Jakarta, Gatra.com – Satgas Antimafia Bola Polri mengatakan salah satu tim yang berlaga di Liga 2 membayar atau menyogok wasit sebesar Rp100 juta per pertandingan untuk meraih kemenangan dalam kasus match fixing atau pengaturan pertandingan.
Wakabareskrim Polri yang juga Ketua Satgas Antimafia Bola, Irjen Asep Edi Suheri, mengatakan bahwa klub itu memberikan uang kepada wasit sesaat sebelum pertandingan berlangsung.
Pengaturan pertandingan itu terjadi pada tahun 2018, oleh klub yang saat itu menghuni kasta Liga 2. Kendati demikian, ia enggan menyebutkan klub bola mana yang telah melakukan praktik match fixing itu.
"Pihak club memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada para wasit di hotel tempat para wasit menginap, dengan maksud agar club X menang dalam pertandingan melawan club Y," kata Asep dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, (27/9).
Dari hasil pemeriksaan, pihak klub itu mengku telah mengeluarkan uang sebesar Rp1 miliar untuk satu musim Liga 2. Adapun modus yang digunakan oleh wasit untuk melancarkan kemenangan, salah satunya dengan meloloskan tim tersebut saat terkena offside.
"Mereka telah mengeluarkan uang Rp1 miliar untuk melobi para wasit di sejumlah pertandingan. Klub yang terlibat pada saat ini masih aktif pada pertandingan," sebutnya.
"Pihak wasit adalah mengatur jalannya pertandingan untuk memenangkan klub x. Salah satunya dengan tidak mengangkat bendera saat offside, dan para wasit yang terlibat bertugas memimpin pertandingan Liga 2," imbuhnya.
Lebih lanjut, Asep mengatakan bahwa saat ini pihaknya masih melakukan penyelidikan dan tidak menutup kemungkinan akan menetapkan tersangka baru.
Sebab sampai saat ini, enam tersangka yang telah ditetapkan itu hanya berperan sebagai perantara dan wasit yang menerima suap.
"Nanti itu akan kita naikan ke atas. Tunggu, pasti akan ada tersangka baru dalam hal ini," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Satgas Antimafia Bola Porli menetapkan enam orang tersangka dalam kasus macth fixing yang terjadi pada Liga 2 tahun 2018 lalu.
Untuk tersangka A selaku perantara dan K selaku LO dijerat Pasal 2 Undang-Undang 11 Tahun 1980 tentang tindak pidana suap juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP ancaman pidana paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp15 juta.
Sementara untuk M, E, R, dan A selaku wasit dijerat Pasal 3 Undang-undang 11 Tahun 1980 tentang tindak pidana suap jumcto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP ancaman pidana paling lama 3 tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp15 juta.