Home Ekonomi Meningkat 82%, Citi Indonesia Bukukan Laba Bersih Rp 2,5 T di 2023

Meningkat 82%, Citi Indonesia Bukukan Laba Bersih Rp 2,5 T di 2023

Jakarta, Gatra.com - Citi Indonesia membukukan laba bersih senilai Rp2,5 triliun sepanjang tahun 2023. Pencapaian ini 82% lebih besar ketimbang perolehan laba bersih setahun sebelumnya.

CEO Citi Indonesia, Batara Sianturi, mengatakan bahwa tahun lalu menjadi tahun yang bersejarah dan transformatif bagi perusahaan yang dipimpinnya. Menurutnya, penjualan bisnis consumer banking Citi di Tanah Air membuatnya fokus untuk menjadi mitra perbankan bagi lembaga-lembaga dengan kebutuhan lintas negara.

"Komitmen kami untuk menjalankan manajemen keuangan yang strategis, efisiensi operasional, dan solusi yang berfokus pada nasabah, telah membantu kami untuk terus memberikan kinerja yang baik di tahun 2023," ujar Batara dalam keterangan resmi, Selasa (2/4/2024).

Pencapaian ini diyakini disebabkan oleh meningkatnya pendapatan bunga bersih di lini bisnis institutional banking Citi Indonesia, serta pendapatan non-operasional lainnya.

Memang, pasca-penjualan bisnis consumer banking, Citi berkomitmen dengan layanan bisnis institutional banking yang meliputi perbankan korporat, perbankan komersial, markets, treasury and trade solutions, dan layanan sekuritas.

Di lini bisnis perbankan korporat, sepanjang 2023, bisnis institutional banking Citi Indonesia mencatat pertumbuhan pinjaman sebesar 15%, terutama dikontribusi oleh pertumbuhan sektor perantara keuangan.

Lini bisnis global subsidiaries group juga mencatatakan pertumbuhan pendapatan. Pada Mei 2023, Citi Indonesia menyepakati kerja sama program pembiayaan distribusi senilai Rp465 miliar dengan perusahaan pertanian multinasional, PT Syngenta Indonesia. Lima bulan kemudian pada Oktober, mereka bekerja sama dengan Coca Cola Europacific Partners Indonesia dalam pembiayaan rantai pasok berkelanjutan.

Sementara lini bisnis commercial bank membukukan pertumbuhan pendapatan senilai 25% secara year-on-year (yoy). Lalu di lini bisnis markets, Citi Indonesia melanjutkan kemitraan strategis dengan aplikasi investasi digital terkemuka di Indonesia, Bibit.id.

Kemudian lini bisnis treasury and trade solutions (TTS) Citi Indonesia mencatatkan peningkatan volume transaksi pendukung aktivitas operasional klien. Nilainya mencapai 5% yang berasal dari operasional klien mata uang lokal dan asing yang didukung oleh pertumbuhan per tahun yang stabil dari simpanan pihak ketiga.

Tidak hanya itu, Citi Indonesia juga menjadi salah satu bank pertama yang ditunjuk oleh Bank Indonesia untuk memfasilitasi devisa hasil ekspor (DHE). Aliran dana DHE di triwulan ketiga hingga triwulan keempat 2023 meningkat sebesar 35%.

Lalu, securities services Citi Indonesia juga konsisten melayani dan memperoleh pertumbuhan pendapatan pada 2023. Pertumbuhan ini disebut didorong oleh klien lokal Citi di bisnis fund services dengan pertumbuhan pendapatan 12% yoy, dan arus masuk stabil di bisnis bank kustodian dengan pertumbuhan pendapatan 3% yoy.

Peningkatan laba bersih ini memberikan kontribusi pada peningkatan return on asset (ROA) menjadi 3,27%. ROA sebelumnya di tahun 2022 ialah 2,27%. Kontribusi lainnya berasal dari return on equity (ROE) menjadi 14,14% dari 9,01%.

Sementara itu, rasio liquidity coverage (LCR) tetap kuat di angka 267% dan rasio net stable funding (RNSF) Citi Indonesia 126%, di atas ketentuan minimum. Di samping itu, Citi Indonesia juga punya modal kuat dengan Rasio Kewajiban Penyediaan Modal (KPMM) sebesar 37,85%, atau meningkat 27,51% dibanding tahun 2022.

"Indonesia tetap menjadi pasar yang penting bagi Citi, dan ke depannya, kami akan terus memanfaatkan jaringan global kami yang luas untuk mendukung perkembangan sektor keuangan di Tanah Air," ujar Batara.

Sementara itu, Chief Economist Citi Indonesia, Helmi Arman, tidak melihat ada kekhawatiran tertentu terkait tren melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS saat ini. Seperti diketahui, pada Selasa pagi, rupiah merosot 67 poin atau 0,42 persen menjadi Rp15.962 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.895 per dolar AS.

"Pelemahan rupiah saat ini banyak didorong oleh faktor penguatan pada dolarnya. Dolar memang menguat terhadap krbanyakan mata uang negara-negara di dunia," ujar Helmi.

Dengan demikian, Helmi melihat fundamental perekonomian Indonesia masih sehat, termasuk fundamental neraca pembayaran.

Di satu sisi, Helmi memprediksi akan terjadi defisit neraca transaksi berjalan Indonesia cukuo dwlam. Namun, ia memperkirakan defisitnya masih akan di bawah 1% PDB. "Jadi ini masih jauh lebih kevil dibandingkan kalau bapak ibu ingat sebelum tahun 2019, yang sering mendekati level 3 persen," ujarnya.

54