Jakarta, Gatra.com - Bakal calon presiden (Bacapres) Anies Baswedan mengatakan, ada sebuah tolok ukur yang dapat menentukan tingkat kebebasan berpendapat di Indonesia. Menurutnya, hal itu dapat dilihat dari cara masyarakat dalam menentukan pilihan kata dalam beropini dan mendeskripsikan sebuah kondisi di dalam negeri.
"Selama kita menulis tentang Indonesia masih harus menggunakan 'Wakanda', maka skor kita masih rendah. Selama kita masih harus menggunakan nama-nama selain kita sendiri, untuk mengungkapkan apa yang menjadi pikiran kita, maka skor kita masih rendah," kata Anies Baswedan dalam acara '3 Bacapres Bicara Gagasan' yang disiarkan via kanal YouTube Universitas Gadjah Mada, pada Selasa (19/9).
Adapun, kata 'Wakanda' merupakan diksi yang biasa digunakan masyarakat Indonesia dalam menyampaikan pendapat di media sosial. 'Wakanda' kerap kali diasosiasikan sebagai kata pengganti untuk Indonesia, sehingga pendapat tersebut seolah tidak merujuk pada Indonesia, melainkan pada negara fiksi bernama Wakanda, yang merupakan sebuah negara sejahtera di film Black Panther.
Menurut Anies, ketika tingkat kebebasan berpendapat di dalam negeri telah berada pada angka yang tinggi, masyarakat Indonesia tidak perlu lagi dihantui rasa takut dalam berekspresi.
"Jadi, menurut saya, kebebasan berpendapat di Indonesia sedang bermasalah," ujar Anies.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun memberikan skor 5 - 6 untuk tingkat kebebasan berpendapat di Indonesia. Namun demikian, ia enggan menyebutkan angka pasti untuk level tersebut. Sebab, menurutnya, penggunaan angka berpotensi mereduksi kompleksitas pada suatu isu, yang akhirnya bisa menjebak masyarakat untuk terpaku pada angka atau kuantitas.
"Kita tidak bisa sesederhana hanya angka saja. Tetapi, menurut saya, kita masih jauh dari harapan sekarang," tuturnya.
Menurut Anies, perlu ada reformasi dari cara Indonesia dalam menghadapi kebebasan berpendapat. Ia pun menggarisbawahi sejumlah kasus kriminalisasi akademisi yang sebelumnya terjadi di Indonesia akibat melontarkan kritik terhadap pemerintah.
Menurut Anies, ada perasaan khawatir yang melingkupi tokoh-tokoh akademisi ketika hendak menyampaikan pendapat mereka terkait suatu isu. Oleh karena itu, ia memandang penting untuk mengembalikan praktik kebebasan berpendapat di kampus-kampus di Indonesia, yang merupakan wadah untuk berekspresi.