Home Regional Dinilai Beratkan Buruh, KSPI Jateng Menolak Program Tapera

Dinilai Beratkan Buruh, KSPI Jateng Menolak Program Tapera

Semarang, Gatra.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah menolak program Tapera dijalankan saat ini karena akan semakin memberatkan kondisi ekonomi buruh, PNS, TNI, Polri dan rakyat.

Ketua KSPI JawaTengah (Jateng), Aulia Hakim menyatakan, meski Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebenarnya mempunyai tujuan yang baik untuk masyarakat dan buruh karena fakta kebutuhan perumahan untuk buruh, kelas pekerja dan rakyat adalah kebutuhan primer.

“Tetapi persoalannya, kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera. Karena membebani buruh dan rakyat,” katanya, Senin (17/6).

Menurut Auliam, berdasarkan kajian KSPI Jateng, alasan program Tapera belum tepat dijalankan saat ini antara lain, belum ada kejelasan terkait kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program Tapera.

Jika dipaksakan, maka bisa merugikan buruh dan peserta, karena dari perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3% (dibayar pengusaha 0,5% dan dibayar buruh 2,5%) tidak akan mencukupi untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Terlebih lagi upah rata-rata buruh Indonesia khususnya di Jateng masih sangat kecil, seperti UMK Kota semarang tahun 2024 adalah Rp 3,2 juta per bulan.

Bila dipotong 2,5 % per bulan maka iurannya adalah sekitar 80.000 per bulan atau Rp960.000 per tahun. Karena Tapera adalah Tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp9.6000.000 hingga Rp19.200.000.

Dalam 10 tahun ke depan apakah ada harga rumah yang seharga Rp 9,6 juta atau Rp19,2 juta dalam 20 tahun, kendati telah ditambahkan keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera tersebut, tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah.

“Jadi dengan iuran 3 persen yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera untuk memiliki rumah. Sudah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Aulia, program Tapera tidak tepat dijalankan sekarang sepanjang tidak ada kontribusi iuran dari pemerintah sebagaimana program penerima bantuan iuran dalam program Jaminan Kesehatan.

Program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dana dari buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum. “Jangan sampai kasus korupsi baru merajalela di Tapera sebagaimana terjadi di Asabri dan Taspen,” tandasnya.

Bila program Tapera tetap akan dijalankan, imbuh Aulia, KSPI Jateng mengusulkan merevisi UU tentang Tapera dan peraturan pemerintahnya yang memastikan hak rumah adalah hak rakyat dengan harga murah dan terjangkau.

Iuran Tapera bersifat tabungan sosial, bukan tabungan komersial, yakni pengusaha wajib mengiur sebesar 8,5%, pemerintah menyediakan dana APBN yang wajar dan cukup untuk kepemilikan rumah, dan buruh mengiur 0,5%.

“Menaikkan upah buruh yang layak agar iuran Tapera tidak memberatkan para buruh, serta Tapera adalah program tabungan sosial seperti JHT dan Jaminan Pensiun, bukan program asuransi sosial seperti Jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja,” ujarnya.

108