Home Hukum Buntut Khotbah Kontroversial, Pendeta Gilbert Lumoindong Digugat di PN Jakpus

Buntut Khotbah Kontroversial, Pendeta Gilbert Lumoindong Digugat di PN Jakpus

Jakarta, Gatra.com – Aktivis Kristiani, Wiliiyanto, menggugat Pendeta Gilbert Lumoindong di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait khotbah kontroversial dan viral di media sosial mengenai zakat 2,5% di Islam dan persembahan 10% di Kristen.

Kuasa hukum Wiliiyanto, Dr. Andry Chirstian, S.H., S.Kom., M.Th., C.Md., CLA, di Jakarta pada Kamis (2/5), menyampaikan, pihaknya mengajukan gugatan melawan hukum terhadap Pendeta Gilbert karena khotbah tersebut tidak sesuai dengan citra umat Kristiani.

Advokat dari Kantor Hukum & Investigasi Mahanaim Law Firm tersebut menyampaikan, pihaknya telah mendaftarkan gugatan tersebut di PN Jakpus pada Jumat, 26 April 2024 dengan Nomor Perkara: 247/Pdt.G/ 2024/PN Jkt.Pst.

Ia menjelaskan, adapun pihak tergugat dalam perkara ini adalah Pendeta Gilbert Lumoindong dan sebagai turut tergugatnya Badan Pengurus Pusat Gereja Bethel Indonesia (BPP GBI).

“Klien kami mengugat Pendeta Gilbert Lumoindong ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas tindakan Perbuatan Melawan Hukum dengan Pasal 1372 KUHPerdata,” katanya.

Andry yang sempat mendampingi dan memberikan bantuan hukum kepada Guruh Soekarnoputra dalam perkara eksekusi rumah peninggalan sang Proklamator RI beberapa waktu lalu itu, lebih lanjut menyampaikan, pihaknya mengguat Pendeta Gilbert Lumoindong karena membandingkan besaran zakat 2,5% di Islam dan sumbangan 10% di Kristiani.

Selain itu, lanjut Andry, Pendeta Gilbert Lumoindong juga membuat narasi yang membandingkan ibadah umat Islam dan Kristen terkait besaran zakat 2,5% dan sumbangan 10%. Narasinya, seolah dengan memberikan 10% maka bisa beribadah dengan santai.

“Padahal tidaklah demikian menurut kitab suci Kristiani, pemberian perpuluhan adalah karena cinta kasih kepada Tuhan, bukan untuk lebih santai,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Adry, kliennya sebagai seorang Kristiani kaget dan sedih karena seorang pendeta pada saat berkhotbah atau ceramah menyampaikan uang persembahan umat Kristen disamakan dengan zakat 2,5% di Islam dengan ukuran yang didasarkan pada tingkat dan cara ibadahnya yang dipraktikkan dalam suatu guyonan sehingga ditertawakan banyak orang.

“Tidak pantas seorang pendeta menarasikan jika menjadi umat Kristiani itu lebih enak dengan bahasa 'Santai' dari pada menjadi umat Islam dengan alasan ibadah hanya seminggu sekali dikarenakan besaran pembayaran persembahannya sebesar 10% dan bagi orang yang tidak mau membayar perpuluhan silakan bayar 2,5% tapi sembayangnya lima kali sehari karena beda kelas,” kata Andry mengutip pernyataan Pendeta Gilbert.

Sebagai seorang pemuka agama, lanjut Andry, Pendeta Gilbert Lumoindong seharusnya lebih berhati-hati dan tidak membuat narasi seperti candaan pada saat memberikan khotbah di depan umatnya, karena akan berdampak negatif.

“Mimbar dalam gereja hanya untuk memberitakan kebenaran dan untuk kemuliaan nama Tuhan,” kata Andry.

Sebelumnya, Pendeta Gilbert Lumoindong dilaporkan sejumlah pihak ke kepolisian, di antaranya dugaan penistaan agama sebagaimana Pasal 156 a UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP oleh pengacara Farhat Abbas di Polda Metro Jaya. Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) juga melaporkan dugaan yang sama.

Sedangkan Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) melaporkan Pendeta Gilbert Lumoindong diduga melanggar Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A UU Informasi dan Transaksi Elektroni (ITE). Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.

415