Home Hukum KoDe Inisiatif Sebut Persoalan Pemilu 2019 Belum Tuntas

KoDe Inisiatif Sebut Persoalan Pemilu 2019 Belum Tuntas

Jakarta, Gatra.com - Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019 telah terselenggara. Pemilu sebagai bentuk demokrasi prosedural, telah menghasilkan pemerintahan baru, yakni Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, dan DPRD diseluruh wilayah Indonesia. 

Namun Pemilu 2019 masih menyisakan pekerjaan rumah yang belum usai, juga memberikan tantangan baru bagi pemerintahan terpilih dalam penyelenggaraan negara yang demokratis dan konstitusional.

Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif mencatat sejumlah persoalan yang harus dievaluasi pada penyelenggaraan Pemilu 2019. 

Ketua KoDe Inisiatif Veri Junaidi mengatakan, setidaknya ada dua persoalan yang menjadi sorotan. 

“Pertama, di wilayah penegakan hukum,” katanya, dalam diskusi media yang digelar KoDe Inisiatif, Jakarta, Rabu (15/1).

Dalam catatan KoDe Inisiatif, ada sejumlah sengketa hukum yang mestinya tuntas sebagai bagian dari proses penegakan hukum Pemilu, seperti penentuan Caleg terpilih (PAW PDIP) dan kasus pergantian Caleg terpilih (Gerindra-Mulan Jameela). 

Kedua, lanjut Veri, kasus tersebut seharusnya dapat diselesaikan dalam perselisihan hasil di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, justru muncul sempalan-sempalan mekanisme di luar prosedur hukum yang telah ditentukan dalam UU Pemilu.

"Penegakan hukum Pemilu banyak yang belum tuntas. Banyak kasus yang tidak selesai. Kasus PAW di PDIP atau Gerindra, misalnya. Ini menjadi pekerjaan rumah dalam penyelenggaraan pemilu ke depannya," kata Veri.

Kemudian, dalam catatan KoDe Inisiatif, lanjut Veri, terdapat enam persoalan yang menyebabkan penegakan hukum Pemilu tidak terukur, mulai dari tumpang tindihnya kewenangan lembaga penegak hukum, ataupun minimnya pendidikan keahlian bagi Bawaslu sebagai lembaga electoral justice system (EJS).

Kedua, Pemilu 2019 telah menghasilkan peta koalisi partai politik yang tidak berimbang, 
tersentralisasi pada kekuatan pendukung pemerintah terpilih. Sentralisasi partai politik pada satu kekuatan, bisa menjadi tantangan sendiri. 

Satu sisi, lanjut Veri, kebijakan pemerintahan akan sangat efektif dan mudah untuk dibangun. Namun disisi lainnya, pengambilan kebijakan tanpa kontrol yang berimbang justru dapat menjerumuskan pemerintahan dengan menghasilkan kebijakan yang tidak responsif.

"Tantangannya, pemerintahan yang didukung koalisi yang sangat besar, bagaimana kemudian pemerintahan ini mampu membuat kebijakan yang responsif," kata Veri. 

Data yang dihimpun KoDe Inisiatif menyebut bahwa peta kekuatan di parlemen sangat didominasi koalisi dengan presentase: koalisi pemerintahan 74%, oposisi 9%, dan tidak menentukan sikap sebanyak 17%.

106