Home Hukum Fantastis! Kerugian Korban Dugaan Investasi Fiktif Dwi Rahayu Capai Rp26 Miliar

Fantastis! Kerugian Korban Dugaan Investasi Fiktif Dwi Rahayu Capai Rp26 Miliar

Purworejo, Gatra.com – Seratus orang lebih korban dugaan penipuan investasi fiktif yang dilakukan oleh oknum anggota Persit KCK, Dwi Rahayu, menuntut agar SK Pensiun yang dijaminkan di bank segera dikembalikan. Mereka juga menuntut uang ratusan juta yang diambil oleh Dwi Rahayu dikembalikan.

Hal itu mengemuka dalam halalbihalal Paguyuban Korban Dwi Rahayu (PKDR) bersama Tim Advokasi Kerja Indonesia Law Firm Jakarta (AKI Law Firm Jakarta) di Gedung PGRI Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Sabtu (20/04/2024).

Para korban merupakan pensiunan guru, PNS, TNI , Polri juga pensiun janda yang rata-rata telah berusia lanjut. Saat ini, Dwi Rahayu tengah menjalani hukuman di LP Khusus Wanita Bulu Kota Semarang.

Isteri dari TNI AD aktif yang bertugas di Kabupaten Kebumen itu dipidana 3 tahun 10 bulan penjara karena terbukti menipu pensiunan TNI, Kapten Sutopo dkk dengan menawarkan investasi fiktif.

"Jumlah korban DR di kelompok kami ada 108 orang. Hari ini hadir 86 orang. Tuntutan kami, SK kembali [hutang bank lunas]," tutur Yasmin Istono, Ketua PKDR.

Jika ditotal, dari ke-108 orang korban tersebut, Dei Rahayu telah mengumpulkan uang kurang lebih Rp26 miliar. Dalam pertenuan itu juga terungkap, saat menjalankan aksinya, Dwi Rahayu menggadaikan SK pensiunan di beberapa bank yaitu, Bank Mandiri Taspen (Mantap) Cabang Purworejo, Bank Wori Saudara (BWS) Cabang Purworejo, BWS Cabang Kebumen, BWS Cabang Magelang, Bank BRI Kantor Cabang Purworejo, dan BTPN Purworejo.

Pengacara Muhammad Hafifduddin dari AKI Law Firm Jakarta yang ditunjuk mewakili rausan korban menegaskan bahwa pihaknya akan berusaha semaksimal mungkin.

"Pertama, dari Tim AKI ada beberapa hal yang disampaikan, akan dibahas rencana tindak lanjut kasus ini. Sebagai catatan, pada laporan pertama ada beberapa pasal yang 'hilang'. Seharusnya Pasal 378 KUHP dan TPPU, tapi yang disidangkan hanya pasal Penipuan dan Penggelapannya saja. Ini akan menjadi atensi kami, mengapa bisa terjadi," kata Hafifduddin.

Ia juga nenyayangkan, mengapa penyitaan aset pelaku penipuan tidak diperintahkan. Padahalhal tersebut menjadi harapan seluruh korban agar uang mereka yang diambil oleh Dwi Rahayu bisa dikembalikan.

"Kami bukan bermaksud ingin menyudutkan pihak lain. Tapi kami melihat, Forkopimda di sini sepertinya tidak fokus dan tidak memberikan atensi khusus. Padahal para korban adalah abdi negara, berjumlah banyak. Pertanyaan kami, apa yang terjadi?" kata Hafifduddin heran.

Ia melanjutkan, suami Dei Rahayu, yakni HS saat ini pun belum tersentuh hukum. "Ada pasal turut membantu, dia tahu isterinya salah tapi turut membantu," ucapnya.

Hafifduddin menjelaskan, segala informasi terkait dengan kasus investasi fiktif ini telah diterima dan dipelajari. Termasuk, nama salah satu oknum hakim yang pernah bertugas di PN Purworejo, AN yang juga disebut-sebut dalam persidangan perkara Dwi Rahayu.

"Itu sudah kami terima dan pelajari bagaimana [bertindak]. Kami hanya berharap, mudah-mudahan jangan sampai terjadi ada oknum hakim mencoreng korpsnya, terkait dengan para pencari keadilan," harap pria yang juga berprofesi sebagai dosen ini.

Hafuf mengatakan, ia sudah berkoordinasi dengan BI dan OJK, terkait dengan permintaan para korban yang menginginkan SK pensiunnya kembali.

"Kami melihat, prinsip kehati-hatian bank tidak dijalankan oleh bank-bank yang dipakai DR untuk menggadaikan SK para pensiunan. Kasus ini sangat abnormal,," ujarnya.

Seharusnya, kata dia, ketika ada yang mengajukan pinjaman, harus tanda tangan suami isteri, tapi tadi dari kesaksian korban, ada yang suaminya tidak tanda tangan tapi di kolom tanda tangan suami terisi. "Ini jelas melanggar pasal 263," ujarnya.

Meskipun Dwi Rahayu saat ini telah menjalani hukuman, namun Hafifduddin menilai bahwa vonisnya sangat dangkal.

"Meskipun sudah divonis, tapi perkaranya dangkal, hanya menggunakan Pasal 378. Padahal sebagai penyidik, penuntut umum dan hakim harus menggali informasi. Korban yang melapor kan ada sekutar 10 orang, kenapa tidak didalami," ujarnya.

Menurutnya, hukum janganlah tumpul ke atas. Seharusnya ada atensi lebih karena nilai keruguan mencapainRp26 miliar. Terindikasi seluruh jajaran di sini melempem. "Bukan tak percaya, tapi kami akan masuk [lapor] ke Mabes Polri," papar Hafif.

Dari 108 korban, mereka akan diwakili oleh 7 orang yang akan melaporkan Dwi Rahayu ke Mabes Polri. Mereka juga berencana mendatangi Mabes TNI AD untuk melaporkan HS yang mereka sebut mengetahui bahkan ikut membantu perbuatan siterinya.

467