Home Ekonomi Buruh Berjuang Harus Menggunakan Cara Ilmiah

Buruh Berjuang Harus Menggunakan Cara Ilmiah

Medan, Gatra.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (Serbundo) Herwin Nasution menilai perjuangan gerakan buruh tidak boleh lagi hanya mengandalkan otot. Buruh saat ini harus berjuang menggunakan cara-cara yang ilmiah.

Herwin menuturkan bahwa gerakan yang didasari kajian ilmiah akan lebih strategis. Gerakan buruh lebih kepada kajian berdasarkan data. Sehingga tujuannya akan lebih mudah tersampaikan. "Cara-cara itu lebih tepat, mengambil langkah bagaimana meyakinkan pengusaha perkebunan kelapa sawit agar memahami apa sebenarnya hak-hak buruh," katanya saat membukan Konferensi Federasi Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (F-Serbundo) ke-II di Hotel Grand Antares, Medan, Selasa (15/12)

Herwin mengatakan bahwa kedepan, Serbundo akan melakukan langkah-langkah tersebut untuk memperjuangkan hak-hak buruh. Selain itu, akan membuat gerakan yang lebih fleksibel sesuai dengan konteks saat ini.

Herwin mengatakan, Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit di dunia dan ada sebanyak 21 juta buruh yang bekerja di perkebunan kelapa sawit. Namun, hingga saat ini masih banyak terjadi ketidakadilan terhadap pekerja di perkebunan, menyangkut hak-hak mereka sebagai pekerja, juga perlakuan kepada pekerja buruh yang bahkan melampui tahap pelanggaran hak-hak azasi manusia.

Karena itu, kata Herwin, serikat buruh harus mampu memperjuangkan hak-hak buruh kepada perusahaan. Sehingga, tidak hanya pengusaha kelapa sawit saja yang menikmati hasil dari kelapa sawit, tetapi juga pekerja. "Untuk itu mari kita berjuang terus agar semua perusahaan kelapa sawit di Indonesia ini memperlakukan pekerjanya dengan layak, sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku," jelasnya.

Konfrensi yang akan digelar hingga Rabu (16/12) tersebut diawali dengan melaksanakan seminar ketenagakerjaan yang menghadirkan sejumlah pembicara. Antara lain Misran Lubis mewakili akademisi-aktivis , Minggu Saragih yang merupakan Hakim PHI Medan dan Saurlin Siagian yang merupakan aktivis lingkungan.

Dalam pemaparannya Misran menjelaskan situasi perempuan dan anak di perkebunan sawit yang sampai saat ini masih kerap menghadapi diskriminasi seperti persolan upah, hak reproduksi, status pekerja, beban ganda. "Masih ada misalnya, yang terdaftar di perusahaan sawit adalah suami, tapi pada kenyataannya ikut juga istri bekerja, tapi upahnya tidak dihitung," katanya.

Begitu juga terhadap anak, di mana masih banyak anak-anak yang harusnya bersekolah, tapi bekerja sebagai keluarga pekerja dan tidak dibayar dan terlibat di sektor pertanian.  "Mereka juga bekerja membantu orangtuanya, tapi mereka harusnya tidak bekerja bila dilihat dari usianya, yang harusnya belajar," jelasnya.

291

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR