Home Hiburan Menggandeng Penonton, Antara Idealisme dan Komersialisasi

Menggandeng Penonton, Antara Idealisme dan Komersialisasi

Jakarta, Gatra.com - Suatu produksi pementasan, baik itu konser, pertunjukan seni teater ataupun musikal, tentu mengedepankan idealisme mengenai apa yang ingin ditunjukkan. Namun, demi keberlangsungan produksi, faktor-faktor lain harus diperhitungkan, salah satunya soal penjualan tiket dan cara menarik penonton.

Presiden Direktur PT Java Festival Production, Dewi Gontha, membagikan kisahnya yang harus menurunkan idealisme saat mengadakan Java Jazz Festival (JJF) pertama untuk pertama kalinya, yaitu di tahun 2005.

"Sebenarnya, ada sesuatu yang kita kerjain di awal yang tidak idealis tapi harus dilakukan pada saat kita mau melakukan sebuah acara biar komersial," ucap Dewi Gontha dalam acara talkshow Festival Musikal Indonesia 2023 bertema "Menggandeng Penonton: Tidak Sekadar Jualan Tiket!", Ciputra Artpreneur, Jakarta, Minggu (29/10).

Baca Juga: Jakarta Doodle Fest 2023: Menjadikan Karya Seni Berdaya Jangkau Luas

Kala itu, JJF menghadirkan beberapa band yang tidak termasuk dalam kategori jazz, seperti RAN dan Maliq D'essentials. Dewi Gontha mengatakan, hal ini berhasil menarik animo pecinta musik di luar jazz untuk mau hadir di JJF dan merasakan nuansa festival yang mereka tawarkan.

"Buat mereka mau datang ke acara kita, kita harus presentasi ke mereka kalau ini bukan hanya untuk penonton jazz, ini untuk semua jenis penonton. It's a whole experience, so you are selling an experience," jelas Dewi lagi.

Faktor lain yang tidak kalah penting untuk memastikan keberhasilan suatu event adalah tanggal yang dipilih. Hal ini disampaikan oleh Program Officer Indonesia Kaya, Rieka Nur Asy Syam.

"Kita harus tanya-tanya dulu nih, tanggal sekian kira-kira ada event apa aja. Kalau bisa, jangan barengan, biar kita juga bisa dapat pasar semaksimal mungkin yang kita bisa," ucap Rieka.

Ia pun menceritakan salah satu pengalaman ketika sedang bekerja sama dengan Jakarta Movin untuk pementasan musikal teater "Cek Toko Sebelah". Saat itu, Rieka sempat berdiskusi dengan Co-founder & CEO Jakarta Movin, Nuya Susantono.

"Dari movin 'Kak kita mau tanggal sekian sekian sekian'. Dari Indonesia Kaya, 'Nuy, tanggal sekian di Jakarta event lagi banyak banget. Are you sure bikin di tanggal itu?", kata Rieka.

Baca Juga: Catat Tanggalnya, Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang

Ia menegaskan, meskipun Indonesia Kaya sering dipandang sebagai sponsor atau promotor, pihaknya tetap mengedepankan pentingnya komunikasi dan koordinasi dengan para seniman.

"Tapi, kita tuh gak bisa jalan sendiri, kita tuh harus bergandengan tangan dengan seniman yang bener-bener punya visi misi yang sama dan pakai hati untuk ngejalanin ini," ucap Rieka lagi.

Pentingnya koordinasi ini juga diakui oleh Co-founder & CEO Jakarta Movin, Nuya Susantono. Nuya berpendapat, cerita dan konsep yang bagus saja tidak cukup untuk menarik penonton.

"Bahwa, jualan tiket musikal itu susah. Even, buat Jakarta Movin itu susah, kita masih mengalami banyak tantangan," kata Nuya.

Salah satu aspek yang ingin atau dirasa Nuya perlu untuk dicapai adalah menghadirkan unsur FOMO (Fear of Missing Out) jika tidak menonton suatu pementasan. Bagi Nuyo, hal ini belum terlalu terbentuk di kalangan penonton teater musikal dan ia berharap dapat meniru kesuksesan Java Jazz Festival dalam aspek ini.

46