Home Apa Siapa Kisah Kombes Alfian Bangun Jembatan di Kulonprogo: Rasakan Perjuangan Warga Seberangi Sungai Berarus Deras demi Sekolah dan Beribadah

Kisah Kombes Alfian Bangun Jembatan di Kulonprogo: Rasakan Perjuangan Warga Seberangi Sungai Berarus Deras demi Sekolah dan Beribadah

Kulonprogo, Gatra.com – Mimpi warga Dusun Parakan untuk memiliki jembatan demi mempermudah akses ke pusat desa akhirnya terwujud Maret lalu. Sosok Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Kombes Alfian Nurrizal, adalah pewujud mimpi puluhan tahun mereka.

Gatra.com mengunjungi Dusun Parakan, Desa Sidomulyo, Kecamatan Pengasih, Kulonprogo, Sabtu (10/6) siang. Warga yang tengah mengerjakan proyek pelebaran jalan untuk pendukung jembatan tersebut langsung bercerita banyak ketika nama Kombes Alfian disebut.

Bagi mereka, Kombes Alfian yang baru menjabat Dirlantas Polda DIY pada Oktober tahun lalu adalah orang yang selalu didoakan setiap hari. Berkat jasanya, warga sekarang memiliki jembatan besi sepanjang 18 meter dan lebar 2,5 meter yang melintas di atas anak Sungai Serang arah barat-timur.

Kepala Dukuh Parakan, Sigit Prihadi, pun bercerita mengenai pembangunan jembatan yang dinamakan ‘Gotong Royong Ngelo’ itu. Berkisah runut, ceritanya seperti menasbihkan sejarah panjang yang terjadi di dusunnya.

“Walau jalan setapak, sejak dulu ini adalah akses terdekat menuju fasilitas pendidikan, ekonomi, ibadah, kesehatan, maupun pusat desa. Meski harus menyeberangi sungai, warga rela menyeberang karena memangkas jarak dan waktu tempuh,” tutur Sigit.

Keinginan warga akan jembatan menjadi cita-cita besar yang tak pernah terwujud selama kepemimpinan lima kepala desa dan dua kepala dusun sebelumnya.

Ketiadaan jembatan sungguh merepotkan warga. Saat musim hujan, ketinggian sungai mencapai perut orang dewasa dan alirannya sangat deras, sehingga tidak memungkinkan diseberangi. Warga pun terpaksa menempuh jalan memutar di selatan maupun utara dusun dengan jarak tempuh kurang lebih 6 kilometer.

Kondisi itu disampaikan Sigit lewat video-video yang diunggahnya di media sosial. Unggahan itu menarik perhatian pendiri Yayasan Bumi Damai, Bripka Nur Ali Suwandi, yang kini bbertugas di Satuan PJR Ditlantas Polda DIY.

“Mungkin karena kedekatannya atau terharu dengan ceritanya, Pak Ali mengajak Pak Alfian ke sini untuk survei, Januari lalu. Saat itu saya diminta menceritakan kondisi apa adanya. Berhasil atau tidak (meyakinkan Kombes Alfian untuk membantu), Pak Ali menyerahkan ke saya,” lanjut Sigit.

Kepada Kombes Alfian, selama dua jam Sigit bercerita apa adanya. Mulai dari anak-anak yang harus menyeberangi sungai berangkat-pulang sekolah, petani yang kesulitan membawa hasil bumi, akses menuju pelayanan kesehatan yang jauh, hingga warga yang tak dapat melaksanakan salat tarawih karena tak bisa menyeberang saat aliran sungai membesar.

“Cerita warga yang tidak bisa melaksanakan salat tarawih (pada Ramadan sebelumnya) di masjid yang berada di sisi barat sungai menyentuh hati Pak Alfian. Saya masih ingat, itu tanggal 22 Januari. Pak Alfian langsung berjanji membangunkan jembatan dan selesai sebelum pelaksanaan salat tarawih pertama Ramadan kemarin,” katanya.

Kala itu Kombes Alfian meminta syarat agar pembangunan dikerjakan sepenuhnya oleh warga Dusun Parakan. Pemerintah desa juga diminta berjanji, saat jembatan sudah jadi, jalan ke jembatan dibenahi dan diperlebar.

Usai kunjungan itu, warga kemudian menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) pembangunan jembatan yang mencapai Rp264 juta dan besarannya dibagi tiga pihak, yakni warga, Yayasan Bumi Damai, dan Kombes Alfian.

“Angka yang kami ajukan disetujui dan donasi terbesar dari kebutuhan anggaran berasal dari pribadi Pak Alfian. Proyek ini dikerjakan penuh selama 49 hari dengan tenaga kerja dari warga tanpa ada bayaran,” kenang Sigit.

Tenaga kerja yang turut membangun jembatan tidak hanya warga Dusun Parakan, melainkan warga dari dusun tetangga, Kutogiri dan Talunombo, juga ikut serta. Bahkan warga Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, turun membantu.

Akhirnya, pada 22 Maret, tepat sebelum dilaksanakan salat tarawih pertama, Kombes Alfian meresmikan jembatan itu dibarengi acara syukuran bersama warga.

“Peresmian dilaksanakan sederhana saja. Pak Alfian dan warga duduk di area sawah kering habis panen. Beliau duduk di batu (menunjuk sisi timur jembatan) situ sambil menikmati nasi berlauk botok kelapa. Ini bukti betapa bersahaja dan rendah hatinya beliau,” katanya.

Sigit mengatakan kehadiran jembatan ‘Gotong Royong Ngelo’ ini seperti memberi kesempatan warga mengembangkan Dusun Parakan. Ke depan direncanakan akan dibangun irigasi untuk membuat area persawahan di sisi timur sungai. Pariwisata juga akan dikembangkan di sana.

Meski hanya sempat berkunjung dua kali, yakni saat survei dan peresmian, menurut Sigit, Kombes Alfian masih aktif berkomunikasi dengannya. Terutama terkait kelanjutan program pembangunan seperti jalan desa yang dijanjikan pemerintah desa dan kini tengah dikerjakan.

Karena sudah sangat dekat dengan Kombes Alfian, warga mengadakan nonton bareng upacara peringatan Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni kemarin. Di upacara itu, Kombes Alfian bertugas sebagai komandan dengan Inspektur Presiden Joko Widodo.

“Apa yang diberikan Pak Alfian seperti menjawab mimpi puluhan tahun warga. Ini di luar dugaan dan harapan kami. Pak Alfian adalah orang baik dan kami selalu mendoakan yang terbaik bagi beliau,” ucap Sigit.

Di sisi lain, kehadiran jembatan ini menjadikan Dusun Parakan mendapatkan perhatian dari Pemkab Kulonprogo. Jembatan ini merupakan sumbangan yang pertama kali berasal dari anggota Polda DIY di Bumi Menoreh.

Toh, Kombes Alfian menyatakan apa yang diberikan ke warga Dusun Parakan ini sudah selayaknya dilakukan anggota Polri. Menurutnya, kehadiran seorang pemimpin ditunjukkan ketika dia bersedia melayani masyarakat dan memberikan manfaat positif.

“Sebagai polisi, saya ingin menciptakan panutan bagi rekan dan anggota. Anggota Polri itu tidak harus selalu mendekatkan diri ke masyarakat dari hukum saja. Namun pendekatan yang lebih mengayomi, melindungi, dan melayani juga sama pentingnya,” katanya.

Ketika survei ke Dusun Parakan, gambaran langsung anak-anak pulang sekolah yang menyeberangi arus deras sangat membekas. Ia pun sempat menggendong beberapa anak untuk menyeberangi sungai dan merasakan betapa berbahayanya arus sungai ini bagi anak-anak yang sudah lelah menuntut ilmu.

Namun yang paling sangat menyentuh perasaan dari perwira angkatan 1997 kelahiran Sumenep, Jawa Timur, ini adalah keluhan warga yang tidak bisa beribadah.

Di Dusun Parakan, masjid dan gereja didirikan berdekatan di area barat sungai yang membuat warga harus melintasi sungai. Kondisi ini menurut Kombes Alfian adalah miniatur mini nyata kerukunan beragama Indonesia.

“Saya hanya menjanjikan jembatan itu selesai sebelum salat tarawih pertama dan terpenuhi. Allah yang menggerakkan semua itu. Saya hanya ingin warga salat dan beribadah dengan khusyuk dan tenang karena tidak lagi menyeberangi sungai,” tutupnya.

404