Home Gaya Hidup Menikmati Kuliner Legendaris Tegal di Pasar Slumpring

Menikmati Kuliner Legendaris Tegal di Pasar Slumpring

Slawi, Gatra.com - Sejumlah kuliner tradisional khas di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah kini sudah jarang dijumpai seiring bermunculannya kuliner modern. Upaya agar keberadaannya tetap bisa dinikmati dilakukan Pemerintah Desa Cempaka, Kecamatan Bumijawa dengan membuat Pasar Slumpring.

Pasar Slumpring merupakan pasar tradisional yang menjadi salah satu destinasi wisata di Desa Wisata Cempaka. Pasar yang dikelilingi rerimbun pohon bambu ini hanya buka tiap hari Minggu dari pukul 07.00 hingga 14.00 WIB.

Selain lokasi dan hari bukanya, keunikan pasar ini ada pada alat pembayaran yang digunakan untuk bertransaksi di dalam pasar. Yakni menggunakan koin atau uang bambu. Namanya irad. Untuk mendapatkan koin bambu, pengunjung harus menukarkan uang tunai atau non tunai di tempat penukaran yang sudah disediakan. Satu koin bambu nilainya Rp2.500.

Baca juga QRIS Mudahkan Transaksi Pembayaran di Desa Wisata Cempaka

Dengan koin bambu itulah, pengunjung bisa menikmati aneka kuliner tradisional murah meriah yang dijajakan di dalam Pasar Slumpring. Kuliner-kuliner tersebut merupakan kuliner legendaris yang kini sudah jarang dijumpai, antara lain blendung, awul-awul, dan gethuk. Selain sudah langka, kuliner yang dijajakan juga ada yang merupakan kuliner khas Tegal, seperti gemblong, rujak teplak, nasi ponggol, dan tahu aci.

Menyantap kuliner-kuliner tersebut tidak hanya mengenyangkan perut, tetapi juga bisa membawa pengunjung bernostalgia ke masa kecil ketika kuliner modern belum banyak bermunculan. Selama berwisata kuliner, pengunjung juga dihibur alunan musik bambu yang dimainkan anak-anak muda setempat.

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Cempaka, Abdul Khayi mengatakan, Pasar Slumpring menawarkan suasana asri desa dan bermacam kuliner tradisional.

"Kuliner yang dijajakan adalah kuliner ala desa. Kuliner yang sudah sangat langka, di kota sudah jarang. Jadi di Pasar Slumpring orang bisa kuliner sambil menghirup udara segar desa. Ini juga sebagai upaya menjaga kuliner-kuliner tradisional agar tetap ada," ujar Khayi kepada Gatra.com, Minggu (16/2).

Menurut Khayi, terdapat 70 pedagang yang berjualan bermacam kuliner dan souvenir di Pasar Slumpring. Mereka merupakan warga asli desa setempat. Keberadaan pasar yang sudah ada sejak 2018 itu pun mampu menggerakkan perekonomian desa dengan banyaknya pengunjung yang datang.

"Jumlah pengunjung rata-rata sekitar 1.000 orang tiap kali buka di hari Minggu. Kalau omzet satu pedagang bisa sampai Rp1,5 juta setengah hari," ungkap Khayi.

Selain menjadi salah satu upaya melestarikan kuliner tradisional di tengah-tengah gempuran kuliner modern dan meningkatkan perekonomian warga, Pasar Slumpring juga menjadi penyumbang pendapatan pemerintah desa.

Khayi menyebut, dalam setengah hari, omzet Pasar Slumpring mulai dari parkir, tiket masuk, hingga toilet mencapai Rp38 juta-Rp40 juta pada hari Minggu libur biasa dan Rp68 juta-Rp70 juta pada hari Minggu libur panjang. "Pasar Slumpring ini jadi andalan pendapatan bagi desa," tandas Khayi.

1541