Home Gaya Hidup Voice Against Reason: Pameran Seni Kontemporer Asia-Pasifik Eksplorasi Makna Bersuara

Voice Against Reason: Pameran Seni Kontemporer Asia-Pasifik Eksplorasi Makna Bersuara

Jakarta, Gatra.com - Museum MACAN menggelar pameran kolektif bertajuk “Voice Against Reason”, sebuah pameran grup besar yang melibatkan 24 perupa dari lintas Asia-Pasifik. Perupa yang bergabung dari pameran ini di antaranya berasal dari Australia, Bangladesh, India, Indonesia, Jepang, Singapura, Thailand dan Vietnam.

Pameran ini dibuka untuk publik pada tanggal 18 November 2023 dan menghadirkan karya-karya komisi terbaru, proyek terkini dari perupa ternama, dan karya-karya kontemporer yang mengangkat dialog sejarah seni dari periode modern Indonesia.

Perupa yang terlibat di antaranya: Bagus Pandega; Nadiah Bamadhaj; Chang En Man; Heman Chong; Griya Seni Hj. Kustiyah Edhi Sunarso, Hyphen—, Tom Nicholson with Ary "Jimged" Sendy, Aufa R. Triangga, Nasikin Ahmad; Emiria Soenassa; Galih Johar; Shilpa Gupta; I Ketut Muja; I Wayan Jana; Ika Arista; Jumaadi; Khadim Ali; Meiro Koizumi; Natasha Tontey; Tuan Andrew Nguyen; Mumtaz Khan Chopan, Ali Froghi, and Hassan Ati; Rega Ayundya Putri; S. Sudjojono; Khaled Sabsabi; Kamruzzaman Shadhin; Sikarnt Skoolisariyaporn; Amin Taasha; dan The Shadow Factory.

Baca Juga: Wawancara Seniman Asal Afganistan Amin Taasha: Kuda, Bunga Marigold, dan Puisi Persia

Apa makna dari bersuara atau berpendapat? Seperti judul pamerannya, “Voice Against Reason” menggali pertanyaan ini. Pameran ini merajut realitas yang sementara dan rapuh, yang terhubung dengan narasi-narasi pribadi, konteks sejarah, dan tema-tema politik, serta geografi, semua melalui sudut para perupa kontemporer terkemuka

Aaron Seeto, Direktur, Museum MACAN, mengatakan bahwa Voice Against Reason dimulai dari gagasan bahwa perupa membantu kita dalam menyuarakan dan memberi bentuk pada isu-isu dan ide-ide yang terkadang bergolak di bawah permukaan, atau yang mungkin berlawanan dengan arus. “Berbicara atau mengungkapkan pendapat adalah hal yang penting agar kita dapat melihat lingkungan sekitar dengan cara yang lebih kritis,” ucap Aaron.

Selama lebih dari 12 bulan, pihak Museum MACAN telah bekerja sama dengan para perupa dalam mengembangkan dan mengkomisi sejumlah karya baru yang kemudian dipamerkan bersamaan dengan karya-karya besar oleh para perupa dari seluruh regional Asia. Voice Against Reason juga dilengkapi dengan program wicara, kuliah umum, dan presentasi selama periode pameran berlangsung.

Rangkaian acara ini direncanakan akan berlangsung sepanjang periode pameran, serta dirancang untuk memperdalam keterlibatan audiens dengan karya seni dan tema-tema yang digagas. Nin Djani, Kurator Edukasi dan Program Publik Museum MACAN, berkata, “Kami melakukan pendekatan-pendekatan baru dalam proses produksi materi pendidikan, dengan memperbanyak kolaborasi dan mengajak beragam komunitas untuk turut berkontribusi.”

Adapun Putra Hidayatullah, ko-kurator, mengatakan bahwa pameran ini mengajak kita menggali lebih dalam tentang perbatasan, narasi pribadi, sejarah, dan politik yang saling terkait dengan geografi dan lanskap budaya yang beragam.

Baca Juga: Catat Tanggalnya, Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang

Bertepatan dengan pembukaan pameran, Museum MACAN juga menghadirkan penampilan perdana dari Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang, sebuah pertunjukan wayang terbaru oleh Jumaadi dan The Shadow Factory, dengan jadwal pertunjukan terbatas pada 18-26 November 2023.

Pertunjukan wayang yang inovatif ini menampilkan ratusan wayang kertas dalam berbagai ukuran dan bentuk–setiap wayang kertas mewujudkan sebuah potongan peristiwa. Lakon dimainkan oleh dua orang pawang bayang-bayang di atas dua mesin OHP (overhead projector) diiringi dengan musik eksperimental. Pertunjukan yang berdurasi 45-60 menit ini mengandung unsur kekerasan dalam sejarah namun cocok untuk segala umur, dengan bimbingan orang tua untuk anak-anak.

Kemudian ada sebuah program wicara bersama Hyphen–, Kamruzzaman Shadhin, Nadiah Bamadhaj, Natasha Tontey, Sikarnt Skoolisariyaporn, dan Khaled Sabsabi bersama dengan para ko-kurator Rizki Lazuardi dan Putra Hidayatullah. Program ini dilakukan dalam rangka pembukaan Voice Against Reason pada hari Sabtu, 18 November 2023, dari pukul 13:00-15:00 WIB.

Dibawakan dalam Bahasa Inggris, wicara ini akan diselenggarakan dalam dua sesi berdasarkan tema yang diangkat oleh para perupa. Sesi pertama yang berjudul ‘Remnants and Remembrance’ akan membedah praktik artistik yang digunakan untuk menyampaikan suatu memori kolektif. Sementara sesi kedua yang bertajuk ‘Future Forecast’ akan berfokus pada eksplorasi pergeseran praktik budaya dan tradisi–juga peran teknologi dan seni kontemporer dalam prosesnya.

117