Jakarta, Gatra.com - Sejumlah Pimpinan Serikat Buruh seperti Said Iqbal, Ilhamsyah Pratama, Jumhur Hidayat hingga Elly Silaban mengkritik pernyataan Prabowo yang meminta buruh tidak banyak menuntut ke pengusaha soal upah.
Ketua Umum Jaringan Nasional Aktivis (Jarnas) 98, Sangap Surbakti mengajak para pimpinan serikat buruh itu tidak sesat pikir. Sangap menyakini tak ada maksud Prabowo membatasi buruh menuntut haknya, khususnya soal upah. Penentuan upah telah diatur oleh peraturan perundang-undangan.
"Upah itu sudah ada mekanismenya di dalam peraturan resmi. Upah lahir atas kesepakatan, pemerintah, pengusaha dan pekerja atau wakilnya. Saya percaya prabowo tidak lari dari hal itu," ucap Sangap di Sekretariat Jarnas 98, Jakarta, Senin (13/11)
Sangap menuturkan, Prabowo jauh-jauh hari sudah memikirkan cara membuat buruh di Indonesia lebih terhotmat dan sejahtera. Di dalam visi-misi Prabowo-Gibran 2024 Bersama Indonesia Maju disampaikan, Prabowo dan Gibran ingin seluruh Buruh tidur tenang karena menerima penghasilan yang cukup.
"Visi-Misi itu dirancang langsung oleh Prabowo dan Gibran," tutur Sangap.
Menurutnya, di dalam visi-misi itu, Parabowo menjabarkan secara runut dan rinci bagaimana cara mencapai gagasan Buruh tidur tenang karena menerima penghasilan yang cukup.
"Cara mencapainya ialah menggunakan prinsip-prinsip ekonomi Pancasila," ucap Sangap.
Ia juga menjelaskan, Ekonomi Pancasila itu memiliki lima prinsip dasar yakni, ekonomi yang religius dan wujudkan persatuan Nasional, ekonomi yang menjunjung tinggi kemanusiaan, ekonomi yang berpihak pada kepentingan Nasional.
"Yang keempat, ekonomi yang egaliter (sederajat) dan yang kelima yaitu ekonomi yang berkeadilan sosial," tutur Sangap.
Sangap pun mengajak pimpinan serikat buruh membaca secara seksama visi-misi itu terlebih dahulu sebelum mengkritik hal yang disampaikan Prabowo agar tak sesat pikir kemudian.
"Begini, saya inikan Dosen. Sering saya sampaikan ke anak didik saya, kalau ingin mengetahui pemahaman seseorang, yang terpenting itu baca karya tulisnya. Visi-misi itu menurut saya dalam politik praktis bisa menjadi karya tulis," ujarnya
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Elly Silaban menegaskan aktualisasi kebijakan pemerintah yang nyata dirasakan oleh buruh adalah kenaikan upah. Subsidi yang dijanjikan Prabowo menurutnya tidak lebih dari janji-janji politik.
"Kalau memang ada dana untuk itu (subsidi buruh) ya dibuat saja semacam kontrak politik dan itu menjadi sebuah kebijakan nantinya ketika Bapak-Bapak ini memimpin," kata Elly, Kamis (9/11).
"Tapi saya enggak percaya semua janji politik. Yang dituntut pekerja dan buruh itu kenaikan upah yang aktual dan itu bisa diterima mereka. Tidak ada yang menjamin bahwa kandidat Presiden akan melaksanakan itu ketika mereka terpilih," sambungnya.
Adapun yang dijanjikan Prabowo dengan meminta buruh tak banyak tuntut kenaikan upah adalah biaya kesehatan gratis, subsidi listrik, subsidi BBM, subsidi untuk pendidikan, plus makan siang gratis untuk siswa SD dan pondok pesantren.
"Bagus sih idenya memberikan makan siang, memberikan subsidi-subsidi yang lain, subsidi BBM, tapi itu kan janji-janji yang sudah kita pernah dengar sebelumnya. Jadi kita hanya mau itu aktual," kata Elly.
Senada, Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Ilhamsyah menilai tidak pantas Prabowo Subianto mengeluarkan pernyataan tersebut. Menurutnya upah menjadi hal fundamental yang diperjuangkan buruh di Indonesia.
"Persoalan upah adalah persoalan urat nadi kehidupan buruh hari ini. Kita sama-sama tahu Indonesia hari ini adalah negara nomor dua terendah upahnya se-Asia, hanya di atas Laos dan Vietnam. Tingkat di Indonesia sangat rendah, terutama di wilayah Jawa Tengah," kata dia.
Ilhamsyah mengatakan saat ini justru perusahaan bersikap tertutup enggan untuk membuka laporan keuangan mereka kepada buruh.
"Seharusnya yang ditekan itu bukan lagi buruh yang menuntut kenaikan upah kepada pengusaha, tapi harusnya dalam konsep negara kesejahteraan harus mulai membagikan keuntungannya kepada buruh dalam bentuk upah yang lebih baik, upah yang lebih layak kepada pekerja atau buruhnya," katanya.
Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur menilai Prabowo keliru dalam berpikir. Dia menjelaskan pendapatan buruh dan capital revenue dalam satu usaha di Indonesia masih sekitar 39 persen, paling rendah di Asean Five. Sementara di negara yang lebih memikirkan pekerjanya seperti di Eropa, bisa sampai 60 persen pendapatannya untuk buruh.
"Perspektif di pemikiran Prabowo itu adalah business bias atau pengusaha bias. Jadi bias kepada pengusaha, bukan bias kepada keadilan, dalam hal ini keadilan bagi kaum buruh," tegas Jumhur.
Jumhur berpendapat, tidak ada hubungan antara pemerintah memberi kemudahan kepada pengusaha dengan pertumbuhan ekonomi.
"Yang ada malah bisa sebaliknya karena pertumbuhan disumbangkan 56-57 persen dari belanja masyarakat," sambung Jumhur.
Ia mengingatkan, kalau kaum buruh tidak memiliki upah yang cukup, maka daya beli rendah, UMKM terpukul. Sektor-sektor yang memberikan produksi massal juga akan terpukul. Menurutnya tuntutan buruh atas kebaikan upah itu hal yang masuk akal.
"Jadi perspektifnya tidak boleh jangka pendek, itu perspektif abad 18 sampai awal abad 20 di mana pokoknya kaum buruh diperas setinggi-tingginya untuk mendapatkan keuntungan bagi pengusaha," tegasnya.