Home Politik Diskusi #PapuanLivesMatter Dinilai Tanpa Kaidah Ilmiah

Diskusi #PapuanLivesMatter Dinilai Tanpa Kaidah Ilmiah

Jakarta, Gatra.com - Mantan Duta Besar Indonesia untuk Kolombia, Michael Manufandu, menilai terselenggaranya acara diskusi #PapuanLivesMatter, merupakan hak masyarakat pada kebijakan pemerintah mengenai kebebasan berpendapat, namun terdapat aturan dan etika publik sebagai ukuran agar masyarakat sopan santun dalam tutur dan memberikan pendapat yang mempunyai nilai realistis.

Michael menanggapi Konferensi Pers yang digelar Universitas Indonesia mengenai kasus diskusi BEM UI #PapuanLivesMatter beberapa hari lalu. 

"Universitas Indonesia (UI) dengan berbagai perangkat pimpinan atau rektornya mempunyai kewenangan untuk menghasilkan produk mahasiswa yang bagus, bernilai tinggi, dan berkarakter. Memang perlu dipertanyakan, banyaknya pelanggaran pada acara tersebut. Perlunya teguran, peringatan, sanksi dan lain-lain, agar dapat mengevaluasi diskusi yang menyebabkan dampak yang meluas di ranah publik. Seperti, adanya diskusi atau seminar yang dinilai mengandung unsur berbeda pendapat yang ekstrim," kata Michael dalam keterangan di Jakarta, Senin (15/6).

Michael mengatakan bahwa keteraturan, hierarki, prosedur, dan metode perlu diterapkan oleh organisasi yang di usung BEM UI. Apalagi, UI mempunyai aturan berlaku, untuk membina mahasiswa. Organisasi BEM UI harus berjalan sesuai aturan, dalam setiap organisasi harus ada hierarki. UI memberlakukan aturan tersebut dan akan menekankan kembali kepada BEM UI. 

“Keteraturan, hierarki, prosedur dan metoda akan diberlakukan sesuai ketetapan terlebih pada BEM UI. Kebebasan berpendapat harus diatur agar tidak menyalahi aturan yang berlaku," katanya.

Terkait diskusi #PapuanLivesMatter, pihaknya kembali  menekankan kepada Universitas bagaimana pimpinan Universitas memberikan reward dan punishment bagi organisasi BEM UI yang telah menyelenggarakan acara tersebut. Jika  pimpinan universitas melihat adanya pertentangan, akan diberikan sanksi tersendiri. Kebebasan akademisi harus berpikir realistis berpikir bagaimana dampak yang akan terjadi. Pimpinan harus melihat bagaimana ke depan dampak tersebut, sebagaimana acara yang sama. 

Dosen Fakultas Hukum, Cudry Sitompul, mengatakan terselenggaranya acara diskusi #PapuanLivesMatter dinilai peran pembicara tidak mewakili beberapa pihak, sehingga acara tersebut tidak komprehensif. Acara tersebut tidak dapat diterima untuk mewakili UI.

"Tema yang diangkat oleh BEM UI berkaitan dengan  hukum yang bersifat tidak bersifat apartheid, mengenai hak-hak manusia. Pemerintah tidak melakukan seperti yang dibicarakan dalam diskusi tersebut. Pandangan opini seseorang tertentu berkaitan dengan isu diskusi yang missleading, tidak benar pemerintah melakukan tindakan kekerasan ke papua. Hal tersebut hanya tindakan hukum yang dilakukan pemerintah menangani Papua," ungkapnya. 

Chudry menyayangkan BEM UI mengadakan diskusi yang isinya tidak ada kaidah ilmiah, rujukan-rujukan, dan teori-teori. Hal tersebut yang disampaikan harus ada ilmunya, sehingga tidak membawa dampak buruk terhadap instansi dan publik. Diskusi hanya pendapat pribadi dan bukan cara ilmiah, substansi tersebut tidak dapat diterima sepenuhnya dan perlu diteliti. 

Kepala Biro Humas dan KIP UI, Amelita Lusia, mengatakan BEM UI sudah mengajukan perizinan untuk mengadakan acara diskusi #PapuanLivesMatter, namun surat baru diterima Direktorat Mahasiswa pukul 11.00 WIB dan kegiatan dilaksanakan pada pukul 19.00 WIB. Pihak Dirmawa sudah memberikan saran berdasarkan narasumber yang terlihat hanya satu pihak perlu dievaluasi, untuk mengikuti sertakan pihak pro dan kontra sehingga acara terselenggara dengan baik. 
Namun, acara tersebut tetap berlangsung sesuai jadwal. Pihak Dirmawa sudah memberikan tanggapan namun tidak ada lagi komunikasi dengan pihak BEM UI.

"Ketika diskusi publik hanya ada narasumber satu pihak maka perlu dievaluasi kegiatan tersebut, agar tidak terjadi pro dan kontra di masyarakat atau ranah publik. Diskusi yang baik perlu ada perbedaan pendapat, sehingga tidak seperti diskusi #PapuanLivesMatter. Perlu ada pembanding dari pihak pro dan kontra," ujarnya

Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto mengatakan bahwa kasus rasialisme di Indonesia tidak bisa disamakan dengan yang ada di Amerika, hal tersebut tidak ada kaitannya. Perlunya melihat situasi dengan proporsional, kasus Papua juga sudah selesai di ranah PBB. Mengkritisi tidak bermasalah, namun yang sudah di sahkan tidak perlu dipermasalahkan kembali. 

Pada dasarnya pemerintah Indonesia telah membangun  wilayah Papua dengan kecepatan tinggi dan infrastruktur yang lebih baik. Produk objek vital nasional dan sarana prasarana sudah ditujukan untuk masyarakat Papua. 

"Opini publik yang terus diusung perlu dipertimbangkan dengan baik, harus mengikuti aturan dan jangan sampai melanggar. Institusi UI sudah seharusnya memahami hal tersebut untuk mengadakan sebuah diskusi, harus diimbangi dengan kedua sisi pro dan kontra tidak hanya satu sisi," ungkapnya

“Saat ini kita menuju ke masyarakat yang sejahtera adil dan makmur. Solusi untuk pembangunan Papua ke depan untuk tampil lebih menarik dan mensejahterkan masyarakat Indonesia,” katanya.

111

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR