Home Sumbagsel Air Tanah Tercemar Batubara, Anak Padi Lahat Protes dengan Pasang PLTS Pengganti PLTU

Air Tanah Tercemar Batubara, Anak Padi Lahat Protes dengan Pasang PLTS Pengganti PLTU

Lahat, Gatra.com – Bertahun-tahun hidup di lingkaran tambang batubara, warga Desa Muara Maung Kecamatan Merapi Barat Kabupaten Lahat Sumsel mendesak pemerintah untuk menerapkan energi bersih sebagai pasokan listrik. Hal ini dikarenakan ekspolitasi alam yang terjadi untuk tambang memberi dampak buruk terhadap sektor ekonomi, pangan dan kesehatan warga.

Hal ini diakui Syahwan, ketua posko Anak Padi Lahat yang menyebutkan warga Desa Muara Maung di tapak tambang batubara dan PLTU Keban Agung hidup dalam teror bencana banjir setiap musim hujan datang.

“Persoalan air bersih ini sempat menyulitkan warga tatkala sungai Kungkilan tak bisa lagi digunakan. Akhirnya warga berinisiatif membuat sumur dan memanfaatkan air tanah untuk dikonsumsi,” ujarnya.

Hanya saja, penggalian sumur tidak semudah yang dibayangkan. Bahkan sumber air tanah pun terkendala karena lapisan tanah sudah rusak dan tercemar limbah. Alih-alih mendapatkan air bersih dan jernih, warga mendapati air sumur kekuningan, berkarat dan bau logam.

“Dulu 1 sumur itu bisa menyuplai 6 rumah karena air melimpah dan jernih. Sekarang tidak bisa, masing-masing rumah buat sumur itu pun dengan kedalaman yang mentok di galian 5 meter. Tanah mudah amblas dan membuat warga tak berani menggali hingga 8-10 meter seperti dulu,” jelasnya.

Belum lagi persoalan sumur yang sering kering seperti di masa kemarau panjang Oktober kemarin. Warga terpaksa membeli air galon dan tentunya menambah daftar pengeluaran kebutuhan rumah tangga.

“Miris sekali kalau dibayangkan, kita berada di tanah mineral dekat dengan aliran sungai, namun masih kesulitan air bersih. Nggak ada ceritanya dulu sampai beli air galon. Semua tidak akan terjadi kalau saja sungai tidak rusak dan tanah kita belum tercemar akibat aktivitas tambang,” ungkapnya.

Menurutnya, perubahan bentang alam pasca adanya tambang batubara mengubah hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Mereka yang mulanya bertani beralih ke pekerja tambang sebagai buruh lepas dengan upah yang tidak sesuai. Belum lagi ketersediaan pangan yang terpaksa memasok dari luar, karena untuk bersawah dan berkebun tidak lagi maksimal.

“Artinya, warga menginginkan pemerintah memberikan alternatif energi bersih untuk pembangkit listrik ini. Tidak harus PLTU, karena lihat sendiri dampaknya lebih banyak ketimbang manfaat bagi warga di ring 1 ini,” ujarnya.

Posko Anak Padi sendiri tak mau melemparkan protes tanpa adanya solusi konkrit. Maka itu pihaknya menginisiasi pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dalam skala kecil di posko mereka.

“Kita gencar melakukan protes di sosmed juga, dan ditantang oleh perusahaan tambang ini apa alternatif energi pengganti tersebut. Maka itu kita memperkenalkan PLTS ini kepada warga sekaligus menjawab tantangan mereka,” ucapnya.

Pihaknya juga berdiskusi dengan jejaring NGO maupun CSO dan akhirnya direspon dengan membantu pemasangan PLTS ini. Dimana dana yang dikucurkan berasal dari jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) dengan kapasitas 2182 watt untuk 1 rumah.

“Biaya pemasangan berkisar Rp60 juta dan baru ada di posko kita. Jadi kita tidak menggunakan listrik PLN lagi,” ungkapnya.

Syahwan berharap adanya inisiatif ini bisa direspon oleh pemerintah, akrena energi alternatif pengganti batubara itu bisa digunakan warga tanpa bergantung pada batubara.

“Tanpa batubara, Sumatera ini tidak akan gelap. Kita di komunitas sudah menggunakan listrik dengan energi terbarukan yang tidak merusak lingkungan. Lalu yang jadi pertanyaan negara kapan? Apalagi beberapa kajian menyebutkan kalau sumber energi baru dan berkeadilan potensinya banyak,” bebernya.

Syahwan menambahkan, masyarakat sendiri sudah merespon dengan baik pemasangan PLTS ini. Termasuk camat yang menyambut baik dan antusias adanya PLTS. Hanya saja, bagi masyarakat menengah ke bawah biaya pemasangan senilai Rp60 juta masih terlalu mahal.

“Beruntungnya anak-anak muda di tempat kita sudah memahami hal ini. Karena menurut mereka jika ada energi baru, bersih dan berkeadilan kenapa batubara digalakkan? Artinya kalau batubara habis akan gelap gulita? Jadi kenapa tidak dari sekarang pemerintah menggalakkan energi bersih ini,” tutupnya.

160