia yang penuh ketidakpastian harus diantisipasi dengan strategi pertahanan yang jitu dan adaptif dengan kondisi ekonomi dan politik dalam negeri Indonesia. Salah satu jurus efektif adalah menjalin relasi atau “hubungan pertemanan” dengan banyak negara untuk menghindari konflik dengan negara lain. Saat ini, kekuatan militer Indonesia belum bisa berbuat banyak dalam menghadapi konflik yang mungkin timbul di kancah internasional.

Panglima TNI periode 2021-2022 Jenderal TNI (Purn.) Andika Perkasa mengungkapkan hal tersebut. Andika menyebut, memiliki alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang canggih penting dimiliki sebuah negara termasuk Indonesia. Namun, hal itu harus disesuaikan dengan anggaran pertahanan Indonesia yang tidak terlalu besar.

Ia menggambarkan bagaimana Amerika Serikat (AS) yang memiliki anggaran militer US$836 miliar memiliki keterbatasan ketika harus ikut dalam medan pertempuran di Ukraina melawan Rusia. Menurutnya, AS telah mengirimkan banyak persenjataan ke Ukraina agar bisa bertahan melawan Rusia. Namun, persenjataan yang dikirimkan telah menggerus cadangan alutsista yang dimiliki Paman Sam. Misalnya AS membantu 8.500 senjata pundak anti tank yang merupakan sepertiga cadangan yang dimilikinya. Belum lagi, sekitar 2 juta peluru meriam 155 milimeter yang dikirim AS ke Ukraina.

“Ukraina menghabiskan 3.000 butir per hari untuk melawan Rusia. Jadi, habisnya cepat banget. Padahal itu seperlima stok yang dimiliki AS,” ucap Andika. Belum lagi, bagaimana AS juga harus melindungi Taiwan dari kemungkinan diinvasi Cina. Dalam simulasi yang dilakukan CSIS Amerika sebanyak 24 kali, diprediksi AS bakal kehilangan 3.000 tentara tewas. Jika konflik terjadi di Selat Taiwan, peluru antikapal yang dimiliki AS akan habis dalam waktu 3 hari.

Dari anggaran tersebut, Andika menguraikan bahwa AS yang memiliki anggaran besar tidak akan bisa bertahan lama ketika harus terjadi perang dalam skala besar. Karena memang perang sangat mahal biayanya. Bandingkan dengan anggaran militer Indonesia hanya sekitar US$8 miliar. “Jadi, bisa dibayangkan AS yang memiliki setengah anggaran militer dunia dan menguasai seperempat ekonomi dunia pun tidak bisa bertahan lama,” ujarnya.

Karena itu, Andika berpendapat sebaiknya Indonesia lebih aktif dalam menjalin pertemanan dengan sebanyak-banyaknya negara. Ada banyak contoh negara yang tidak memiliki angkatan perang besar dan tidak bersenjata canggih bahkan wilayahnya tidak seluas Indonesia namun mereka mampu tumbuh menjadi negara yang makmur dan berpendapatan tinggi. Misalnya, Kosta Rika, Panama, dan Luxemburg.

Andika menyebut, negara-negara tersebut tidak kehilangan wilayahnya meski tidak punya personel militer. Bahkan, Luxemburg bisa memiliki income per kapita lima besar dunia teratas, jauh lebih bagus dibanding Indonesia. “Saya ingin membuka wawasan teman-teman. Bahwa it is not about power. Pendapatan Luxemberg itu besar sekali. Luxemberg itu nggak punya pantai, nggak punya Pelabuhan. Tapi kekuatan ekonominya tinggi,” katanya.

Sementara itu, Indonesia pernah kehilangan Provinsi Timor Timur yang kini merdeka menjadi Timor Leste setelah melalui proses jajak pendapat. Indonesia juga pernah kehilangan Pulau Sipadan dan Ligitan. Padahal, RI memiliki kekuatan militer dalam jumlah besar. Hal itu menandakan personel militer tidak selalu berbanding dengan kekuatan sebuah negara. Karena itu, dia menyarankan Indonesia lebih memfokuskan pada ekonomi. Meski bukan berarti alutsista tidak penting namun yang diperlukan adalah prioritas dan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi Indonesia.

Menurut Andika, Timor Leste yang hanya memiliki pasukan sekitar 2.000 personel. “Kita memiliki 500.000 tentara. Apakah kita punya hasrat untuk menyerang Timor Leste? Sama sekali tidak. Kita negara beradab yang tunduk pada hukum internasional. Saya kira negara negara lain juga akan begitu ketika kita menjalin pertemanan yang baik,” Andika menjelaskan.

Andika mengatakan, Ukraina bisa bertahan hingga saat ini karena didukung oleh 24 negara yang memiliki kekuatan ekonomi dan militer yang besar, yaitu AS dan negara-negara Eropa Barat. Di sisi lain, Rusia akibat perang berkepanjangan membuat skala ekonominya menurun. Hal itu menunjukkan perang Rusia versus Ukraina berkaitan pula dengan perkawanan.

Politik luar negeri RI yang bebas aktif harus dimanfaatkan secara baik untuk pertahanan negara. Dalam arti, Indonesia memiliki pilihan untuk mendukung strategi pertahanannya, apakah memilih diam atau menjalin pertemanan dengan banyak negara. “Saya memilih berteman sebanyak-banyaknya,” kata KSAD periode 2018-2021 ini.

Kebijakan pertahanan yang ofensif juga bisa menyinggung negara-negara tetangga. Andika juga menyoroti manuver baru China yang begitu agresif di Kawasan Laut Cina Selatan. Bahkan, Cina telah membuat peta baru yang menyinggung kawasan yang selama milik Rusia, India, Taiwan dan wilayah Indonesia. Termasuk juga bagaimana langkah AS dalam mengantisipasi Gerakan Cina di Kawasan tersebut.

Menurut Andika, Indonesia memang harus sadar diri dengan Gerakan Cina tersebut. Dalam arti, bahwa manuver Cina ini harus disikapi secara bijak dengan mempertimbangkan kekuatan Indonesia. “Kita lihat India yang sekarang ekonominya besar juga diklaim wilayahnya oleh Cina. Juga kepada Rusia. Makanya kita tahu diri saja,” ucap Andika.

Mengusulkan Beli Drone

Andika bercerita saat menjabat KSAD pihaknya pernah mengusulkan kepada pemerintah untuk membeli drone untuk mendukung alutsista RI. Setiap lima tahun, TNI diberi kesempatan untuk mengajukan pinjaman lunak untuk membeli alutsista. Jumlah awal sekitar US$25 miliar untuk pinjaman luar negeri, dan US$3 miliar untuk pinjaman dalam negeri.

Saat itu, Andika mengaku tidak lagi memilih untuk membeli tank. Karena dinilai tidak efektif. Karena tank yang paling besar hanya punya daya jangkau tembak maksimal 5 km. Belum ditambah bagaimana mengankut tank tersebut ke lokasi latihan tempur sangat membutuhkan biaya. Karena tank tidak bisa dijalankan secara konvensional karena bisa merusak jalan. Misalnya TNI AD sering latihan di Baturaja, Sumatera Selatan. Mereka harus mengankut tank dari Divisi 1 Kostrad Cilodong.

“Tank itu harus digendong pakai truk trailer terus naik kapal mendarat ke Pelabuhan Panjang di Sumatera Selatan setelah itu digendong lagi ke lokasi,” ucapnya. Sehingga, untuk membawa satu tank saja membutuhkan biaya yang besar.

Karena itu, Andika mengajak berpikir cerdas dan efisien agar ketika ada konflik di daerah bisa mengirim senjata dengan harga yang lebih murah dan cepat. “Saya mengusulkan kita harus punya drone. Drone ini sekarang sudah sangat canggih. Ada yang terbang, lima tahun lagi baru mendarat seperti dimiliki AS. Artinya, enggak perlu refuel,” katanya.

Drone, menurut Andika, harganya lebih murah dan bisa mencapai daerah seluruh Indonesia tanpa banyak mengeluarkan biaya seperti tank. Sayangnya, usulannya kandas karena tidak disetujui oleh Kementerian Pertahanan.

233