Home Regional Kisah Heru Herlambang, Penghuni One Icon Surabaya yang Menolak Pengelolaan P3SRS dari Pengembang

Kisah Heru Herlambang, Penghuni One Icon Surabaya yang Menolak Pengelolaan P3SRS dari Pengembang

Surabaya, Gatra.com – Heru Herlambang Alie yang merupakan pemilik unit dan warga dari One Icon Residence Tunjungan Plaza Surabaya resah akan langkah PT Pakuwon Jati Tbk yang sampai saat ini belum menyerahkan pengelolaan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) definitif kepada warga apartemen Once Icon Residence Surabaya.

Heru menjelaskan bahwa dirinya membeli unit di One Icon Residence, sebuah apartemen dalam super blok berada di tengah kota Surabaya yang dinaungi oleh PT Pakuwon Jati Tbk, sejak 2014 silam. Menurutnya setelah pembangunan selesai pada 2018 Pakuwon selaku pengembang tidak memiliki itikad baik untuk membentuk P3SRS resmi hingga saat ini.

“Saya mulai menempati apartemen di One Icon pada 2019, ketika itu belum tahu aturanya, dan Pakuwon tidak pernah menjelaskan soal aturan main pembentukan P3SRS itu, sampai akhirnya saya tahu sendiri,” terangnya saat ditemui GATRA beberapa waktu lalu.

Menurutnya jika mengacu pada kepada Undang­Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, dalam Pasal 59 ayat (2) ditegaskan bahwa masa transisi pengelolan rusun dari pelaku pembangunan (pengembang) kepada P3SRS yaitu paling lama satu tahun sejak penyerahan pertama kali unit kepada pemilik.

Selain itu, jika menilik Pasal 75 ayat (1), pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS paling lambat sebelum masa transisi berakhir, tanpa dikaitkan dengan belum terjualnya seluruh unit sarusun (satuan rumah susun).

“Dari 2018 memang sudah ada P3SRS sementara bentukan Pakuwon. Harusnya kalau menurut aturan, sudah diserahkan ke warga,” terangnya seperti dikutip dalam Majalah GATRA edisi 9-15 Mei 2024.

Menurut Heru, ia bersama warga lainnya mulai serius memperjuangkan pembetukan P3SRS setelah hadir dalam sosialisasi pembentukan P3SRS yang digelar oleh Kementerian PUPR. “Dari situ saya tahu, kalau P3SRS sementara One Icon ini menyalahi aturan, dan setelah dicek tidak berizin alias bodong,” ia menegaskan.

Heru berani bilang bodong, lantaran sudah mengecek ke dinas komunikasi dan informatika Kota Surabaya, bahwa P3SRS Tunjungan Plaza 6 tidak tercatat atau teregister pada dinas perumahan rakyat dan kawasan pemukiman serta pertanahan (DPRKPP) Kota Surabaya. Hal itu pun sama seperti P3SRS Tunjungan Plaza 5, apartemen Pakuwon Tower, maupun Pakuwon Center yang tak berizin.

Ia menceritakan bahwa pada mulanya ia sering komplain soal pelayanan dan fasilitas dari One Icon yang merupakan apartemen paling high end di Surabaya karena semua lebih bagus dari layaknya apartemen bintang lima. “Kita bayar IPL dan lain­lain, tapi buat fasilitas warga kok susah. Ganti lampu mati saja lamanya minta ampun,” katanya.

Tidak hanya itu ia menambahkan bahwa meminjam fasilitas tempat untuk acara sosialisasi dari Dinas Perumahan dan Kementerian PUPR saja dilarang. Ia menerangkan bahwa mengenal warga saja dibatasi. Sampai akhirnya Heru dan beberapa warga lainya secara berantai harus satu per satu mencari tahu dan berkenalan, hingga akhirnya terbentuklah paguyuban warga One Icon tercatat ada 260 orang yang tergabung dalam grup WhatsApp.

Sejak itu, Heru dan warga lainnya sering berselisih pendapat, baik dengan coulliers atau konsultan maupun dengan P3SRS sementara, bahkan hingga dengan pengembang. Warga makin curiga ada yang ditutup­tutupi, terutama karena menurutnya tidak adanya transparansi penggunaan anggaran dari P3SRS sementara.

Ia menuturkan bahwa selama dana IPL dan lainya dikelola Pakuwon, para pemilik apartemen atau warga tidak pernah sekalipun menerima pertanggungjawaban penggunaan maupun transparansi anggarannya. “Jadi kenapa mereka enggak mau serahkan ke warga, intinya ini duit, mengelola P3SRS ini duitnya banyak. Terus, bayar pajak enggak mereka?” bebernya.

Heru mengestimasi bahwa untuk iuran pengelolaan lingkungan (IPL) dan sinking fund (SF) dari 39 lantai Apartemen One Icon itu per bulan diperkirakan mencapai ratusan miliar. Detailnya, IPL, sekitar Rp1,4 miliar dan SF, Rp140 jutaan. Jika dihitung mulai Februari 2018 sampai April 2024 (74 bulan), totalnya mencapai IPL, Rp103,7 miliar, dan untuk SF, sekitar Rp10,3 miliar. Sehingga semua dana yang dikumpulkan bisa mencapai sekitar Rp114 miliar. “Ke mana uang ini?” tanya Heru.

Saking getolnya Heru memperjuangkan pembentukan P3SRS One Icon kepada pengembang, ia mengaku sampai harus menerima kriminalisasi. Menurutnya, ia dilaporkan oleh Building Manager Once Icon Residence, Agustinus Eko Pudji Prabowo, dengan Pasal 335 KUHP tentang tindak pidana ancaman kekerasan pada 17 Juni 2023. Bahkan statusnya sudah dijadikan tersangka oleh Polsek Tegalsari Surabaya.

Dia dituduh menendang Eko pada 5 Juni 2023 di sofa lobi Apartemen One Icon. Buktinya berdasarkan rekaman CCTV yang di-capture, dan rekaman hanya dari flashdisk. “Difoto dari CCTV itu, anehnya kaki saya bisa panjang, sudah dipanjangin saja tetap eng­ gak kena kepalanya. Lagian saya enggak ada niat nendang kepala dia,” jelasnya.

Merasa dikerjai, Heru pun sampai lapor ke Mabes Polri untuk meminta gelar perkara kasusnya. Hasil­ nya, Birowassidik Bareskrim Polri telah memberikan pentunjuk dan pengarahan kepada penyidik melalui surat tertanggal 16 Januari 2024. Surat itu memerintahkan agar dilakukan pendalaman lagi, baik secara konfrontir para pihak, ahli digital forensic secara verbal terhadap hasil labfor maupun dari perangkat CCTV.

Selain itu juga perlu dilakukan perbandingan originalitas data yang ada dari flashdisk juga memberikan kesempatan penyelesaian perkara tindak pidana berdasarkan restorative kepada para pihak.

Namun, menurut Heru, kasusnya hingga kini masih mandek. Ketika GATRA mengonfirmasi penyidik Polsek Tegalsari, Wasito enggan dimintai keterangan. Begitu pun dengan Kapolsek Tegalsari Kompol Risky Santoso. Ia hanya melimpahkan kepada Kanit Reskrim Iptu Arie Pranoto yang sudah dihubungi dan didatangi tak ada di tempat.

Sementara itu, kuasa hukum Eko, yang juga kuasa hukum Pakuwon Jati, George Handiwiyanto, enggan berkomentar banyak menegani kasus pelaporan ini. “Proses hukum ini sudah berjalan sudah lama sekali, saya berharap ini bisa selesai dengan baik­baik. Saya tidak mau komentar lebih jauh, ini bisa menjadi polemik,” ujarnya.

1375