Gresik, Gatra.com - Keputusan Pemerintah untuk melakukan penyesuaian terhadap harga gas bumi, disambut positif perusahaan solusi agroindustri anggota holding Pupuk Indonesia, Petrokimia Gresik. Penyesuaian harga gas ini membuat Petrokimia Gresik semakin optimis dalam menghadapi persaingan global.
Sebelumnya penyesuaian harga gas bumi diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) nomor 89K/10/MEM/2020 tanggal 13 April 2020 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Ada tujuh sektor yang mendapat penyesuaian harga, salah satunya industri pupuk, dimana harga pada titik serah pengguna (plant gate) ditetapkan pada kisaran harga US$6 per MMBTU (Million British Thermal Units).
Direktur Utama Petrokimia Gresik Rahmad Pribadi mengapresiasi kebijakan Kementerian ESDM tersebut. Rahmad menyebutkan bahwa gas bumi merupakan bahan baku utama untuk memproduksi pupuk bersubsidi jenis Urea, ZA, dan NPK.
“Dengan demikian, penurunan harga gas bumi ini akan berdampak pada sektor pertanian dan ketahanan pangan nasional,” ujar Rahmad seperti dikutp dari rilis yang diterima Gatra.com, Sabtu (4/7).
Lebih lanjut Rahmad mencontohkan, bahwa porsi gas bumi untuk produksi pupuk Urea mencapai 70 persen. Sementara harga gas bumi yang selama ini diperoleh Petrokimia Gresik dari sejumlah pemasok cukup tinggi, rata-rata di angka US$ 7,45 per MMBTU.
"Harga US$ 7,45 per MMBTU ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan pabrik pupuk lainnya di Indonesia. Dan sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara lainnya di Asia Tenggara seperti Vietnam, Malaysia, dan lain sebagainya," ujar Rahmad.
Rahmad menjelaskan bahwa, dengan adanya beleid baru dari Kementerian ESDM ini, Petrokimia Gresik akan menerima harga gas bumi pada kisaran US$ 6 per MMBTU. Rahmad memproyeksikan efisiensi biaya produksi pupuk Urea, ZA, dan NPK Petrokimia Gresik akan mencapai Rp 743,97 miliar per tahun, yang juga berdampak pada penurunan biaya subsidi pupuk yang harus dibayarkan pemerintah.
Saat ini, Petrokimia Gresik memiliki 31 pabrik (pupuk dan non-pupuk) dengan kapasitas total 8,9 juta ton per tahun. Adapun pabrik yang menggunakan gas bumi sebagai bahan baku sebanyak 15 unit, yaitu dua unit pabrik amoniak (bahan baku Urea) kapasitas produksi 1,1 juta ton per tahun, dua unit pabrik Urea kapasitas 1 juta ton per tahun, tiga unit pabrik ZA kapasitas 750 ribu ton per tahun, serta delapan unit pabrik NPK kapasitas 2,7 juta ton.
Meskipun kisaran harga US$ 6 per MMBTU ini masih di atas harga gas bumi di negara lain (US$ 3-4 per MMBTU), Rahmad tetap optimistis penurunan harga ini sudah sangat membantu meningkatkan efisiensi perusahaan dalam menghadapi persaingan global.
Efisiensi ini sejalan dengan program transformasi bisnis yang digalakkan oleh Petrokimia Gresik sejak tahun 2019.
Salah satu tujuannya adalah memperbaiki dan meningkatkan efisiensi value chain. Saat ini, semua proses bisnis sudah pada tahapan paling efektif dan efisien, sehingga harga pokok penjualan produk Petrokimia Gresik menjadi lebih kompetitif.
"Dalam program transformasi bisnis, kami juga berupaya maksimal menekan biaya non gas bumi hingga lebih rendah dari rata-rata industri serupa di Indonesia dan Cina. Ini kami lakukan untuk mengimbangi tingginya harga gas selama ini," ujar Rahmad.
Sementara itu, Rahmad juga menjelaskan bahwa penurunan harga gas bumi tidak hanya berdampak pada peningkatan daya saing perusahaaan saja, melainkan dapat dirasakan juga oleh pemerintah melalui efisiensi subsidi.
Semakin kecil harga pokok produksi pupuk, maka anggaran subsidi yang dibayarkan pemerintah kepada Petrokimia Gresik dapat semakin efisien. Mengingat pada tahun 2020 ini, alokasi pupuk bersubsidi yang wajib disalurkan oleh Petrokimia Gresik sebesar 4,1 juta ton atau 52 persen dari total alokasi nasional (7,9 juta ton) yang menjadi tanggung jawab Pupuk Indonesia.
“Pemerintah akan mendapatkan manfaat berupa penghematan anggaran subsidi dalam APBN, atau dapat meningkatkan volume produksi pupuk bersubsidi, atau bisa juga dengan menyesuaikan harga eceran tertinggi (HET) yang terjangkau untuk petani,” terang Rahmad.
Dengan demikian, selain pemerintah, petani secara tidak langsung juga dapat menikmati atau mendapat multiplier effect dari kebijakan penuruan gas ini. Petrokimia Gresik sendiri juga bisa memanfaatkan efisiensi yang ada untuk meningkatkan kualitas produk.
“Selain mendapat manfaat harga yang lebih terjangkau, petani juga bisa menikmati peningkatan kualitas produk dan tentunya juga pelayanan dari Petrokimia Gresik,” ujar Rahmad.
Terakhir, dengan adanya kebijakan penurunan harga gas bumi, Petrokimia Gresik berharap dapat mewujudkan sasaran program transformasi bisnis, yaitu mendukung program ketahanan pangan nasional, sekaligus menjadi market leader dan dominant player untuk solusi agroindustri.