Jakarta, Gatra.com – Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis mendesak Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) menghentikan intimidasi dan represi dengan dalih ”Cooling System” kepada masyarakat, khususnya lagi terhadap para guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya.
Demikian salah satu pernyataan sikap Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis dikutip pada Sabtu (10/2). Koalisi ini menyampaikan pernyataan sikap tersebut merespons ?dugaan intervensi yang dilakukan oleh jajaran Polda Jateng terhadap guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi terkait dengan petisi beberapa kampus terhadap dugaan praktik Kecurangan Pemilu dan Kemunduran Demokrasi oleh Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Gufron Mabruri dari IMPARSIAL menyampaikan, jajaran Polda Jateng ditengarai meminta sejumlah rektor dan guru besar untuk membuat video testimoni positif tentang kepemimpinan Presiden Jokowi. Kepolisian berdalih bahwa hal ini merupakan program ”Cooling System” yang dilakukan menjelang pencoblosan Pemilu 2024.
“Kami menilai, intervensi yang dilakukan oleh jajaran Polda Jateng merupakan bentuk intimidasi terhadap para guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi,” ujarnya.
Julius Ibrani dari PBHI menyampaikan, hal ini sejatinya juga bukan merupakan tugas kepolisian untuk meminta testimoni positif terkait kepemimpinan Presiden Jokowi.
Menurutnya, tugas kepolisian seharusnya adalah menjamin kebebasan berekspresi dan kebebasan akademik setiap guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya, dalam menyampaikan kritik dan pendapat mereka terkait situasi yang terjadi belakangan ini.
“Sebagai negara demokratis, Pemerintah dan penegak hukum seharusnya mendukung kebebasan berkumpul dan berpendapat yang dilakukan oleh perwakilan akademisi serta masyarakat sipil,” katanya.
Terlebih lagi, lanjut Dimas Bagus Arya dari KontraS, situasi panas terkait Pemilu 2024 justru dipicu oleh intervensi brutal Presiden Jokowo lewat Putusan MK No. 90 dan kampanye terselubung serta politisasi Bansos.
“Seharuanya, Polda Jateng melakukan Cooling System terhadap Presiden Joko Widodo agar tidak terus menerus merusak demokrasi, bukan sivitas akademika kampus,” katanya.
Wahyudi Djafar dari ELSAM menyampaikan, intervensi yang dilakukan oleh Polda Jateng melalui program Cooling System merupakan tanda bahwa Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Jokowi menunjukkan wajah rezim otoritarian.
“Permintaan video testimoni yang berkedok program Cooling System oleh Polda Jateng bukan merupakan upaya untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat jelang Pemilu 2024,” katanya.
Menurut Wahyu Susilo dari Migrant Care, meminta testimoni positif di tengah gelombang civitas akademika yang sedang bersuara lantang menolak kecurangan Pemilu adalah bentuk pembungkaman terhadap masyarakat.
Sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Jateng juga melakukan pemanggilan terhadap 176 kepala desa di Kabupaten Karanganyar yang dilakukan secara bertahap antara 27-29 November 2023.
Menurut Polda Jateng, alasan pemanggilan tersebut terkait adanya laporan dugaan pemotongan dana aspirasi desa yang bersumber dari bantuan keuangan Provinsi Jawa Tengah di tiga daerah, periode 2020 sampai 2022.
“Kami memandang, pemanggilan kepala desa ini bersifat politis dan rawan untuk dipergunakan sebagai sarana rezim untuk menekan kepala desa,” ujar M. Isnur dari YLBHI.
Mike Verawati dari KPI, menyampaikan, lebih jauh, Koalisi Masyarakat Sipil menilai bahwa patut diduga kuat bahwa Polda Jateng telah menyalahgunakan kewenangannya dan pemanggilan tersebut dapat dipandang sebagai bentuk intimidasi terselubung.
Atas dasar kondisi di atas, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis dalam pernyataan sikapnya mendesak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk memberhentikan Kapolda Jateng karena diduga telah melanggar prinsip netralitas Polri dalam perhelatan politik Pemilu 2024.
Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis mendesak Kapolri agar memproses hukum secara tegas terhadap siapa pun di jajaran kepolisian yang telah melakukan pelanggaran maupun kejahatan Pemilu.
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajarannya untuk menjamin keamanan dan memberikan perlindungan terhadap kebebasan akademik dan berpendapat yang dilakukan oleh guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis terdiri dari IMPARSIAL, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), KontraS, YLBHI, Amnesty Internasional Indonesia, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), dan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Kemudian, Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, dan Flower Aceh.
Selanjutnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, dan Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP).
Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI, Yayasan Cahaya Guru (YCG), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), LBHM, dan Yayasan PIKUL. Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.