Jakarta, Gatra.com - Goethe-Institut Indonesien menggelar seri pameran GoetheHaus Foyer edisi kedua bertajuk “Berbicara Melalui Kain”. Pameran ini menampilkan karya seniman kriya tekstil asal Malang, Lusiana Limono. Pameran diadakan sejak 11 November hingga 3 Desember 2023 di GoetheHaus, Jakarta.
Pameran “Berbicara Melalui Kain” secara garis besar terbagi dalam tiga bagian yaitu; Penelitian Akademik tentang domestikasi & keberlanjutan (lestari); Subjek & Keluarga; Sejarah, tradisi & kolektivitas. Karya-karya pada ketiga bagian tersebut berupaya mempertanyakan gagasan yang sudah ada dan menata ulang potensi tekstil dan kriya dalam membentuk kesadaran kolektif.
Sedikit saran, lihatlah dulu bagian “Subjek & Keluarga”. Pada bagian ini pengunjung akan menemukan karya berjudul “Selimut Bintang (2019)” yang membawa kesadaran sang seniman akan makna kain yang berbicara dan bisa membawa ke masa lalu. Dari kesadaran itu mungkin kita bisa lebih memaknai secarik kain yang kita lihat sekarang adalah kolaborasi perempuan lintas generasi, antara perupa di Indonesia, dan nenek buyut Lusiana di dataran Cina.
Bentuk asli dari Selimut Bintang (2019) adalah selimut bayi yang dibuat oleh nenek buyut Lusiana. Dibuat pertama kali bagi ayahnya yang terlahir di Indonesia, yang kemudian diwariskan turun-temurun kepada kakaknya –dan kemudian menjadi selimut Lusiana saat masih kecil.
Selimut tersebut dalam tradisi Cina, bai jia bei, dimaknai sebagai ‘sulaman 100 keluarga’ atau ‘sulaman 100 harapan baik’. Tradisi ini memastikan satu buah kain selimut merupakan rangkaian dari kain perca yang dikumpulkan dari anggota keluarga dengan menyematkan doa, harapan baik dan perlindungan bagi sang bayi.
Selimut tersebut ditemukan kembali pada tahun 2018 saat dirinya merapikan isi rumah. Ingatan yang tertanam dalam objek tersebut mengingatkannya pada masa kecil. Material dan kondisi yang sudah rapuh diganti dan dirawatnya dengan rekonstruksi menggunakan bahan perca lain.
Maka jadilah sebuah karya di mana pola bintang segi delapan berukuran 5 × 5 cm menjadi citraan dari harapan bintang yang hampir berumur 100 tahun. Lalu dipadukan dengan pola persegi 10 × 10 cm sebagai bingkai baru yang dijahit meniru pola yang sudah ada.
Karya-karya yang ada di bagian “Subjek & Keluarga” berusaha mengurai kembali konsep hubungan diri dan keluarga yang menginspirasi karya Lusiana sebagai seorang anak perempuan, dan seorang ibu. Seperti karya lintas-generasi, Selimut Bintang (2019), tadi.
Lalu ada bahasan tentang rumah dan keluarga yang menjadi salah satu skala lain yang diasosiasikan dengan keberadaan perempuan. Refleksi terkait diri, peran dan subjektivitas seorang puan dalam keluarga yang dapat terus menjadi dialog bagi ragam bahasan disiplin lebih luas.
Pada bagian “Penelitian Akademik tentang domestikasi & keberlanjutan (lestari)” kita bisa melihat hasil studi Lusiana yang ditampilkan untuk masyarakat umum. Melalui studi pascasarjana, Lusiana menenun konsep-konsep domestikasi, keberlanjutan, dan keperempuanan menggunakan medium kain. Karya-karya dalam bagian ini semacam jadi bukti kepakaran yang seringkali dituntut dari praktisi seni tekstil.
Lusiana menggunakan teknik seperti rajut, ikat, pin loom, tenun, sulam hingga pintal tangan. Dengan melacak peran dan nilai-nilai yang diwariskan dalam sejarah, tradisi dan pengalaman kolektif karya kain, Lusiana menyulam aspek domestik di luar interpretasi umum pengetahuan modern.
Di bagian ini ada seri karya “Ikat (2022)” yang menampilkan lima buah kain (sering kita sebut sebagai selendang) yang dibuat dari bahan dasar pewarna alami. Selama masa riset pascasarjana, Lusiana mengembangkan jenis material campuran bagi pewarna kain alami hingga memadukannya dengan kain ikat alternatif. Salah satu material utama yang digunakan sebagai pewarna adalah rempah.
“Pengetahuan dan budaya yang terjaga dalam bahan-bahan ini menjadi salah satu cara mengkritisi hierarki antara pemahaman terkait. Rempah-rempah yang bersahabat dengan konteks dapur digunakan sebagai dasar dalam karya akademik hingga presentasi pameran formal,” kata kurator pameran Christine Toelle, dalam keterangannya.
Selendang-selendang ini merupakan bagian dari produk siap pakai dalam jenama milik Lusiana, KAIT Handmade –jenama kriya tekstil yang dimulainya dari tahun 2011. Keterkaitannya dengan ruang komersial berpadu dengan identitas Lusiana sebagai seorang perupa.
Sementara itu, kekhawatiran pada isu pola konsumsi, krisis iklim dan pengetahuan domestik muncul selagi dia berperan sebagai pengamat dan partisipan dalam masyarakat urban. Kritiknya disampaikan melalui produksi pengetahuan, pengalaman dan kemandirian produk sandang yang lestari.
Di bagian “Sejarah, tradisi & kolektivitas” ada karya “PPKM Darurat (2021)”. Karya ini dikerjakan secara kolektif bersama Komunitas Perca Malang Patchwork & Quilts (MaPaQuilts), diinisiasi oleh Lusiana sebagai respon terhadap PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Indonesia) darurat 03–20 Juli 2021.
PPKM Darurat dikerjakan oleh 13 perempuan. Masing-masing mengerjakan blok-blok kotak sesuai kemampuan dan interpretasi mereka terhadap PPKM Darurat di Kota Malang. Blok-blok kemudian dikumpulkan dan dijahit menjadi satu.
Proses pembuatan karya dilakukan dalam durasi yang sama di rumah masing-masing, sebagai upaya untuk tetap terhubung dalam kerja kolektif. Tujuannya termasuk merawat ingatan akan peristiwa global yang dirasakan bersama, khususnya oleh perempuan dalam ruang domestik.
“Pandemi menjadikan ruang domestik yang dekat dengan aspek yang dirasakan dan dilambangkan sebagai ruang kerja perempuan menjadi ruang serbaguna. Rumah menjadi pusat dari segala aktivitas mulai dari sekolah, kerja, hingga istirahat,” ucap Lusiana.
Karya ini memperlihatkan cara perempuan merawat ingatan akan pandemi, mengartikulasikan peran perempuan sebagai sumber pengetahuan, melalui praktik tekstil yang lestari dan konektivitas antar manusia dalam kerja kolektif.
Ada juga Karya tumbuh yang pertumbuhan dimulai dari hari pembukaan pameran ‘Berbicara Melalui Kain’ Jumat, 10 November 2023. Pada karya ini Lusiana memberikan beberapa pertanyaan-pertanyaan seputar konteks domestikasi ruang produksi pengetahuan dan budaya dari perspektif perempuan.
Siapapun bisa menjawab pertanyaan tersebut melalui tulisan atau rajutan. Karya ini menyinggung isu-isu kolektif tersebut melalui pendekatan partisipatoris. Proses artistik diinisiasi oleh Lusiana Limono bersama teman-teman kolektif RajutKejut.
Bagian pamungkas pameran adalah karya yang terdapat di dekat pintu masuk. Di sini ada panel dua sisi dengan karya Manifesto (2023) dan Udar Pikiran (2023) di masing-masing bidang, yang dipasang sebagai simbol dari riset akademik Lusiana Limono.
Karya Manifesto menisik pernyataan dan pertanyaan Lusiana terkait ruang domestik, keperempuanan, dan kain sebagai media ekspresi. Perspektif perupa mengenai hal tersebut terus bertumbuh dan beradaptasi selama seluruh proses riset artistik.
Oleh karena itu, karya Manifesto menjadi kanon dari sulaman nilai yang dia bawa, hingga karya-karyanya ditampilkan bagi publik. Karya ini disulam di atas sehelai kain seprai bekas, di mana secara simbolik menceritakan beragam mimpi dan ide perupa menjelang waktu tidur.
Lalu pada Udar Pikiran (2023), sisi ini menampilkan visualisasi ilustratif dari manifesto perupa, dalam proses penciptaan karya dan maknanya –menggunakan garis dari benang dan kain. Karya Udar Pikiran merupakan versi lanjutan dari kerangka berpikir tesis Lusiana.
Beberapa topik bahasan mengenai makna hierarki yang terbentuk secara sosial dapat dipertanyakan bersama-sama pada karya partisipatoris Merajut Rumah, Menenun Cerita, di penghujung area pameran.