Home Gaya Hidup Napas Juang Kris Biantoro, Rumah Juang, Pekik Merdeka Bangunkan Generasi

Napas Juang Kris Biantoro, Rumah Juang, Pekik Merdeka Bangunkan Generasi

“Hidup saya seperti busur-busur terpentang yang siap melontarkan saya ke jalan yang pasti dan tertentu”.—Kris Biantoro

 

Jakarta, Gatra.com - Lelaki dengan sapaan khas “Merdeka” itu memang sudah tiada. Namun, semangat juang—ruh nasionalisme—yang terpancar dari gerak dan ucapannya menjadi teladan yang tak pernah mati. Kris Biantoro, bapak presenter Indonesia, penyanyi, dan salah satu seniman multitalenta terbaik yang pernah dilahirkan Indonesia.

Pada zaman Sukarno, saat masih duduk di bangku kuliah, Kris Biantoro pernah terlibat dalam operasi merebut Irian Barat dari Belanda yang dikenal Trikora. Bukan untuk bertempur, melainkan untuk bernyanyi di hadapan para prajurit. Di masa tuanya, Kris Biantoro pernah ditugaskan menjadi staf di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Australia.

Kris Biantoro berpulang pada usia 75 tahun, tepatnya pada 13 Agustus 2013. Lelaki kharismatik ini lahir di kaki Gunung Merbabu, tepatnya di Desa Grabag, Karisedenan Kedu, Jawa Tengah. Suasana desa yang asri begitu melekat pada benaknya. Getaran kenangan dan angan semasa kecilnya kemudian ia tuangkan pada Rumah Juang yang berlokasi di Perumahan Bukit Permai, Cibubur, Jakarta Timur.

Rumah ini dibangun pada 1990 dan selesai pada 1991. Rumah yang teduh, tenang, dan tepat berada di sisi danau menjadi penawar Kris Biantoro atas riuhnya dunia hiburan yang dilakoninya. Berselang sepuluh tahun dari kepergiannya, Rumah Juang Kris Biantoro resmi diluncurkan dan diperkenalkan pertama kali ke hadapan publik pada November 2023.

Acara bertajuk “Peluncuran Rumah Juang Kris Biantoro” resmi digelar di Grha Kris Biantoro di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, pada Kamis (23/11). Acara itu sekaligus menjadi haul ke 10 dari mega bintang Indonesia, mendiang Kris Biantoro. Peluncuran tersebut dihadiri oleh putra Kris Biantoro Ceasefiarto Subiantoro atau Arto Biantoro; Istri Kris Biantoro Maria Nguyen Kim Dung; Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI, Hilmar Farid; keluarga almarhum penyanyi Chrisye; dan keluarga pelawak S. Bagio.

Konferensi Pers Peluncuran Rumah Juang Kris Biantoro (GATRA/ Andhika Dinata)

Aktivis brand lokal sekaligus putra Kris Biantoro, Arto Biantoro menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung peluncuran Rumah Juang Kris Biantoro. “Sekarang adalah era post modern culture di mana kita perlu menjahit narasi tentang perjalanan sejarah atau cerita di masa lalu, kemudian mencari modelnya di masa sekarang,” kata Arto.

Meminjam ungkapan Bung Karno, presiden pertama RI, agar masyarakat tidak melupakan sejarah (never leave a history). Kisah tentang Kris Biantoro layak dimuseumkan sebagai narasi berharga bagi generasi sesudahnya. Kris Biantoro adalah sosok yang lengkap. Ia penyanyi, pelakon, veteran pejuang, dan diplomat. Sejarah mencatat Kris Biantoro telah menorehkan sejumlah jasa terhadap belantika musik dan sinema Indonesia di masa lalu.

“Kita berupaya mempertemukan narasi yang hilang antara generasi masa lalu dengan generasi sekarang. Generasi penerus menjahit narasi-narasi tersebut dimulai dengan Rumah Juang Kris Biantoro ini. Diharapkan ke depan, ada banyak lagi narasi yang bisa dihidupkan mulai dari narasi atlet, negarawan, politisi dan banyak lagi,” ujar Arto.

Arto mencontohkan, bagaimana narasi tokoh di luar negeri diciptakan dan dikreasikan dalam bentuk museum. Mulai dari museum Elvis Presley, museum Ronald Reagan, dan museum Charlie Caplin. Menurutnya, spirit Kris Biantoro tetap hidup di tengah keluarga dan orang-orang terdekatnya. Kris Biantoro bukan hanya sosok Bapak, ia melekat di hati keluarga dan banyak orang sebagai guru, sahabat, teman dialog, penghibur, dan pustaka berjalan.

Pengunjung di Rumah Juang Kris Biantoro (GATRA/ Andhika Dinata)

Di mata keluarga dan orang-orang terdekatnya, Kris Biantoro dikenal sebagai pribadi yang punya semangat hidup tinggi, idealis, nasionalis, dan teguh memegang prinsip. Istri Kris Biantoro, Maria Nguyen Kim Dung menyampaikan bahwa Kris Biantoro adalah sosok suami yang romantis di balik sikapnya yang tegas. “Kris pernah berujar, keluarganya ibarat pulau yang indah,” tutur wanita berdarah Vietnam itu.

Perihal anak, Kris sadar betul, bahwa mereka titipan Tuhan yang membawa takdirnya masing-masing. Sebagai seorang Bapak, Kris berkewajiban memberi yang terbaik bagi anak-anaknya dan membentuk anak-anaknya menjadi sosok-sosok yang sehat secara pribadi maupun sosial. Meski, mengaku keras dalam mendidik dan menempa anak-anaknya, Kris menurutnya sosok Bapak penyayang, berjiwa sosial, dan humoris.

Tenaga Ahli Profesional (Taprof), Lemhanas RI, AM Putut Prabantoro mengungkapkan kesannya terhadap sosok Kris Biantoro. Menurut Putut, Kris Biantoro adalah sosok yang idealis, penuh dedikasi, dan totalitas dalam berkarya. Lebih jauh, sosok nasionalisme yang tertanam pada diri Kris Biantoro menjadikannya sosok pemersatu dan pembingkai budaya.

“Seniman atau pelaku seni seperti Kris Biantoro digerakkan oleh semangat yang sama, yaitu value atau nilai. Apakah itu nilai nasionalisme kebangsaan atau yang lain. Sekarang nilai tersebut perlahan tergerus dan hilang salah satunya penyebabnya media sosial,” kata Putut.

Putut menyatakan, bangsa ini membutuhkan keteladanan. Ketiadaan keteladanan akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang lemah. “Tahun 2045 adalah tahun emas kemerdekaan dan anak muda jadi penentu. Jadi, mereka harus memiliki fondasi yang kuat bagaimana menjaga negara ini. Kita memiliki keprihatinan terhadap apa yang terjadi pada generasi muda saat ini,” ucap Putut.

Potret Kris Biantoro Semasa Hidup (GATRA/ Andhika Dinata)

Perwakilan Kemendikbud sekaligus Tim Operasional Museum dan Cagar Budaya, Agus Sulistya mengapresiasi gagasan pihak keluarga Kris Biantoro untuk membangun museum Rumah Juang Kris Biantoro. “Museum merupakan lumbung ilmu pengetahuan di mana sejarah berjalan dalam tiga dimensi waktu, masa lalu, sekarang, dan akan datang. Masa lalu akan hilang kalau tidak dipentaskan kembali dan dilakukan rethinking terhadapnya,” kata Agus.

Menurut Agus, tantangan dalam pembangunan museum relatif sama, yaitu membuat museum lebih mudah dari merawat dan mempertahankannya. “Museum membutuhkan dukungan untuk mendapatkan paradigma partisipatory atau keterlibatan komunitas, jaringan kemitraan antara sesama profesi dan komunitas,” tuturnya.

Agus mengajak semua pihak berkontribusi membangun musem sesuai talenta masing-masing. “Museum menjadi ramai bukan karena pemilik atau pengelola tetapi karena kehadiran komunitas yang hadir di situ. Keberadaan museum menjadi sumber inspirasi generasi muda Indonesia,” pungkasnya.

Sejarawan Asep Kambali mengatakan, gairah pembangunan dan revitalisasi museum di Indonesia masih perlu digalakkan. Ia merujuk pada pengalaman di sejumlah negara terutama Amerika Serikat (AS) di mana museum itu berkembang karena kehadiran masyarakat. “Manusia itu sudah punya arsip sebelum manusia itu lahir. Jadi, kita perbanyak arsip dan menjadikan itu artefak bagi anak-anak kita. Sekarang era bagaimana kita membangun museum berbasis keluarga dan menghidupkan narasinya.

Menurutnya, pembangunan Rumah Juang Kris Biantoro perlu didukung untuk memunculkan narasi juang Kris Biantoro kepada bangsa yang sedang mengalami krisis keteladanan. “Kita tahu bagaimana di masa lalu anak-anak muda berada di barisan terdepan. Usia belasan tahun di masa lalu mereka sudah terlihat kokoh (berpendirian). Dari Rumah Juang ini kita harus menggali nilai-nilai perjuangan. Rumah ini akan menjadi memori masa lalu,” ucapnya.

Perjalanan Kris Biantoro sebagai seorang penghibur tak bergulir di ruang hampa. Garis-garis tempuhnya bersinggungan dengan berbagai momentum dan interaksi yang menghasilkan sejumlah memorabilia. Sebilah golok yang dipakainya dalam film “Jagoan Tengik”, beberapa setel jas dan dasi yang pernah dikenakannya dalam sejumlah kesempatan dan sebagainya adalah saksi dari proses kreatif dan perjalanan hidup.

Semasa hidup, Kris Biantoro memiliki sejumlah arsip penting dan sebagian besar telah diserahkan oleh pihak keluarga kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) pada 16 Agustus 2014. Arsip yang diserahkan antara lain: foto, video, tekstual terkait tanda-tanda penghargaan, catatan-catatan aktivitas, dan lagu-lagu yang pernah dinyanyikan oleh Kris Biantoro.

Kris Biantoro punya sudut pandang sendiri tentang makna Pusaka dan Pustaka. Ilmu, pengalaman, dan karya itulah pusaka yang bisa ia turunkan atau wariskan kepada siapa saja yang akan menjadi pelanjutnya. Sementara, Pustaka adalah sesuatu yang bisa menjadi penanda pencapaian seseorang. Ini sesuai dengan apa yang ia sampaikan bahwa: “Hidup saya seperti busur-busur terpentang yang siap melontarkan saya ke jalan yang pasti dan tertentu”.

121