Home Politik Peneliti: Proses Pengesahan RUU KPK Terkesan Ugal-ugalan

Peneliti: Proses Pengesahan RUU KPK Terkesan Ugal-ugalan

Jakarta, Gatra.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Agil Oktaryal menyindir proses pengesahan Revisi UU KPK dilakukan secara ugal-ugalan.

"Menurut saya adalah legalitas yang dilakukan oleh DPR dalam membentuk UU, itu tidak memiliki legitimasi yang kuat dari warga negara atau masyarakat," katanya saat diskusi publik bertajuk "Jalan Inkonstitusional Revisi UU KPK" di Kantor KoDe Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (18/9).

Agil menilai proses pengesahan Revisi UU KPK cacat formal karena tidak masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2019 di DPR. Itu bertentangan dengan Pasal 45 UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

"Revisi UU KPK ini tidak masuk ke dalam prioritas Prolegnas tahun 2019, artinya UU KPK ini bertentangan dengan Pasal 45 UU 12 Tahun 2011. Perlu diketahui ketika UU itu mau diubah, itu seharusnya masuk kedalam Prolegnas," tuturnya.

Selain Pasal 45, proses pengesahan Revisi UU KPK juga bertentangan dengan Pasal 88 UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 

Dalam pasal itu menyebutkan, lanjut Agil, dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan itu harus ada penyebarluasan yang dilakukan DPR.

"UU KPK ini tidak disebarluaskan. Jangankan kepada kami pegiat antikorupsi, sedangakan lembaga KPK-nya saja yang sebagai objek yang akan diatur, tidak dilibatkan," imbuhnya. 

Selanjutnya, lanjut Agil, Revisi UU KPK juga bertentangan dengan Pasal 96 UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan partisipasi publik. 

Dia juga menjelaskan, DPR mencoba membenturkan antara legitimasi dengan legalitasnya sebagai pembuat UU. Hal itu seperti apa yang disampaikan oleh beberapa anggota Komisi III yang menyatakan tak butuh lagi masukan dari masyarakat terkait RUU KPK. 

Sedangkan menurutnya, DPR perlu memiliki legitimasi dari rakyat.

"UU yang baik adalah yang mendapat legitimasi tinggi dari rakyat. Artinya UU memiliki legitimasi dan legalitasnya di implementasikan oleh DPR dalam bentuk pengesahan UU," ujarnya.

327

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR