Home Politik Habiburokhman Sebut Anwar Usman Korban Kambing Hitam

Habiburokhman Sebut Anwar Usman Korban Kambing Hitam

Jakarta, Gatra.com - Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran memberikan tanggapan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan ulang batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor perkara 141/PUU-XXI/2023. Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman menilai terkait dalil dari pemohon menggugat Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dengan alasan putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) tidaklah mendasar.

“Bahwa dalam berbagai kesempatan, saya berulang kali menegaskan bahwa dalam putusan MKMK sama sekali tidak ada pembahasan dan juga tentu tidak ada pembuktian adanya intervensi ya,” kata Habiburokhman saat konferensi pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta Selatan, Kamis (30/11).

Meskipun dalam putusan MKMK telah dijadikan dasar hukuman pelanggaran berat terhadap Hakim Anwar Usman. Namun, dalam pertimbangannya tidak ada bukti terkait fakta adanya intervensi dalam putusan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

“Tidak ada satu orang pun yang menyampaikan keterangan terkait adanya intervensi. Juga alat bukti yang dihadirkan tidak satu alat bukti pun yang menunjukkan terjadinya intervensi,” ucapnya.

“Sehingga menjadi pertanyaan ya kalau saudara Anwar Usman dihukum berat karena disebut membuka ruang intervensi. Inilah yang kami katakan kekonyolan ya, penegakan etik yang dilakukan oleh MKMK sendiri,” sambungnya.

Lantas, politikus Partai Gerindra itu juga menyinggung soal alasan MK dalam putusan perkara 141 yang menolak permohonan dari Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Brahma Aryana, selaku pemohon tidak bisa dibuktikan. Sebagaimana dalil alasan pemohon menggugat, karena merasa mengandung intervensi dari luar, konflik kepentingan, putusan yang cacat hukum menimbulkan ketidakpastian hukum serta mengundang pelanggaran prinsip negara hukum.

“Ini apa yang bicara bukan Habiburokhman tapi delapan hakim MK ya. Di delapan hakim MK mengatakan bahwa dalil yang mengatakan ya. Dalil pemohon yang mengatakan telah terjadi intervensi dalam perkara 90, itu tidak dapat dibenarkan di putusan ini,” sebutnya.

Anwar Uman Korban Kambing Hitam

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut memandang bila Hakim Anwar Usman sebagai korban ‘kambing hitam’. Hanya untuk dicari-cari kesalahan guna melegitimasi putusan MKMK, untuk merubah syarat usia capres-cawapres.

“Sehingga semakin terang dan jelas sebetulnya Bapak Anwar Usman ini korban kambing hitam ya. Orang yang sengaja dicari kesalahannya sekedar untuk melakukan legitimasi ya, terhadap di putusan MKMK,” tuturnya.

“Jadi saya pikir ini menunjukkan kepada publik ya, kepada kita semua, bahwa memang setelah kita cermati, tidak ada yang namanya intervensi tersebut dan memang sebetulnya tidak tepat putusan pelanggaran berat terhadap Pak Anwar Usman ya,” tambah dia.

Menurut Habiburokhman, ungkapan ‘kambing hitam’ itu dipakainya untuk menggambarkan pihak yang mencoba untuk mengait-ngaitkan dan menurunkan elektabilitas dari pasangan capres- cawapres Prabowo dan Gibran.

“Dimana keputusan inilah yang kemudian dibawa-bawa terus dan dikait-kaitkan dengan kami pasangan Prabowo Gibran. Disebut apa, diwarnai cacat hukum, diwarnai dengan cacat etika, dan lain sebagainya,” jelasnya.

Habiburokhman mengimbau dengan adanya putusan MK nomor perkara 141 jangan lagi menjadikan dalih untuk mempermasalahkan putusan soal usia capres-cawapres. Karena, dalam putusan itu telah bulat dan tidak ada dissenting dan concurring opinion.

“Sehingga sudah, kita jangan lagi praktekkan politik fitnah, politik framing hitam, kita kedepankan tadi seperti kata Pak Dasco, kita kontestasi gagasan, kita kontestasi visi misi, program-program, rekam jejak, dan satu lagi kita masing-masing,” imbuhnya.

Sebelumnya, MK menolak uji materil, yang mempermasalahkan syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden, atau yang hanya boleh maju pernah menjabat sebagai gubernur atau wakil gubernur.

Adapun, gugatan ini diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia bernama Brahma Aryana. Dalam amar putusannya, Hakim Suhartoyo bersama dengan delapan hakim MK menolak perkara nomor 141/PUU-XXI/2023.

"Menolak pemohon yang untuk seluruhnya," ucap hakim Suhartoyo dalam putusannya, Rabu (29/11/2023).

Majelis Hakim beralasan, pokok permohonan yang diajukan oleh Brahma tidak beralasan menurut hukum. Sebagaimana gugatan pasal Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 soal syarat usia capres-cawapres yang telah ditambahkan ketentuannya lewat Putusan MK Nomor 90/PU U-XX 11/2023 diubah.

Petitum itu terkait batas usia capres-cawapres bisa di bawah 40 tahun asalkan pernah menjabat sebagai kepala daerah di tingkat provinsi, yakni gubernur atau wakil gubernur.

99