Home Lingkungan Manfaatkan Limbah Non B3 Badak LNG jadi Pelampung Rumput Laut, Masyarakat Tihi-Tihi Jaga Lingkungan

Manfaatkan Limbah Non B3 Badak LNG jadi Pelampung Rumput Laut, Masyarakat Tihi-Tihi Jaga Lingkungan

Bontang, Gatra.com - Bisa panen rumput laut menjadi salah satu andalan yang diharapkan oleh masyarakat pesisir Kampung Terapung Tihi-Tihi, Kelurahan Bontang Lestari, Kalimantan Timur untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Terletak di tengah lautan pesisir Bontang, Kalimantan Timur, kampung ini secara geografis tidak begitu strategis. Masyarakat Tihi-Tihi masuk sebagai masyarakat rentan karena letaknya yang jauh dari daratan. Hal ini menyebabkan warga Tihi-Tihi memiliki akses terbatas untuk mendapatkan fasilitas pelayanan publik seperti pelayanan kesehatan, akses permodalan, dan pendidikan tingkat SMP dan SMA.

Tercatat, sebanyak 93 kepala keluarga di Tihi-Tihi menggantungkan kehidupan sehari-hari dari aktivitas bertani rumput laut dan juga nelayan tangkap. Sayangnya, hasil panen rumput laut warga Tihi-Tihi terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Bila sebelumnya mereka bisa mencapai total 40 ton setiap bulannya, kini mereka hanya memanen sekitar 1,5 hingga 10 ton setiap bulan.

Penurunan hasil panen yang drastis ini disebabkan oleh penggunaan bibit rumput laut yang sudah sangat lama. Selain itu, hasil tangkapan ikan ketika memancing juga seringkali tidak menentu karena faktor cuaca. Bahkan masyarakat pernah tidak melaut selama hampir 9 bulan lamanya sehingga terpaksa berhutang kepada pengepul atau yang lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tak hanya soal cuaca dan penggunaan bibit rumput laut yang sudah lama menjadi kendala warga Tihi-Tihi dalam peroleh panen rumput laut yang maksimal. Penggunaan pelampung rumput laut yang awet dan ramah lingkungan juga jadi persoalan tersendiri. Biasanya, petani rumput laut menggunakan botol plastik sebagai pelampung rumput laut. Penggunaannya pun cukup fantastis, bisa mencapai 500-1000 botol dalam 3-6 bulan.

“Kami gunakan botol plastik bisa mencapai 500 hingga 1000 botol. Akan diganti setiap 3-6 bulan. Kalau rusak, dalam 1 bulan pun perlu diganti,” ujar Muslimin, Ketua RT 17 Kampung Tihi-Tihi kepada Gatra.com, Senin (13/11/2023).

 

KAPSURULA

Namun, berbagai kendala yang dihadapi masyarakat di Kampung Terapung Tihi-Tihi perlahan terurai dengan masuknya kampung mereka dalam program corporate social responsibility (CSR) Badak LNG, salah satu anak Perusahaan Subholding Upstream Pertamina Hulu Energi (PHE) tahun 2023.

Mengusung program MENARA MARINA, yakni Menuju Nelayan Ramah Lingkungan Mandiri dan Sejahtera, Badak LNG bersama masyarakat Tihi-Tihi memanfaatkan limbah non B3 poliuretan (polyurethane) menjadi pelambung rumput laut yang jauh lebih tahan lama dan ramah lingkungan. Inovasi tersebut dikenal dengan KAPSURULA atau Kapsul Pelampung Rumput Laut Ramah Lingkungan. Bahan polyurethane bersumber dari limbah perusahaan.

Kapsurula memiliki sejumlah keuntungan dibandingkan dengan penggunaan pelambung dengan bahan plastik cetakan maupun botol plastik. Selain lebih ramah lingkungan, kapsurula memiliki ketahanan hingga 40 tahun. Hal ini memungkinkan warga tidak perlu mengganti pelampung rumput laut setiap 3 bulan dan biaya operasional bertani jadi berkurang. Dengan adanya kapsurula, penggunaan botol plastik di lingkungan laut pun dapat ditekan, sehingga potensi dampak mikroplastik di laut juga dapat berkurang.

Kelebihan lainnya, Kapsurula diberi cat reflector berwarna agar dapat menjadi navigasi jalur kawasan rumput laut. Hal ini dapat mengurangi konflik sosial di Kampung Tihi-Tihi. Pasalnya, botol plastik yang transparan sering tidak nampak di permukaan dan menyebabkan kapal yang melintas mengganggu daerah budidaya rumput laut. Hingga saat ini, Kapsurula diproduksi secara mandiri oleh warga Tihi-Tihi dan telah menghasilkan sekitar 1000 Kapsurula.

"Kapsurula untuk menggantikan pelampung dari botol plastik. Kapsurula digunakan sejak Maret 2023," kata Irwan, salah satu nelayan Tihi-Tihi.

Saat ini, lanjut Irwan, jika panen rumput laut sedang bagus warga bisa panen hingga 1 kwintal rumput laut kering. Sementara masa panen tiap 40 hari. "Kalau panen lagi enggak bagus, paling hanya 20kg, bahkan kurang. Harga per kg rumput laut kering itu Rp10 ribu."

 

Keunggulan KAPSURULA

Pelampung Plastik Cetakan

- Proses pembuatan: memerlukan bahan bakar fosil, emisi karbon, pelelehan plastik, emisi gas berbahaya.

- Menghasilkan limbah mikroplastik.

- Ketahanan (lifetime) 1-3 tahun. 

- Tidak memiliki sarana navigasi (visibility). 

- Biaya pengadaan 1 buah pelampung Rp5.000. 

 

Botol Plastik

- Proses pembuatannya menghasilkan limbah mikroplastik. 

- Ketahanan (lifetime) 3-6 bulan. 

- Tidak memiliki sarana navigasi (visibility).

- Biaya pengadaan 1 buah pelampung Rp500. 

 

Kapsurula

- Tidak memerlukan bahan bakar fosil, emisi karbon, pelelehan plastik, emisi gas berbahaya.

- Tidak menghasilkan limbah mikroplastik.

- Ketahanan (lifetime) hingga 25 tahun.

- Biaya pengadaan 1 buah pelampung Rp25.000.

 

Potensi Wisata

Tak hanya kapsurula, Badak LNG juga mendorong adanya pengembangan potensi wisata di Tihi-Tihi. Manager CSR & Relations Badak LNG Putra Peni Luhur Wibowo, mengatakan kedepan Badak LNG juga berkomitmen akan menjadikan Tihi-Tihi menjadi salah satu objek destinasi wisata di atas air.

“Potensi Tihi-Tihi sangat besar untuk kita kembangkan. Tentu ini tidak hanya melibatkan kami saja, kami juga turut melibatkan stakeholder lain seperti Dinas Pariwisata yang secara kolaboratif akan mewujudkan cita-cita ini,” ungkapnya.

Soal pemanfaatan Tihi-Tihi sebagai lokasi wisata juga diakui oleh Indra Gunawan, Ketua Kelompok Masyarakat Marina Tihi-Tihi. "Sebelum [jadi CSR], wisatawan yang ke sini sedikit lah, bisa dihitung jari. Setelah [masuk Program Marina], tiap pekan ada saja wisatawan yang datang untuk makan, menginap. Rumah warga juga banyak yang dibenahi untuk menjadi homestay," jelasnya.

Bagi warga yang ingin berwisata ke Kampung Terapung Tihi-Tihi bisa masuk dari Pelabuhan Tanjung Laut. "Perahu ke Tihi-Tihi satu kapal kita kenakan Rp250-300 ribu yang bisa diisi hingga 8 orang. Biaya menginap mulai dari Rp250 ribu per cottage," imbuh Indra.

Badak LNG melalui program MENARA MARINA juga telah memberikan dukungan beragam. Seperti meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah dasar yang berada di Tihi-Tihi dengan mengadakan Badak Goes to School. Dalam bidang kesehatan, Badak LNG berkolaborasi dengan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti untuk melakukan pemeriksaan gigi gratis.

Dalam bidang peningkatan kompetensi warga, Badak LNG juga memfasilitasi program peningkatan keahlian dan pengetahuan seperti pelatihan teknologi e-FAD bersama Institut Pertanian Bogor untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan, dan pelatihan budidaya rumput laut berkolaborasi dengan Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar untuk meningkatkan hasil budidaya rumput laut serta memberikan workshop bertajuk Marketing & Business, Financial Management, dan Purchasing untuk meningkatkan core competency para warga mitra binaan di Kampung Tihi-Tihi.

Melalui MENARA MARINA, Badak LNG berkomitmen untuk mengembangkan solusi berkelanjutan yang tidak hanya meningkatkan kualitas hidup nelayan, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan pesisir. Program ini adalah wujud nyata dari misi Badak LNG untuk terus maju bersama masayarakat meninggalkan jejak kebermanfaatan yang berkelanjutan.

1178