Washington D.C, Gatra.com - Perang dagang AS-Cina menyebabkan Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan global 2019 ke tingkat terendah sejak krisis keuangan 2008-2009, atau dalam sepuluh tahun terakhir sebagaimana dilansir dari Reuters.
IMF menyebut dalam Laporan Outlook (Pandangan) Ekonomi Dunia pada Selasa (15/10) menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB tahun 2019 diproyeksikan sebesar 3,0%, turun dari 3,2% dibandingkan bulan Juli. Hal ini merupakan dampak dari gesekan perdagangan global.
Prakiraan tersebut memberikan latar belakang yang suram dalam pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia minggu ini di Washington DC, yang pertama bagi direktur utama IMF, Kristalina Georgieva.
Ia mewarisi sejumlah masalah, mulai dari perdagangan yang mandek hingga reaksi publik di Ekuador dan Argentina atas program penghematan yang dimandatkan IMF.
Kepala Ekonom IMF, Gita Gopinath mengatakan tanpa pelonggaran kebijakan moneter yang hampir bersamaan oleh bank-bank sentral utama, pertumbuhan global akan lebih rendah lagi yaitu 2,5%, bertengger di tepi jurang resesi.
"Kelemahan dalam pertumbuhan didorong oleh penurunan tajam aktivitas manufaktur dan perdagangan global, dengan tarif yang lebih tinggi dan ketidakpastian kebijakan perdagangan secara berkepanjangan merusak investasi dan permintaan barang modal," terangnya.
Lembaga pemberi pinjaman krisis global memperkirakan bahwa pada tahun 2020, kenaikan tarif yang diumumkan akan mengurangi luaran ekonomi global sebesar 0,8%. Hal ini berarti kerugian sekitar $ 700 miliar - setara dengan hilangnya seluruh ekonomi Swiss.
Penurunan peringkat mengasumsikan bahwa semua tarif AS yang diumumkan atas barang-barang Cina diberlakukan, bersamaan dengan pembalasan Cina. Ini termasuk kenaikan 5 persen poin bea masuk AS untuk barang-barang Cina yang semula dijadwalkan untuk hari Selasa (15/10) dan tarif 10% untuk barang-barang Cina senilai $156 miliar yang dijadwalkan 15 Desember.
"Jika langkah-langkah tambahan dihapus sepenuhnya oleh kesepakatan perdagangan AS-China, kerugian PDB global akan menyusut menjadi 0,6%," jelas Gopinath. Semua luaran akan pulih 0,8%, jika semua tarif AS dan Cina dihapus.
Menurut IMF, layanan masih kuat di sebagian besar dunia, tapi ada beberapa tanda pelunakan di sektor tersebut di Amerika Serikat dan Eropa.
Untuk tahun 2020, IMF mengatakan pertumbuhan global akan meningkat menjadi 3,4% karena ekspektasi kinerja yang lebih baik di Brasil, Meksiko, Rusia, Arab Saudi dan Turki. Namun perkiraan ini sepersepuluh poin lebih rendah daripada bulan Juli dan rentan terhadap risiko penurunan, termasuk ketegangan perdagangan yang lebih buruk, gangguan terkait Brexit, dan penolakan yang mendadak terhadap risiko di pasar keuangan.
"Jika Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan bea cukai, hal itu akan memangkas tingkat luaran Produk Domestik Bruto (PDB) Inggris sebanyak 5% dalam dua tahun ke depan dan 3% dalam jangka panjang," katanya.
Laporan Outlook Ekonomi Dunia menjabarkan secara rinci kesulitan ekonomi yang disebabkan oleh tarif AS-Cina, termasuk biaya langsung, gejolak pasar, pengurangan investasi, dan produktivitas yang lebih rendah karena gangguan rantai pasokan.
IMF mengatakan investasi asing langsung di luar negeri oleh negara-negara maju terhenti pada tahun 2018 setelah meningkat pada tahun-tahun sebelumnya dengan rata-rata lebih dari 3% dari PDB global setiap tahun - atau lebih dari US$ 1,8 triliun.
Lembaga itu mengatakan penurunan sekitar US$ 1,5 triliun antara 2017 dan 2018 mencerminkan operasi keuangan murni oleh perusahaan multinasional besar, termasuk dalam menanggapi perubahan dalam undang-undang pajak AS.
Pembelian kendaraan global turun 3% pada tahun 2018, mencerminkan penurunan permintaan di China setelah berakhirnya insentif pajak dan penyesuaian produksi setelah adopsi standar emisi baru di Jerman dan negara-negara zona euro lainnya.
Pertumbuhan perdagangan global hanya mencapai 1% pada paruh pertama 2019, level terlemah sejak 2012. Kondisi ini terbebani oleh tarif yang lebih tinggi dan ketidakpastian berkepanjangan mengenai kebijakan perdagangan, serta kemerosotan dalam industri otomotif.
Setelah berkembang sebesar 3,6% pada tahun 2018, IMF sekarang memproyeksikan volume perdagangan global akan meningkat hanya 1,1% pada tahun 2019, 1,4 persen lebih rendah dari yang diperkirakan pada bulan Juli dan 2,3 poin persentase lebih sedikit dari perkiraan pada bulan April.
"Pertumbuhan perdagangan diperkirakan akan pulih ke 3,2% pada tahun 2020, namun risiko tetap "condong kepada penurunan," kata Gopinath, dengan hambatan yang signifikan pada ekonomi AS dan Cina.
Proyeksi IMF terbaru menunjukkan output PDB China turun 2% dalam waktu dekat di bawah skenario tarif saat ini dan 1% dalam jangka panjang, sementara luaran AS akan turun 0,6% selama kedua rentang waktu.
"Untuk meremajakan pertumbuhan, para pembuat kebijakan harus membatalkan hambatan perdagangan dengan perjanjian yang tahan lama, mengendalikan ketegangan geopolitik dan mengurangi ketidakpastian kebijakan dalam negeri," terangnya.
Namun, ia berhati-hati terhadap pengumuman Presiden AS Donald Trump pada hari Jumat (18/10) mengenai fase pertama dari kesepakatan perdagangan AS dengan China, mengatakan bahwa rincian lebih lanjut diperlukan mengenai kesepakatan "tentatif".
IMF juga memodelkan apa yang akan terjadi jika perusahaan multinasional di Amerika Serikat, kawasan euro, dan Jepang menolak produksi yang cukup untuk mengurangi impor nominal sebesar 10%. Pemberi pinjaman menemukan bahwa hal itu akan menaikkan harga konsumen dan mengurangi permintaan domestik, sementara mencekik penyebaran teknologi ke negara-negara berkembang.
"Dengan pertumbuhan 3%, tidak ada ruang untuk kesalahan kebijakan dan kebutuhan mendesak bagi pembuat kebijakan untuk secara bersama-sama mengurangi perdagangan dan ketegangan geopolitik," katanya.