Jakarta, Gatra.com- Langkah kuda DPR RI membentuk Pansus Haji tidak terlalu mengejutkan. Banyak yang menilai ‘bau duren’ rivalitas politik. Pansus dibentuk di tengah penyelenggaraan haji yang dinilai terbaik.
Rapat Panitia Khusus Hak Angket Haji DPR RI (Pansus Haji) yang sedianya digelar pada Rabu, 17/7. Rencananya DPR hendak memilih pimpinan Pansus Haji dan menyusun agenda angket. Namun rapat di tengah masa reses itu ditunda pihak sekretariat DPR RI.
DPR RI ngotot membentuk Pansus Haji setelah Tim Pengawas Haji DPR RI yang diketuai bekas calon wakil presiden Abdul Muhaimin Iskandar mengklaim mendapatkan berbagai temuan yang patut diangketkan. Dari berbagai sidak di lapangan yang mereka lakukan di Makkah maupun Madinah ada bermacam persoalan yang mereka temukan.
Mustolih Siradj, Ketua Komnas Haji dan Umroh meragukan temuan Timwas Haji DPR RI. “Saya meragukan mereka punya data,” katanya. Keraguan Mustolih bisa dipahami karena Timwas Haji DPR sering menyoroti persoalan tanpa berbasis data.
Misalnya, saat rapat kerja dengan Kemenag di Kantor Urusan Haji Indonesia di jalan Syuhada Uhud Madinah, Jumat, 21 Juni 2024, mereka menyoroti petugas haji yang sibuk belanja, tidak melayani jemaah. Padahal saat itu jemaah haji Indonesia semua berada di Makkah, belum secuilpun yang ada di Madinah.
Mereka juga menyoroti libur bus shalawat sejak 11 Juni saat rapat kerja dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Hotel Wehdah Al Khair, Makkah, Arab Saudi, 12 Juni. Mereka mengklaim saat itu sedang banyak-banyaknya jemaah dari Jeddah dan Madinah. Klaim itu keliru karena saat itu tidak ada jemaah dari Madinah. Pendorongan jemaah dari Madinah terakhir 1 Juni. Sedangkan jemaah dari Jeddah terakhir 10 Juni 2024.
Untuk mengupas perkara perhajian 2024, Haji Anthoni, wartawan GATRA melakukan wawancara khusus dengan Ketua Komnas Haji dan Umroh, Mustolih Siradj, Rabu lalu. Berikut petikannya:
Bagaimana Anda melihat penyelanggaraan haji tahun ini?
Kami lihat penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 lebih baik daripada tahun sebelumnya. Persoalan over kapasitas, masalah pendingin tidak bekerja, dan beberapa fasilitas yang rusak itu sebenarnya tidak relevan. Karena jumlahnya tidak signifikan dibandingkan jumlah jemaah yang berada di tanah suci. Artinya sejak mulai dari puncak haji di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina), kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan haji reguler maupun haji khusus yang dikelola pemerintah lebih baik daripada tahun sebelumnya.
Bagaimana dengan langkah politik DPR yang membentuk Pansus Haji?
Kejadian haji tahun ini tidak relevan jika sampai DPR menghubungkan melalui pembentukan pansus, karena sebelum itu harus dilihat data yang ada. Apakah kejadian-kejadian yang terjadi itu memang benar-benar terjadi dan jumlah berapa banyak. Saya meragukan itu, apakah mereka punya data.
Pelaksanaan haji tahun ini jauh lebih baik dibanding tahun 2023 lalu, karena tahun lalu sempat terjadi semacam tragedi mengenai makanan jemaah, khususnya ketika jemaah bergeser ke Muzdalifah. Apalagi ketika itu banyak lansia yang meninggal dunia. Kalau memang mau Pansus, seharusnya tahun lalu. Tahun ini boleh dibilang tidak ada kejadian yang berarti. Kalaupun ada laporan, jumlah sangat kecil dan tidak berdampak meluas.
Bagaimana soal kuota yang dipersoalkan DPR?
Masalah kuota yang disebutkan bahwa katanya Menteri Agama membagi kuota harusnya dilebihkan untuk jamaah haji reguler, tapi, malah diberikan lebih banyak porsinya kepada jamaah haji khusus, itu tidak benar dan tidak melanggar hukum. Pasal 8, 9 kemudian pasal 64, Undang-undang nomor 8 tahun 2019, jelas kuota itu dibagi dua. Ada dua kategori yang pertama itu adalah kuota pokok. Tahun ini sudah ada kuota pokoknya itu 221.000, baru kemudian dalam perjalanannya Arab Saudi itu memberikan kuota tambahan 20.000.
Kuota yang 221.000, Kemenang itu sudah membaginya sesuai rumus yang ada di undang-undang, 92 persen untuk jemaah haji reguler, 8% untuk jamaah haji khusus. Kuota tambahan 20.000 menjadi kewenangan Kemenag untuk membaginya. Kuota tambahan 20 ribu itu tidak serta merta disampaikan ke publik.
Butuh waktu beberapa lama yang kemudian ada tindakan-tindakan teknis. Ketika kemudian mendapat kuota tambahan setelah Presiden kunjungan ke Arab Saudi, waktunya mepet. DPR sedang sibuk pesta demokrasi, dan rapat di Panja waktu itu tidak direspon DPR, maka Menteri Agama dengan payung Pasal 9 Undang-Undang nomor 8 tahun 2019 itu membaginya dengan membagi kuota tambahan itu masing-masing 50%. Apakah melanggar hukum? Tidak!
Apa yakin Pansus akan berjalan mulus?
Secara substantif ini masa berakhir anggota DPR tinggal beberapa bulan lagi. Saya agak pesimistis kalau Pansus Angket ini betul-betul akan tuntas secara ideal. Kenapa? Karena operasi penyelenggara ibadah haji itu resmi berakhir 23 Juli. Sebelum 23 Juli tidak bisa dong Pansus haji ini memanggil menteri, tidak boleh karena tugasnya belum selesai. Berarti dipanggil katakanlah di akhir Juli. Berikutnya misalnya masuk Agustus dan Agustus itu DPR sudah mulai menyiapkan rapat-rapat, agenda tahunan yang sangat penting itu di DPR, betul-betul menyiapkan apa nama menyambut anggota DPR, yang terpilih di 2024 . Artinya konsentrasi mulai terpecah.
Kalau kita cermati melihat daftar daripada apa namanya daftar nama-nama 30 anggota pansus angket haji ini, kita cermati betul-betul itu sudah banyak tidak ada lagi di DPR periode berikutnya. Kemudian secara psikologis pertanyaannya adalah, apakah dengan kondisi seperti itu Pansus haji ini betul-betul tuntas dan serius di dorong melakukan perbaikan-perbaikan. Di sisi lain yang namanya Pansus seharusnya memberikan dampak tmencerdaskan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Apa itu artinya ada nuansa politis tertentu?
Apa sih sebenarnya DPR sampai mendorong begitu kencang, sementara dia kan tahu sendiri bahwa umurnya tinggal menghitung bulan aja gitu. Iya maksudnya justru itu, kalau saya asumsi-asumsi politik ini saya tidak mau masuk, karena saya bukan pengamat politik ya. Tetapi maksud saya begini, banyak pihak yang menilai bahwa Pansus angket ini kemudian memang sangat politis. Artinya politis itu, lebih kental aroma politiknya. Ada fakta yang kemudian justru merugikan jamaah haji ribuan orang, tetapi Pansus tidak pernah berteriak begitu atau mengadvokasi apa itu persoalannya.
Persoalan apa itu?
Pelayanan Garuda terhadap jemaah haji, tahun ini yang sangat mengecewakan. Apa itu perlambatan pemberangkatan dan pemulangan. Ada 15 kloter itu, ya yang harusnya diberangkatkan untuk di pulangkan, tapi kemudian harus digeser ke dari Makkah ke Madinah. Itu butuh waktu 8 jam. Jadi ini betul-betul harus mengeluarkan biaya ekstra, misalnya transportasinya, akomodasi, konsumsi. Lebih dari itu jemaah haji yang kemudian mengalami delay 48 jam termasuk korban salah satu atlet nasional.
Komnas melihat apa yang harus diperbaiki ke depan?
Ya penerbangan itu. Penerbangan itu selama ini tidak ada beauty contest sehingga hanya diberikan Garuda dan kepada Saudi. Kalau Saudi Airlines itu memang permintaan dari negara tuan rumah yaitu Arab Saudi, supaya diberikan porsi untuk pengangkutan angkutan udara mereka. Untuk Garuda saya kira karena tahun ini pelayanannya sangat mengecewakan. Saya nilai rapor merah Garuda itu. Itu perlu dipertimbangkan Kementerian Agama supaya di masa-masa mendatang itu juga ada tender atau beauty contest penerbangan itu dibuka di luar Garuda. Supaya bisa ada persaingan dan kemudian ada perbaikan di antara para kompetitor. Tidak seperti tahun ini. Betul pertanyaannya apa yang perlu diperbaiki? Ya Garuda, sektor penerbangan.